Regen 18

20 4 0
                                    

Hari kedua camping. Karina bangun lebih pagi dari teman-teman lainnya karena otak dan hatinya yang sedang gelisah sejak kemarin yang membuat ia semalaman tak nyenyak untuk tidur.

Karina keluar tenda dengan sweater hijau tosca dan rambut ia urai kemudian pergi beranjak menuju danau yang tak jauh dari tempat camping. Selama perjalanan ia melamun memikirkan waktu dulu ketika ia yang pernah jatuh cinta, bagaimana ia yang selalu memperhatikan Kak Rio bermain basket dari kejauhan, ia yang kepergok curi-curi pandang kearahnya sampai Kak Rio yang tak ia sangka-sangka menghampiri dirinya merupakan awal dari kedekatan mereka berdua. Walaupun itu terkesan cepat dan menyakitkan tetapi hal itu mampu membuat hatinya berdenyut nyeri ketika mengingatnya. Luka lama itu perlahan menguak dan sangat memuakkan bila diingat.

Masa lalu yang sudah lama ditutupi dengan pembatas dinding, mencoba perlahan melupakan, hanya dengan hitungan detik dinding itu hancur seketika. Semesta memang sebercanda itu....

Tiba di danau Karina duduk menghadap danau dengan sinar matahari yang perlahan mulai menampakkan dirinya. Semburat cahaya orange menerpa wajah Karina membuat pemilik wajah memejamkan matanya merasakan hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajahnya.

Damai. Batinnya.

"Akhirnya bisa berdua denganmu, Arin."

Karina terkejut. Suara itu. Suara yang berusaha ia hindari mendekati dirinya. Buru-buru Karina membuka matanya dan segera beranjak pergi menjauhi.

"Maaf Kak permisi saya ada urusan."

Karina pergi dari hadapan Kak Rio namun sebuah cekalan tangan membuat ia berhenti dan memejamkan matanya berusaha mengontrol deguban jantung yang memburu.

"Kumohon, jangan berpura-pura tidak mengenaliku Arin. Aku tahu, itu kamu."

Karina diam di tempatnya, tak mampu bergerak barang selangkah pun, kakinya terlalu kelu untuk melangkah setelah mendengar ucapan Kak Rio.

"Untuk apa?"

Rio melepaskan cekalan tangannya menatap bingung kearah Karina. "Untuk apa? Maksud kamu apa?"

Karina menghembuskan nafas kasar dengan tangan yang mengepql disisi menandakan ia yang menahan diri untuk tidak menangis dihadapan Rio.

"Untuk apa Kak Rio mengungkit itu lagi. Untuk apa Kak Rio membahas itu lagi yang memang nyatanya kejadian masa lalu itu tak berarti apa-apa untuk Kak Rio. Sudahlah Kak, aku sudah memaafkan Kakak tak perlu lagi merasa bersalah. Aku sudah melupakannya." terang Karina sambil menatap wajah Rio dengan sekumpulan keberanian yang ia punya.

"Jangan melupakannya Arin. Kau tak boleh melupakannya!" pungkas Rio membuat Karina merasa muak dengan seseorang yang berada di hadapannya.

"Punya hak apa Kak Rio melarangku!!!!" seru Karina

Rio yang melihat Karina akan melangkahkan kakinya dengan segera ia memegang lengan gadis itu dan menariknya hingga membuat Karina menabrak dada bidang Rio

"Aku ingin menjelaskan semuanya kepadamu, tetapi kamu hilang kabar entah kemana. Aku mencari-carimu selama ini, Arin. Aku sungguh menyesal." lirih Rio yang semakin erat memeluk Karina tanpa menerima balasan dari gadis itu.

Karina yang telah sadar jika sekarang ia tengah dipeluk oleh Rio. Dengan kekuatan penuh ia memukul-mukul dada Rio untuk melepaskan diri.

"Sudah Kak saya gak mau mengungkit ini lagi." cecar Karina sambil terus berusaha keluar dari pelukan Rio.

"Tapi aku yang mau mengungkit ini lagi Arin." tegas Rio menatap sendu tepat kearah manik mata Karina.

Karina yang ditatap seperti itu oleh Rio hanya mampu diam tak berkutik. Perasaannya masih seperti dulu. Perasaannya masih mencintai Rio sama seperti dulu.

Tidak. Tidak. Karina menggeleng kepalanya ketika persepsi itu hadir. Ia tidak boleh masuk kedalam lubang yang sama. Tidak, ia harus segera menghilangkan rasa itu. Iya, harus. Jika, jatuh kedalam lubang yang sama, itu sama saja kebodohan bukan kemajuan.

Ketika Rio tidak terlalu kuat memegang pundak Karina, seketika itu juga Karina melepaskan diri dan berlari meninggalkan Rio yang terus menatapnya sampai punggung gadis itu menghilang dari pandangannya.

"Aku akan berusaha sekali lagi Arin." tegas Rio.

☔☔☔

"Baiklah teman-teman hari ini kita akan menjelajah hutan sesuai dengan rute map yang telah dibawa sama panitia dan jangan lupa untuk mengambil warna bendera sesuai dengan kelompoknya. Untuk pembagian kelompok itu sendiri silahkan lihat di samping para panitia ini. Selamat bekerja sama dan semangat." intruksi ketua osis yang langsung dipahami oleh siswa-siswi yang langsung berhamburan mencari nama mereka masing-masing.

Karina, Sinta, dan Ira berjalan bersama untuk mencari nama mereka berada di kelompok siapa. Hingga akhirnya mereka sampai di depan papan nama yang mana disana banyak sekali siswi berkumpul entah untuk mencari nama mereka ataupun hanya alibi untuk bisa mendekati panitia yang ada disebelah papan nama kelompok itu. Kak Rio.

"Gak bisa lihat gue." ujar Sinta sambil berusaha mendorong orang-orang yang menghalanginya.

Disamping Sinta dan Ira yang sibuk mencari nama mereka disana Karina hanya diam ditempat. Matanya fokus menatap objek yang ada di depannya. Seseorang yang sedang dikerumuni oleh teman-temannya.

Kak Rio. Banyak mengalami perubahan sekarang. Bukan lagi Kakak Kelas SMPnya yang terkadang memiliki sifat kekanak-kanakan dibalik wajahnya yang cool dan murah senyum itu. Wajahnya semakin memperlihatkan gestur kedewasaan dia serta ia yang semakin tinggi. Banyak sekali hal yang berubah dari dirinya. Hanya saja, perasaannya yang masih sama untuk Kak Rio. Masih utuh ataupun sudah berceceran entahlah Karina tak mengerti.

Disaat Karina menilai postur Rio tanpa diduga ia tertangkap basah oleh Rio karena terlalu mengamati dirinya membuat mata mereka saling bertubrukan. Masuk semakin dalam seakan keduanya ingin menyampaikan banyak hal oleh tatapan mata itu. Hanya saja mereka tidak mampu mengerti arti dari setiap tatapan mata itu atau mungkin hanya semesta yang mengerti apa yang diinginkan oleh keduanya.

Hanya beberapa detik kemudian Karina memutuskan kontak mata mereka dan menatap Sinta dan Ira yang telah berada disampingnya entah sejak kapan.

"Karina, lo tau gak? Akhirnya gue satu kelompok sama Kak Rio. Astaga, gue kepalang seneng banget ini. Si Sinta juga satu kelompok sama gue sama Kak Rio. Tapi sayang banget, lo gak satu kelompok sama kita." terang Ira dengan nada suara senang dan pekikan berubah menjadi sedih.

Karina tersenyum dihadapan mereka dan menganggukkan kepalanya. Tak apa jika ia tidak satu kelompok dengan Sinta dan Ira setidaknya sementara ini ia tidak berada dalam satu lingkup dengan Kak Rio. "Gapapa kali, masih ada temen-temen yang lain juga."

"Yaudah, yuk kita temenin cari nama lo dulu."

Mereka bertiga melanjutkan langkahnya menuju papan nama disebelah kelompok Rio. Karina menelusuri papan nama untuk mencari namanya.

Karina Putri Adelia

Ketemu. Namanya berada di kelompok disebelah kelompok Ira dan Sinta. Karina yang sudah menemukan namanya masih melanjutkan melihat daftar nama anggota yang satu kelompok dengannya dan matanya jatuh kearah satu nama disana.

Ari Ananta Dirgantara

Ari dan dirinya akan berada dalam satu kelompok. Dan hanya dia yang ia kenal disini sedangkan anggota yang lain berasal dari kelas lainnya yang tak ia kenal.

Karina kemudian mengedarkan pandangan kearah kelompoknya yang sudah sebagian berbaris rapi dan Karina menemukan sosok Ari berdiri tak jauh dari sana sedang berbincang-bincang dengan seseorang.

"Kar kita ke sana dulu ya kayaknya udah mau dimulai."

"Oh, oke."

"Good luck." Ira dan Sinta kemudian berbaris kearah kelompok yang dipegang oleh Kak Rio sedangkan Karina berjalan kearah kelompoknya dan berhenti memunggungi Ari yang masih tak menyadari keberadannya.

D.R

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SchicgenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang