S4

33.7K 5K 1.6K
                                    

Aku mencintaimu dengan hati, bukan dengan mata.

ps. quote abal sama foto di mulmed tidak ada hubungannya dengan cerita :v

***

B A G A S

MAS ANDRIAN!

KOK MAS ANDRIAN ADA DI KELAS GUE?! APAAN COBA, GURU PENGGANTI, APALAH ITU?! YANG BENAR AJA?!

"Saya Andrian Herwanto. Panggil aja Pak Andri. Walau saya minta dipanggil Bapak, saya belum tua, lho. Masih 23 ini, jadi Guru muda, ehe."

Gue cengo. Seriusan 23 tahun? Pantesan matang, terusan gentle lagi, anju.

Mata gue mulai jelalatan ngelihatin para anak cowok yang kayaknya kagum sama bentuk tubuh mas Andrian. Para cewek juga pasti udah mulai ngegosipin mas Andrian.

Duh, kok kesal, ya?

"Ada yang perlu ditanyakan?" tanya mas Andrian. Menaruh buku-buku yang dia bawa ke meja guru, terus senyum.

SENYUM 1000 WATT ITU!

Gak rela, huhu.

Tapi, gue ini kenapa, sih?

Gue lihat Devian mengangkat tangan. Wajahnya datar, tapi matanya berbinar. Pas mas Andrian memberi kesempatan buat Devian, dia lalu menurunkan tangannya dan mulai ngomong. "Gimana caranya bentuk tubuh biar bisa berotot gitu, Pak?"

Busyet.

Mas Andrian terkekeh. Dia menggeleng dan berdeham sekilas.

"Itu nggak seharusnya dilontarkan ke saya. Saya nggak pernah nge-gym atau sejenisnya. Ini keturunan dari Ayah saya."

Devian kelihatan kecewa. Cowok lain juga kecewa. Gue juga, sih. Tapi, gue lebih kecewa karena mas Andrian daritadi nggak ngelirik gue.

"Pak, Pak! Saya mau tanya!" Carla mengangkat tangan. Mas Andrian mengangguk ke Carla, terus Carla kayak senyum-senyum najisun gitu. "Bapak udah punya pacar?"

Tuh kan, Carla tuh cabe. Cabe, kerdus. Sambal. Pedas. Cocok banget digigit, dicakar. Apalagi dianjingin.

"Em, saya belum punya pacar."

Jawaban mas Andrian ngebuat suasana kelas kembali riuh—apalagi cewek-cewek sejenis Carla, duh, ributnya minta ampun. Ya jelas lah! Cowok tampan berotot gitu masih jomblo, siapa yang nggak mau?

Tapi, kok kesal—lagi, ya?

Gue berdecak. Melirik Gilang yang terkagum-kagum ngelihat mas Andrian. Sialan ini anak. Nafsu amat ngelihatinnya.

Pada akhirnya gue kembali mandangin mas Andrian lagi, tapi tahu nggak?

Mas Andrian juga pas banget lagi lihat gue.

Pandangan kita ketemu. Lagi-lagi iris hitam kelam punya mas Andrian memenjarakan gue. Gue tenggelam lagi. Apalagi ketika mas Andrian narik kedua ujung bibirnya, tersenyum manis ke gue.

"Bagas? Kamu nggak ada pertanyaan buat saya?"

".. ha?"

Seriusan itu mas Andrian manggil gue tadi? Demi apa?

Seat 12-13Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang