"Hai, ayo berang— kamu." tunjuk Karina kearah seseorang yang berdiri dihadapannya. Sontak senyum Karina menghilang seketika melihat orang dihadapannya. Ari.
"Ngapain kamu kesini?" tanya Karina dengan tangan yang berdindekap dan tatapan tajam yang mengarah ke Ari.
"Menurutmu ?"
Karina mendengus kesal. "Mana aku tau kamu mau ngapain disini. Mungkin aja kamu kesini inisiatif mau jadi pembantu cuci piring gitu." jawab Karina asal yang dibalas Ari dengan memutar bola matanya kesal.
"Loh Karina temannya datang kok gak disuruh duduk." ucap Bunda Karina yang berada di belakang Karina membuat ia terlonjak kaget.
"Sia—"
"Enggak perlu tante makasih. Ini saya mau pamit." jawab Ari sopan yang tadinya telah memotong ucapan Karina. Karina mendesis kesal suka banget cowok ini motong pembicaraan orang seenaknya.
Karina memutar bola matanya malas. Sok pencitraan. Batin Karina.
"Oh gitu. Hati-hati ya saya titip anak saya Karina."
Karina yang tadinya senyum-senyum teriak senang dalam hatinya karena Ari yang akan segera pergi sontak ia menoleh ke arah Bundanya kaget. Apa-apaan ini.
Sebelum Karina protes dan marah-marah. Secepatnya Ari pamit kemudian menarik tangan Karina keluar menuju motornya yang terparkir di depan rumahnya.
Karina yang kaget tiba-tiba ditarik oleh Ari meronta-ronta untuk meminta dilepaskan.
"Ari lepasin tangan aku. Ih aku udah ditungguin Sinta sama Ira." teriak Karina yang tidak digubris oleh Ari.
"Tangan aku sakit Ari pelan-pelan jalannya."
Sampai didepan motornya Ari melepaskan tangan Karina dan mengambil jaket yang menyampir diatas motor ninjanya kemudian menatap Karina cukup lama melangkah mendekat membuat Karina spontan memundurkan langkahnya. Ari yang melihat itu menaikkan alisnya dan tersenyum miring.
Astaga. Umpat Karina. Ia terjebak di dinding dan tidak bisa menghindar lagi sedangkan Ari terus melangkahkan kakinya dengan senyuman miring yang menghias diwajahnya.
Jarak mereka yang semakin dekat membuat Karina menahan nafas untuk beberapa saat dan ia menutup matanya. Gugup.
"Sampai kapan disitu terus?"
Eh..
Karina membuka matanya dan melihat Ari yang sudah berada diatas motor menggunakan helm full facenya. Matanya kemudian beralih kearah pinggangnya yang sudah ada jaket Ari yang melilit di pinggang rampingnya. Pipi Karina sontak langsung memerah seperti tomat menahan malu atas perbuatannya tadi.
Pasti Ari mikir macem-macem. Mau ditaruh mana muka aku.
"Ayo naik." perintah Ari yang sudah menyalakan motornya membuat Karina berlari menghampirinya kemudian naik ke motor Ari untuk kedua kalinya.
☔☔☔
Dengan kecepatan motor yang melesat cepat Karina yang penasaran kemana Ari akan membawa mereka pergi ia sedikit berteriak mengalahkan kebisingan kendaraan jalanan.
"Kita mau kemana?" tanya Karina. Karina yang menunggu jawaban Ari yang tak kunjung bersuara kembali menanyakan dengan suara yang lebih kencang.
"Ari kita mau pergi kemana?" tanya Karina sekali lagi .
"Lihat saja nanti."
KAMU SEDANG MEMBACA
Schicgen
Teen FictionSchicksal : Takdir Regen : Hujan Hujan. Keadaan dimana takdir mempertemukan mereka. Hujan. Bukti tanda atas perjuangan dan sakit hati. Hujan bisa berarti bahagia atau hanyalah kebahagiaan sesaat. Hampir semua orang menyukai hujan. Begitupun Ka...