S26

21.3K 3K 137
                                    

Karena kini, kamu milikku, dan tidak boleh ada yang lain di antara kita.

***

A U T H O R

Bunyi berisik dari aplikasi Line, membangunkan Bagas dari tidur nyenyaknya. Dengan lambat, Bagas menggulingkan tubuhnya, lalu menyipitkan mata hanya untuk melihat jam dinding.

Pukul setengah enam.

Baru saja Bagas ingin kembali memejamkan mata, bunyi berisik lagi-lagi membuatnya kesal. Dia merampas handphone yang tadi terletak di meja kecil di samping tempat tidurnya, kemudian membuka aplikasi Line.

Beberapa pesan dari Andrian yang menyuruhnya untuk bangun dan segera mandi.

Salah satu hal menyedihkan pas punya pacar Guru.

Bagas menghela napas, dan mengetik balasan singkat untuk Andrian, dengan wajah jengkel.

bagasdirgantara: iya mas

Cowok berambut hitam acak-acakan itu bangkit dari posisi baringannya. Dia menguap sebentar, lalu menutup matanya.

Merem bentar, deh. Kumpulin nyawa.

Tapi dia keblablasan dan kembali tidur dengan posisi terduduk.

.

Bagas mengerucutkan bibir. Matanya masih memandang penuh jengkel pada Bapak-Bapak berkumis tebal dengan baju sekuriti yang menempel di tubuh besarnya. Sesekali, dilihatnya si Bapak sekuriti yang tengah meliriknya, kemudian berdecih malas.

"Tunggu Ibu Fatma dulu. Kalau Beliau udah datang dan kasih kamu hukuman, kamu boleh masuk."

Si Bapak!

Bagas langsung membulatkan matanya—puppy eyes andalannya—lalu mencebikkan bibir. Dia membuat wajah memelas terparah yang dia bisa. "Pak.. Bu Fatma katanya nggak masuk lho, hari ini, Pak. Bapak tega kasih harapan palsu ke saya? Bapak suruh saya diam di depan gerbang, di tengah cuaca sepanas ini? Nanti kulit saya belang, terus pacar saya malah berpaling dari saya. Sakit tahu, Pak. Bapak nggak pernah muda, ya?"

"Iya, nanti pasti ada Guru ke sini buat gantiin Bu Fatma ngehukum kamu."

Lah elah, geblek si Bapak.

Terpaksa, Bagas mendengus keras-keras, dan berjongkok, sambil menjambak pelan rambutnya.

Tahu gini gue nggak usah balik tidur lagi tadi, njir.

Lama Bagas berjongkok dengan menyedihkan, akhirnya suara pintu gerbang yang terbuka memasuki indra pendengarannya. Dengan semangat, Bagas mendongak, dan memasang cengiran.

Tapi, cengirannya luntur seketika.

Di hadapannya, Andrian berdiri tegap, memandangnya dengan tatapan membunuh.

Mati gue!

.

B A G A S

Kalau aja gue ikutin saran mas Andrian tadi pagi buat bangun dan langsung mandi, nggak mungkin kali gue bakal dihukum kayak gini.

Gue berkali-kali ngelirik mas Andrian yang ngawasin gue di depan pintu toilet siswa. Tatapannya masih sama menusuknya. Gue langsung merinding sendiri.

Mas Andrian marah sama gue, nih, kayaknya.

"Jangan bengong. Itu lantai di pojok kanan belum bersih."

"Kalau mau bersih, sini, mas ikut bantu!"

"Ogah. Kamu yang salah. Kamu nggak dengerin perkataan mas. Kamu mengabaikan mas."

"Yaelah, mas. Bagas itu masih ngantuk kalau mas Andrian bangunin jam setengah enam. Bangunin Bagas itu jam enam kurang lima belas menit, kek. Baru Bagas bisa bangun."

Seat 12-13Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang