Schicksal 17

15 4 0
                                    

Semesta...
Ada kalanya mencintai seseorang tanpa perlu meminta tuntutan untuk sebuah kepemilikan.
Dan kau, mengajarkanku bahwa setidaknya melihat ia tetap berada di planet yang sama itu sudah mampu membuatku bahagia. Ada ataupun tanpa diriku.
Mencintai bukan persoalan memiliki tetapi soal hati yang selalu ingin melihatnya bahagia dan tersenyum cerah. Walaupun kebahagiannya bukan karna diriku. Setidaknya itu sudah cukup sempurna.

☔☔☔

"Kemana aja? Lama banget ke kamar mandinya."

Karina kembali ke tenda mendapati Sinta yang sedang bersantai dengan earphone menyumpal telinga kanannya.

"Hm... Biasalah." jawab Karina sekenanya dengan senyuman tipis tercetak di wajahnya.

Beberapa menit kemudian para siswa-siswi diminta oleh para osis untuk berkumpul di tengah-tengah tempat dimana api unggun akan menyala.

"Baik teman-teman, acara camping kita akan di mulai besok pagi. Jadi, kalian hari ini bisa istirahat karna perjalanan jauh tadi, free mau ngapain aja yang penting tetap jaga diri satu sama lain. Mengerti?"

"Mengerti." jawab serentak semuanya dan langsung bubar ke tenda masing-masing.

Karina yang berbalik arah segera berjalan menuju tendanya dan dikejutkan dengan suara yang sudah lama tidak ia dengar.

"Arin." Sapa Rio dibelakangnya. Nama itu. Nama yang biasa dulu Rio panggil kepadanya. Iya dulu. Sebatas kata dulu yang memuakkan untuk dikenang apalagi di dengar. Tapi, jejak kenangan tak sepenuhnya dapat menghilang karna selalu ada jejak-jejak yang tak akan pernah hilang walau benci akan masa lalu.

"Arin, itu kamu?" Rio mengajak Karina mengobrol lagi berusaha memastikan bahwa cewek di depannya merupakan Arin yang ia kenal dulu. Masa lalunya.

Karin masih pada posisi yang sama dengan tangan meremas ujung baju berusaha menahan seluruh gejolak yang ia rasakan sekarang. Bukan, bukan secepat ini ia akan bertemu Rio. Bahkan hatinya sampai sskarang masih merasakan syok dipertemukan Rio kembali tanpa sengaja di acara sekolahnya.

Karina menghembuskan nafasnya berusaha meredam semua gejolak yang ia rasakan. Setidaknya, ia akan berpura-pura. Iya, pilihan yang tepat, lagipula kehadirannya tak pernah berarti apa-apa untuknya.

"Kakak panggil saya? Nama saya bukan Arin kak, mungkin kakaknya salah orang." jelas Karina mencoba biasa saja.

"Iya, kamu Arin. Kamu lupa sama aku? Aku Rio kakak kelas kamu waktu SMP,"

Karina dengan cepat memotong ucapan Rio akan mengungkit perihal kejadian di lapangan yang sampai saat ini masih terasa ngilu untuk dikenang kembali.

"Salah orang mungkin Kakak. Saya baru bertemu Kakak saja hari ini. Gimana Kakak yakin saya adik kelasnya. Kakak salah orang. Permisi, saya sudah ditunggu teman saya." tanpa persetujuan Rio, Karina langsung pergi meninggalkan Rio yang belum sempat membalas ucapan Karina.

Rio mengacak-acak rambutnya kesal menatap tubuh Karina semakin jauh dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kita bertemu lagi."

☔☔☔

"Hei!!!"

Karina terlonjak tiba-tiba seseorang mengagetkannya dari arah belakang.

SchicgenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang