"Woy oper sini bolanya."
"Anjir Lia kenapa lo masukin di gawang kita."
"Ini sepak bola bukan lagi mainan ibu hamil. Keluarin."
"Aduh... Sepatu siapa ini mental sampai kepala gue."
"Gila bolanya disini kalian ngapain gerumbul disana."
"Ira bolanya ditendang bukan dilempar."
"Aduh Pak hayati lelah."
Kelas XI IPA-3 sedang melaksanakan pelajaran olahraga yang hampir setiap cewek dikelasnya membenci pelajaran satu ini termasuk Karina.
Menyebalkan lagi jika olahraganya dihari Senin. Dimana setiap hari Senin selalu diadakannya upacara bendera. Panas-panasan, kaki pegal-pegal terutama jika masuk di acara amanatnya melebihi pidato Soekarno waktu kemerdekaan Indonesia. Dan kelas Karinalah yang mendapat mata pelajaran 'itu'. Dimana capek duluan sebelum bertindak. Uh.
Karina berhenti sambil mengatur nafasnya yang tidak teratur dan membersihkan keringat diwajahnya menggunakan telapak tangan. Sungguh tidak disangka pelajaran ini menguras banyak tenaganya. Karina melihat teman-temannya yang masih merebut bola tersebut. Kacau. Hanya teriakan dan aksi dorong-dorongan yang mereka handalkan yang membuat Karina didalamnya merasa kewalahan. Apalagi ditambah kepala Karina yang sedikit berdenyut-denyut pusing
Sementara siswa cowok sedang bersantai dipinggir lapangan dekat pohon besar yang membuat mereka tidak merasa kepanasan sambil melihat aksi para cewek bermain bola sambil tertawa terbahak-bahak.
"Haha... Sisil bego masukin bolanya didalam seragam olahraganya apalagi diteriaki Sinta kayak ibu hamil. Bego."
"Siapa hamili siapa?" tanya Didi polos. Membuat dua teman yang berada disampingnya ingin memberi wajah Didi dengan tai kebo.
"Yah sibego gak paham. Udahlah dijelasin juga gak paham orang dianya lagi chat-chat sayang sama doi." ujar Aldi yang matanya masih fokus kearah lapangan sambil sesekali tertawa terbahak-bahak melihat tingkah para cewek bermain bola yang menurutnya aneh.
"Mana ada chat sama doi gue lagi chatan sama gebetan. GEBETAN." jawab Didi dengan penekanan di kata 'gebetan'
"Bodo amat." kini giliran Ari menjawab yang sejak tadi diam hanya mendengar celotehan kedua sahabatnya yang gak akan pernah selesai.
"Amat gak bodoh."
"Lah?"
"Iyahlah Amat enggak bodoh buktinya dikelas sebelah namanya amat selalu berprestasi di kelasnya. Heran gue kenapa banyak banget yang bilang kalau amat itu bodoh. Pad—Auw" Ari menjitak kepala Didi akibat ucapannya yang makin gak bisa disaring itu. Aldi yang melihat itu hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya dan kembali nelihat kearah lapangan mengernyitkan kepalanya.
"Eh kenapa mereka gak lanjut lagi ya?" tanya Aldi yang membuat Ari dan Didi menoleh.
Ari yang melihatnya merasa penasaran langsung berjalan ke arah kerumunan para cewek tengah lapangan.
"Ada apa?" tanyanya begitu sampai disana.
"Karina pingsan."
Ari yang mendengarnya sontak langsung berjalan kearah Karina yang sedang dikeliling orang-orang yang berusaha membangunkannya tanpa berinisiatif membawanya ke UKS.
Dengan sigap Ari menggendong Karina menuju UKS sekolah dan membaringkannya di atas kasur mengacuhkan semua tatapan yang melihat aksinya tersebut.
☔☔☔
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicgen
Teen FictionSchicksal : Takdir Regen : Hujan Hujan. Keadaan dimana takdir mempertemukan mereka. Hujan. Bukti tanda atas perjuangan dan sakit hati. Hujan bisa berarti bahagia atau hanyalah kebahagiaan sesaat. Hampir semua orang menyukai hujan. Begitupun Ka...