Chapter 2

183 9 0
                                    

Happy weekend & jangan lupa 'like' yaa
^___^

Rhaya tiba di bandara Soekarno-Hatta dengan penuh peluh keringat dan nafas tersenggal-senggal. Dia berhenti berlari tepat di depan Albert, teman sekantor yang ditugaskan bersamanya yang tengah memasang tampang super merengut mirip marmut ngambek. Sudah hampir sembilan puluh menit lamanya Albert berdiri sendirian di sana menunggu Rhaya yang jadi partner kerjanya selama tiga hari di Yogyakarta yang datang teramat sangat, sangat terlambat. Untungnya tiket Rhaya sudah di check in secara online oleh dirinya sehingga Albert bisa segera menyerahkan boarding pass kepada perempuan itu.

"Lama amat sih kamu, Rha? Aku sudah nempel sama lantai nih nungguin kamu. Tumben banget kamu telat parah begini.", damprat Albert langsung yang tidak lihat-lihat kalau Rhaya benar-benar berusaha keras lari-lari dari depan pintu gerbang terminal mencari terminal tempatnya menunggu.

"Sori ya, Al. Betul-betul minta maaf karena kesiangan banget. Mana tadi macet total padahal aku sudah lewat TOL. By the way, pesawatnya gimana?", Tanya Rhaya seraya mengecek arloji.

"Udah berangkat dari tadi!", sungut Albert masih dengan wajah ditekuk.

"Yaah, sori banget deh, Al, bukan maksud aku mau telat. Aduh, gimana nih? Baru ada pesawat lagi ke sana jam sebelas, pula. Gimana ya?", Rhaya kebingungan dan panik sendiri begitu melihat papan pengumuman keberangkatan dan kedatangan pesawat berikutnya. Jadwal yang sudah disusun sedemikian rupa harus diatur ulang. What a hell she's got today.

Sebenarnya sesampainya mereka di Yogyakarta nanti, Rhaya dan Albert harus langsung check in dulu di hotel dan lanjut ke acara yang akan mereka liput. Acaranya sendiri dimulai sekitar pukul dua belas siang nanti, tapi sekarang... God, sudah jam delapan lima puluh menit! Otomatis kepala Rhaya berdenyut nyeri memikirkan tampang murkanya pak Harlan, big boss mereka yang telah memberikan kepercayaan kepada Rhaya dan Albert untuk meliput acara tersebut.

Melihat tampang Rhaya yang panik itu membuat Albert lambat laun jadi tertawa geli. Tampang Rhaya yang panik dan kebingungan benar-benar pemandangan yang dapat menebus segala keterlambatan gadis manis juniornya itu.

"Al, kok kamu malah ketawa ngakak begitu sih? Kita harus cari solusi daripada disemprot pak Harlan.", omel Rhaya yang gantian merengut ke arah Albert.

"Bohong deh. pesawatnya delay, Rha, jadi kita berangkat jam setengah sepuluh. Yuk boarding, setengah jam lagi kita harus terbang."

"Jahat banget sih kamu, Al. Aku udah kepanikan begini malahan dikerjain.", dumel Rhaya sembari memukuli pundak Albert kesal.

"Makanya jangan telat dong, Non."

"Reseh!"

Albert terbahak lagi.

~*~

Yogyakarta.

Kota di tengah pulau Jawa yang memiliki kharismanya yang menawan.

Setelah mendarat di bandara Adi Sucipto Yogyakarta, Rhaya dan Albert segera meluncur menuju hotel tempat mereka menginap dengan menggunakan taksi online untuk menghemat waktu. Hotel kecil berbintang tiga yang disewakan pihak kantor untuk mereka di daerah Malioboro itu sangat apik dan menawan. Kesan tradisionalnya terasa sekali dari ornamen Jawa yang terdapat di dinding dan meja resepsionisnya.

"Wow, kamarnya bagus banget.", puji Rhaya begitu menginjakkan kaki di kamar tidurnya. Ia mendapatkan satu single room yang posisinya berseberangan dengan kamar Albert.

RHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang