Hari ini tepat dimana camping sekolah akan dilaksanakan. Karina sedang berada di dalam kamar dengan barang-barang yang akan disiapkannya untuk ia bawa nanti.
"Baju beres, peralatan mandi sudah, p3k ada buat jaga-jaga, topi... bolehlah dibawa, terus apalagi ya yang belum aku siapin." Karina mengobrak abrik tasnya guna untuk mengecek kembali barang-barang yang akan ia bawa. Agar tidak ada barang satupun yang akan ketinggalan karena ini merupakan camping pertamanya mengingat orang tuanya yang terlalu mengkhawatirkan keadaannya. Mungkin juga karena Karin merupakan anak satu-satunya dan perempuan juga. Jadi, menurutnnya wajar saja kalau dirinya masih dianggap seperti anak kecil. Terkadang membuatnya sedikit kesal. Hanya sedikit.
"Karin ayo cepat turun ada temanmu datang." teriak Bunda dari arah ruang tamu.
"Siapa bunda?" tanya Karina sembari berjalan turun tangga menyusul bunda Karina yang berada di ruang tamu bersama seseorang yang sedang asik berbincang-bincang.
Dari anak tangga Karina mendengar Bundanya sedang mengobrol dengan seseorang yang "Hahaha iya- Eh Karin sudah turun. Siap-siapnya sudah selesai belum? Kalau sudah cepat berangkat. Ditungguin sama Ari nih."
Karina merasa bingung dengan kehadiran Ari yang tiba-tiba datang kerumahnya. Sebelumnya Karina tidak ada kesepakatan dengannya untuk berangkat bersama hari ini.
"Kamu ngapain kesini?" tanya Karina to the point kearah Ari ketika Bundanya telah pergi menuju kamarnya. Ari yang dengan santainya duduk menatap dirinya dengan tatapan yang sulit Karina baca.
"Menurutmu ?"
"Orang tanya malah balik tanya lagi. Suka banget sih tanya balik gitu. Tinggal jawab pertanyaan aku apa susahnya." Karina cemberut dengan tangan bersindekap menyender dinding menatap Ari dihadapannya dengan jengkel.
Ari menegakkan tubuhnya menghela nafas kasar menatap Karina yang juga tengah menatapnya dengan mata nyalang.
"Kamu masih inget kan ucapan Bunda kamu? Bunda kamu nitipin anak perempuannya ke saya."
Karina mendelik mendengar ucapan Ari. "Enak aja. Kamu pikir aku barang dititip titipin."
"Terserah persepsi kamu gimana. Yang jelas saya sekarang lagi menjalankan amanah." Ari mengangkat bahu, tersenyum kecil melihat Karina sangat kesal sampai menghentak-hentakan kakinya kelantai dengan berbagai sumpah serapah yang keluar dari mulutnya.
Bunda datang dengan pakaian yang begitu rapi, seperti mau pergi dan menatap Karina yang belum mengambil tas campingnya dikamar.
"Loh Karina kok belum siap-siap, ditungguin sama Ari itu. Ayo cepat, ambil tas kamu."
"Eh... Bunda. Bunda mau kemana kok rapi banget. "
Bunda melihat penampilannya, tersenyum. "Oh ini, Bunda mau hadirin Reuni sama teman-teman Bunda waktu SMA. Sudah lama enggak ketemu. Yaudah sana berangkat kasian Arinya nunggu lama."
"Karina berangkatnya diantar aja ya Bunda atau enggak bareng sama Bunda deh. Kan bunda juga mau pergi."
"Hush... Karin kan sudah dijemput sama Ari. Masa berangkatnya bareng sama Bunda. Udah cepet sana tasnya diambil terus langsung berangkat. Gak ada penolakan."
"Iya...iya"
Karina mendengus kasar menaiki anak tangga menuju kamarnya untuk mengambil tas ranselnya. Kenapa juga Bundanya izinin buat ia berangkat bersama dengan Ari. Bisa-bisanya Bunda lebih kepihak Ari daripada Karina anaknya sendiri. Sebenarnya juga ada alasan mengapa Karina tidak mau berangkat dengan Ari. Bukan ia membencinya, tapi ia lebih agak menjaga jarak dengannya. Jangan tanyakan kenapa? Karena Karina sendiri pun tidak tau kenapa. Benar-benar membingungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicgen
Teen FictionSchicksal : Takdir Regen : Hujan Hujan. Keadaan dimana takdir mempertemukan mereka. Hujan. Bukti tanda atas perjuangan dan sakit hati. Hujan bisa berarti bahagia atau hanyalah kebahagiaan sesaat. Hampir semua orang menyukai hujan. Begitupun Ka...