B A G A S
Gue nunduk. Kayaknya ngelihatin tangan gue yang lagi ngetik di laptop lebih menarik, daripada ngelihat mas Andrian yang dengan santainya ngelempar tatapan tajam ke gue.
Pengen banget rasanya tutup laptop terus lari ke mas Andrian, peluk itu mas-mas berotot erat-erat sampai sama-sama nggak bisa napas. Ya, tapi gue sadar diri juga kali ah.
Gue emang siapanya dia?
Gue ketemu mas Andrian di bioskop saat nonton film horor. Gue duduk di seat 13 karena si tiga manusia otak udang—Teri, Devian, sama Gilang—ngejahilin gue. Mas Andrian duduk di seat 12 dengan tampang bego karena ninggalin popcorn sama minumannya di luar Teater.
Sejak gue ketemu dia, banyak kebetulan yang mampir di kehidupan gue.
Seperti dia yang ternyata jadi guru Matematika pengganti. Dia kenal Kak Bian, dan Kak Bian ternyata cinta mati sama mas Andrian sampai-sampai rela mencelakai wajah tampan gue.
Sampai kasih gue kejutan, kalau ternyata gue punya jiwa homo tersembunyi, khusus buat mas Andrian.
Selain alasan emang gue siapanya mas Andrian, gue juga nggak mungkin bisa peluk mas Andrian sekarang karena gue lagi ada di kelas dengan beberapa orang yang memilih buat makan di kelas daripada di kantin.
Mana mas Andrian nggak keluar-keluar kelas lagi semenjak jam pelajaran dia habis. Ngapain juga diam di kelas gue?
Nggak kerasa, gue jadi bengong karena mikirin mas Andrian. Sedangkan mas berotot yang bikin gue khilaf itu tahu-tahu udah duduk di bangku Gilang.
Si gukguk, bikin gue shock aja hobinya.
"Nugas?" tanya dia.
Ya iyalah, nugas. Dikiranya gue ngebokep di sekolahan?
Gue memilih untuk bungkam. Malas ngomong sama dia. Natap dia aja enggak. Setiap ngelihat dia, pandangan gue selalu aja nggak bisa fokus dan ujung-ujungnya pasti jadi ngelihatin bibir kissablenya mas Andrian.
Bibir yang udah dicium sama Kak Bian.
Sialan.
"Kamu mengabaikan mas lagi." Mas Andrian menghela napas di samping gue. Gue ngerasa tatapannya, kapan aja bisa makan gue hidup-hidup. "Kenapa?"
Gue tanya, apa mas Andrian setidak peka itu?
Apa dia nggak kepikiran sama ciuman dia dan Kak Bian kemarin, di belakang rumah gue?
Seenak itu kah, ciuman Kak Bian, sampai-sampai dia jadi amnesia dadakan?
Salah nggak, sih, kalau gue jatuh cinta sama orang super nggak peka kayak mas Andrian?
Masih banyak yang mau gue tanyakan sama diri gue sendiri. Tapi gue lagi-lagi memilih diam. Nggak berkutik sedikit pun. Bahkan laptop di depan gue mulai meredup, kemudian warna hitam menghiasi layar.
Bukannya habis baterai, cuma daritadi gue emang mengabaikan laptop di depan gue, sampai-sampai layar benda kotak itu redup sendiri.
Karena nggak tahu harus ngapain, gue akhirnya menoleh ke mas Andrian. Dia masih ngelihatin gue, dan angkat kedua alis saat tatapan kita bertemu.
"Nggak ada apa-apa." Gue menghela napas, kemudian menunduk buat ngehindarin tatapan bingung mas Andrian buat gue. "Bagas cuma agak kaget sama kejadian kemarin."
Lebih baik mengaku 'kan, daripada sok tegar?
".. kamu tahu sendiri, 'kan, mas sama Kakak kamu nggak ada hubungan apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seat 12-13
Teen FictionBagas bingung. Dirinya sudah duduk di seat 13 yang posisinya ada di paling kiri. Filmnya sudah dimulai, tapi tidak ada satu pun orang yang duduk di sampingnya. Demi Tuhan, Bagas menonton film hantu hanya karena ingin pamer pada sahabat-sahabatnya, s...