Chapter 6a

124 4 0
                                    

Hi, readers.

Chapter 6 ini aku buat kedalam 2 chapter terpisah supaya tidak kepanjangan. Jangan lupa 'like' dan pasang tautan YouTube di atas saat baca.

happy reading ^__^

Rhaya menyusuri lorong panjang bercat hijau pupus dengan sedikit terburu-buru. Seharian ini ia tidak bisa menghubungi lelaki itu setelah berkali-kali ia menghubungi nomor yang menjadi prioritas number di ponsel miliknya. Ia juga telah menghubungi kantor tempat lelaki itu bekerja, tetapi Yusni, rekan kerja sosok yang dicarinya itu berkata kalau sudah tiga hari ini mangkir dari kerja tanpa berita apapun.

Rhaya langsung bergegas memasuki pintu di ujung lorong dan menemukan sebuah ruangan luas yang kini tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa orang mahasiswa berseragam almamater hijau yang tengah wara wiri membawa bermacam-macam barang di ruang auditorium kampus mereka itu.

"Aldi.", panggil Rhaya ke sosok lelaki besar berkacamata yang tengah memberi instruksi kepada beberapa orang junior. Rupanya mereka tengah mendekor aula kampus untuk seminar.

Aldi menoleh menatapnya dan tersenyum, "Hei, Rha. Apa kabar?", sapanya.

Rhaya bergegas menghampiri dan menjabat tangan terulur lelaki itu, "Baik. Oh ya, Di. Gue sudah dari kemarin mencari Nathan. Telepon ke ponselnya tulalit melulu. Sementara gue telepon ke kantornya, dia sudah tiga hari ini nggak masuk kerja. Elo tahu dimana dia? Gue khawatir banget.", terangnya dengan wajah gusar.

"Lho, bukannya hari sabtu kemarin elo berdua ngedate nonton film di Senayan City?"

"Iya. Terakhir gue ketemu dia sabtu kemarin. Masih teleponan juga kok hari minggunya pas gue ikut nyokap pergi ke acara kawinan sepupu di Bandung."

"Sejak kapan nggak bisa elo hubungi? Nathan nggak pernah lho nggak ngangkat telepon, apalagi telepon dari elo yang notabene pacarnya tercinta."

"Hari Senin, Di. Gue masih di Bandung hari itu karena mendadak harus menginap semalam. Gue khawatir karena seharian ini pun Nathan nggak bisa dihubungi sama sekali. Makanya gue tanya elo secara elo 'kan best friend-nya Nathan."

Aldi mengambil ponsel dan menekan sebuah nomor dari phonebook-nya. Diputus, kemudian menelepon ulang lagi sampai tiga kali. "Lo benar, Rha. Nggak nyambung. Gini saja deh, elo jangan panik. Gue bantu elo cari Nathan. Elo udah coba ke rumah kontrakan Nathan?"

Rhaya menggeleng. "Gue nggak tahu dimana nathan tinggal. Kan gue nggak pernah mau ke sana dari awal kami pacaran. Memang status gue pacarnya Nathan, tapi gue punya batasan mengenai hal yang satu itu."

Aldi nyengir lebar, "Takut kebablasan ya?", ujarnya sambil cengengesan.

Rhaya otomatis menjawil sebal lengan sahabat kental kekasihnya itu, "Gue masih punya harga diri jadi perempuan baik-baik, kali. Kalian tuh cowok kalau dikasih kesempatan pasti ujung-ujungnya amit-amit bisa kebablasan. Itu yang gue hindari secara masih pingin bahagiain keluarga dan cari pengalaman.", ujarnya seraya tertawa kecil.

Aldi tertawa terbahak.

"Ya udah, elo nggak usah panik. Gue sama Burhan yang bakalan ke tempat Nathan ngecek keadaan. Masa pacarnya cantik begini dibikin khawatir sih. By the way, elo ada kuliah?"

RHAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang