Schicksal 1

104 28 0
                                    

Hujan mulai mengguyur ibukota sore ini. Jalanan yang mulai basah, orang-orang berlarian tak tentu arah untuk mencari tempat teduh, jalanan yang semakin lama semakin lenggang. Ia menatap kaca samping. Mengamati keadaan yang mulai berubah. Langit yang hitam pekat. Udara yang kian lama mendingin. Alunan rintikan hujan yang membuat siapa saja yang mendengarkan merasakan kenyamanan jika dengan suasana hati yang juga menghangat. Ia merapatkan jaket yang menyelimuti tubuh mungilnya kemudian mengambil gelas berisi coklat panas yang sudah tinggal setengah.

Semakin lama keadaan kafe disini mulai tampak ramai. Orang-orang mulai berdatangan sekedar untuk berteduh atau berbincang bincang hangat dengan teman, keluarga, atau pacar untuk menghangatkan suasana yang sedang diselimuti dingin.

"Huft...."

Karina menghembuskan nafasnya. Hari semakin sore tetapi hujan belum juga reda. Dengan kesal ia memakan es krim yang juga dipesannya sembari menunggu hujan reda diluar sana.

"Rin, lo tuh aneh banget tau gak." ucap Dylan

"Aneh gimana?" tanya Karina sambil menyendokkan es krim ke mulutnya.

"Udah tau sekarang hujan, keadaannya juga dingin masih aja makan es krim. Enggak kedinginan lo."

Karina hanya tersenyum menampilkan deretan giginya dan menyendokkan kembali es krim sambil menatap Dylan yang mulai cemberut karna dihiraukannya.

"Jangan cemberut gitu ah. Kenapa aku sekarang makan es krim karena aku suka es krim. Sesimple itu sih dan menurut aku es krim bisa mencairkan mood seseorang." jelas Karina.

"Tapikan udara lagi dingin Kir."

".....

"Hey, permisi."

Karina terkejut kita seseorang tiba-tiba memegang pundaknya yang membuat aktivitas melamunnya menjadi terhenti.

"Iya." jawab Karina sambil melihat seseorang yang berdiri di hadapannya.

"Gue boleh duduk sini. Tempatnya sudah penuh semua dan hanya disini yang masih kosong satu." tanya seorang cowok yang masih mengenakan seragam sekolah.

Karina mengamati keadaan kafe saat ini dan menghiraukan ucapan laki-laki dihadapannya. Benar, yang tersisa hanya satu kursi dihadapannya. Kemudian Karina menatap sekilas cowok itu dan menganggukan kepalanya tanda setuju tanpa mengeluarkan kata-kata sedikitpun.

Cowok itu hanya mengangkat bahu acuh, segera dia duduk untuk memesan minuman hangat dan berkutat dengan ponsel yang sedang dia genggam.

Karina yang tidak peduli dengan seseorang di depannya lalu kembali menyendokkan es krim dengan santainya sambil bersenandung mengikuti alunan lagu yang sedang diputar oleh kafe.

"Dingin-dingin gini lo makan es krim?" tanya cowok dihadapannya yang sempat melihat aktivitas Karina yang sedang menyendokkan es krim ke dalam mulutnya.

"Emang kenapa?" tanya balik Karina kearah cowok yang berada di hadapannya.

"Gak kedinginan lo cuaca sedang dingin sedangkan lo enak makan es krim."

"Simplenya karna aku suka es krim. Udah."

"Aneh." gumam cowok tersebut yang di dengar oleh Karina

"Apa kamu bilang tadi?"

Cowok tersebut menatap Karina yang sedang tersinggung dengan perkataannya yang pelan itu.

"Bukan apa-apa." tukas cowok itu singkat kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya berkutat dengan handphone dan juga earphone yang tengah menyumpal kedua telinganya.

"Ish. jelas-jelas tadi aku dengar dia bilang aneh." cibir Karina dengan memasang wajah cemberut.

Kling.

Karina mengambil handphone yang berada di dalam sakunya untuk melihat pesan masuk.

From : Bunda

Karin kamu sekarang dimana? Cepat pulang ini hampir mau malam. Ingat, kamu besok sudah mulai masuk sekolah.

Karina hendak membalas pesan dari Bundanya tetapi pesan tersebut tidak terkirim karena pulsa Karina yang habis. Sekarang ia tidak bisa membalas pesan dari bundanya pasti Bundanya merasa khawatir jika ia tidak mengabari, karena Karina dan keluarganya baru saja pindah ke Jakarta dua minggu yang lalu.

Karina melirik cowok di hadapannya yang sedang menikmati lagu yang sedang dia dengarkan.

"Ehm.... Hei." Karina memanggil cowok dihadapannya tetapi dia tidak mendapat respon yang bahkan cowok tersebut sedang menyanyi menghiraukan orang-orang di sekelilingnya termasuk dengan dirinya.

"Hei." panggil Karina sekali lagi tetapi kedua kalinya lagi cowok itu tetap mengacuhkannya. Karina yang nampak kesal lalu berdiri kemudian sedikit membungkuk menarik kabel earphone yang terpasang di telinga cowok itu.

"Eh....apa-apaan ini." tanya cowok itu menatap tajam ke arah Karina dan dibalas Karina dengan senyuman terpaksa.

"Maaf, abisnya tadi aku panggil-panggil kamu enggak nyahut yaudah terpaksa aku tarik earphone kamu." ungkap Karina sembari tersenyum.

"Oke. Sekarang gue sudah respon lo kan dan ada keperluan apa lo ganggu gue."

Karina melototkan mata dan menggerutu kesal akibat pernyataan cowok di hadapannya. Seenaknya bilang kalau ia sudah mengganggu cowok itu.

"Jadi gini sebelumnya aku bukannya ganggu kamu tadi tapi kam-."

"Langsung intinya saja." Cowok itu menatap ke arah Karina datar dengan tangan disilangkan ke dada yang membuat siapa saja melihatnya ingin menjambak dan mencakar-cakar wajahnya.

"Bunda aku tadi sms ak—." belum selesai Karina melanjutkan perkataannya. Lagi. Cowok itu langsung menyodorkan handphonenya ke arah Karina.

"Ini." ucap cowok itu yang dibalas dengan senyuman kecut Karina tapi tetap mengambil handphone milik cowok tersebut.

Dengan segera jari Karina mulai menekan handphone cowok itu untuk segera membalas pesan bundanya dan selesainya terkirim Karina menyodorkan handphone itu kearahnya.

"Terima kasih, oh iya kalau kamu lagi dengerin musik apalagi di tempat umum seperti ini kecilin volumenya biar kalau dipanggil enggak dikiranya ganggu kamu." ucap Karina sambil meletakkan uang di meja kemudian beranjak untuk segera pergi.

"Satu lagi, lebih sopannya lagi kalau kamu dengerin orang bicara sampai selesai dulu bukannya motong pembicaraan orang seenaknya."

Karina langsung melengos pergi meninggalkan cowok yang sejak tadi memperhatikannya mulai dari dia bicara sampai pergi keluar kafe.

D.R

SchicgenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang