Ketika aku sudah mengatakan bahwa aku mencintaimu, itu artinya, aku sudah menyerah untuk mencari orang lain, dan berharap padamu.
***
B A G A S
Ngantuk.
Hanya itu kata yang bisa mendeskripsikan keadaan gue hari ini.
Please deh, ini hari Senin, dan kemarin gue nggak bisa tidur gara-gara keinget si makhluk rambut panjang yang keluar dari kaca terus. Mana si mas Andrian nggak ngeread Line gue lagi. Si Devian juga nggak mau join Ganteng Squad. Ngeselin banget mereka.
"Woy! Hormat, Bagas! Elu diliatin Pak Kepsek, anju!"
Sontak gue buka mata lebar-lebar dan ngelirik sekeliling. Orang-orang lagi pada hormat saat Pak Kepsek udah ada di tengah-tengah lapangan upacara.
Shit, gue bahkan lupa sekarang lagi Upacara Bendera, saking ngantuknya.
Gue hormat, ngikutin yang lain—walau rasanya berat banget cuma buat ngangkat tangan kanan, akibat rasa ngantuk dan lapar yang menyerang secara bersamaan. Pak Kepsek—yang ternyata emang ngelihatin gue tadi, secara gue barisnya di urutan nomor dua dari depan—ngangguk-ngangguk dan nurunin tangan kanannya yang tadinya juga hormat. Setelahnya, pemimpin upacara kasih aba-aba buat nurunin tangan.
"Ngelamunin apa sih, beb?"
Suara Teri di belakang gue terdengar berbisik. Untung aja Teri ngingatin gue buat hormat tadi. Nggak jadi berdiri di tengah lapangan deh, guenya.
"Nggak apa, Ter. Selaw. Lagi ngantuk aja."
".. wokeh."
Upacara kembali berjalan dengan khusyu'.
.
A U T H O R
"PR MTK please, gue lupa lagi."
"Devian, anak gue yang paling unch unch, bagi PR MTK dong, say."
"Devi, bagi PR, woy!"
"Sayangnya akuh, yang mau minjamin PR datanglah ke bangku akuh!"
"Jijik ew, bahasa lo najisun."
Bagas memperhatikan suasana kelasnya yang ramai.
Seusai Upacara Bendera tadi, Hendra—sang Ketua Kelas, tiba-tiba heboh sambil mengibaskan buku latihan Matematika di depan kelas. Dia berteriak kalau ternyata ada pekerjaan rumah dari Pak Astamil—si Guru Matematika terkampret sejagat raya, menurut Bagas—hingga kelas mereka yang tadinya sepi mendayu-dayu karena kebanyakan dari mereka sangat kelelahan, menjadi ramai layaknya pasar minggu.
Devian yang sudah menjadi langganan pekerjaan rumah bagi teman-teman sekelas—karena dia selalu ranking satu, walau tidak pernah menjadi juara umum—langsung dikerubungi.
"Gue bukan tai, woy! Jangan kayak laler kalian semua!" kata Devian pedas, membuat para manusia yang mengantri pekerjaan rumah padanya, langsung merengut. Devian yang pada dasarnya tidak tegaan—tapi jika bersama Bagas teganya minta ampun—mendengus. "Ini gue kasih. Tapi jangan ngerubungin gue kek laler gitu. Serasa jadi tai gue, bego."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seat 12-13
Teen FictionBagas bingung. Dirinya sudah duduk di seat 13 yang posisinya ada di paling kiri. Filmnya sudah dimulai, tapi tidak ada satu pun orang yang duduk di sampingnya. Demi Tuhan, Bagas menonton film hantu hanya karena ingin pamer pada sahabat-sahabatnya, s...