S15

23.1K 3.3K 114
                                    

diriku update sekarang karena gak tau apa bisa update beberapa hari berikutnya T^T

***

A U T H O R

Bagas, Devian, dan Teri hanya bisa menatap kepergian Gilang dengan bisu. Bertanya-tanya dalam hati tentang apa yang dilihatnya barusan.

Tentu saja mereka tidak salah lihat. Cowok bule itu mengacak rambut Gilang dengan mesra, lalu berlari keluar kelas dengan tawa kecil, diikuti Gilang yang langsung berteriak, wajahnya merah.

Mereka langsung merinding.

Bagas mendekatkan tubuhnya pada mereka. Devian dan Teri juga ikut mendekat.

"Jangan bilang Gilang sama si cowok bule tadi itu.." kata Bagas, menggantungkan ucapannya. Mereka saling melempar tatapan ngeri. ".. pacaran?"

"Ha? Demi apa?"

Devian menangkup kedua pipi dengan tangan kecilnya. Wajahnya memerah. Dia menggeleng tidak percaya beberapa kali, lalu melirik Bagas dan Teri yang menatapnya bingung.

"Kenapa lo, Devi?" Suara Teri di samping kanannya, membuatnya tersentak. Dia tidak mau menatap Teri, dan malah merengut pada Bagas yang ada di hadapannya.

"Cowok bule tadi cakep banget! Ya masa mau disandingin sama Gilang yang otaknya setengah miring gitu?"

Bagas langsung terbahak kencang sambil menggebrak meja. Dia mengangguk-angguk setuju dengan pemikiran Devian.

"Tapi, gantengan juga gue."

".. what?"

Dua cowok manis itu langsung melempar tatapan tidak percaya pada Teri yang dengan pedenya menyisir rambut cokelatnya ke belakang, lalu menyeringai.

"Buktinya kalian berdua suka sama gue."

"Sialan! Gue nggak, ya!" Bagas berdiri dari duduknya, sedikit menyondongkan badan ke arah Teri, lalu menyentil kening cowok tinggi itu. "So pasti, gue engga!"

Mereka berdua tertawa kecil. Sedetik kemudian, melempar pandangan pada Devian yang bungkam dengan wajah merah.

".. kalau lo, Devi?" tanya Bagas pelan. Mengangkat kedua alis ketika Devian menatapnya dengan wajah yang bertambah merah.

"Gue? Gue apa?"

".. lo suka Teri?"

Devian menahan napas. Matanya bergerak gelisah. Menatap Bagas, Teri, Bagas, kemudian Teri lagi. Pada akhirnya, dia memilih untuk bangkit, dan merapikan buku-bukunya, tanpa memandang lagi dua cowok yang tengah memandangnya bingung.

"Udah, ya. Gu—gue mau istirahat aja. Nanti kita lan—lanjut pulang sekolah di rumah.. eum, di rumah siapa ya? Ah, di rumah siapa aja, deh. Bye!"

Bagas terkekeh melihat reaksi Devian, lalu melirik Teri.

Percaya tidak percaya, cowok tinggi itu masih menatap gerak-gerik Devian sebelum akhirnya tubuh kecil itu menghilang di balik pintu kelas, dengan seulas senyum kecil terukir di wajah tampannya.

Nah, itu dia! Bagas membatin dengan wajah lega. Dia tersenyum senang, dan mengangguk pelan. Sebentar lagi.. gue buat kalian sadar sama perasaan masing-masing.

.

B A G A S

Gue bergegas masuk ke dalam ruang guru, setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Pak Firman—guru Sejarah kelas sebelas—yang pertama kali menengok, dan memergoki gue yang lagi cengar-cengir di depan pintu.

Seat 12-13Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang