S21

22.7K 3.4K 425
                                    

Jangan menoleh ke belakang lagi. Ayo, kejar aku saja!

***

B A G A S

Gue bengong.

Bengong karena kata-kata mas Andrian, dan karena laptop di depan gue—yang tadi digebrak mas Andrian.

Bukannya apa-apa sih, tapi..

.. laptop yang dipakai buat bikin tugas kelompok itu, laptopnya Devian.

Duh, bego banget sih mas Andrian, pakai gebrak-gebrak laptop orang segala. Kalau misalnya ada apa-apa, sumpah, bakal gue suruh mas Andrian ganti rugi.

Untung Devian nggak ada di kelas. Kalau aja dia di kelas tadi, dan menyaksikan bagaimana kerasnya gebrakan mas Andrian ke laptopnya dia, yang jadi sasaran pukulan, pasti gue.

Gue mengusap wajah dengan kasar. Diam-diam melirik kelas yang mulai ramai.

Semoga aja para manusia yang tadi ada di kelas, pada tutup mulut. Nggak ember.

Kalau aja si Devian sampai tahu, laptopnya digebrak mas Andrian tadi, habislah gue.

Pada akhirnya, gue kembali larut dalam ngerjain tugas kelompok, sampai Gilang duduk di samping gue, dan nepuk bahu gue. Gue cuma ngangguk sekali, nggak berniat menoleh.

"Bego lu, Gas. Sumpah. Tadi lu bilang ke gue, Devian, sama Teri, kalau lu udah sarapan, padahal pas sama gue doang, bilangnya belum sempat sarapan. Lu niat bohong nggak, sih? Kalau mau bohong itu jangan tanggung-tanggung!"

Dia langsung noyor kepala gue, sedangkan gue cuma bisa nyengir. Iya, emang bego gue. Kayak mas Andrian. Mungkin kita jodoh.

"Iya, iya, maaf Gilang. Abisnya, gue kasihan lihat kalian kelimpungan gitu, padahal kalian sendiri juga lapar, 'kan?"

Gilang manggut-manggut. Sedetik kemudian, dia menyerahkan dorayaki cokelat yang merknya nggak bisa gue sebut itu, sama sekotak susu cokelat ke gue. Dia mengangkat bahu, saat gue melempar tatapan bingung. "Gue tahu lu nggak pintar bohong. Jadi pas udah di kantin, gue langsung sadar. Gue cuma bisa beliin itu. Nggak bisa bikin kenyang sih, tapi ya makan aja, buat ganjal perut."

Gilang mah kalau udah baik, baiknya kebangetan. Kebayang 'kan, gimana dia pas udah jahat—dan jahatnya kebangetan?

"Thanks, Gilang. Eh, gue makan, ya? Mumpung Bu Sumi belum masuk."

"Oh, iya. Makan aja. Selaw kalau sama gue mah."

Gue langsung buka bungkus dorayaki yang dibeliin Gilang, sedangkan Gilang langsung mengambil alih tugas kelompok. Dia sedikit mengerucutkan bibir, dan mengernyit saat memeriksa tugas kelompok kita.

Beberapa kali, gue lihat dia beresin masalah typo dan pada akhirnya mengerjap, lalu menoleh ke arah gue.

Kita tatap-tatapan beberapa detik, sebelum akhirnya gue memutuskan kontak mata, dan meminum susu pemberian Gilang.

"Kak Bian di sekolahan."

".. ha?" Gue kembali menatap Gilang. Itu anak udah geser kursinya, mendekat ke gue.

"Gue lihat dia nyariin mas Andrian."

".. oh."

"Penasaran gue, dia mau ngapain. Soalnya tadi dia kayak panik gitu."

".. masa?"

".. nggak niat banget lu ngobrol sama gue, cuk."

Iyalah, nggak niat. Siapa coba yang niat ngebahas sang gebetan yang sedang dikejar-kejar Kakak sendiri? Siapa yang mau sakit hati, goblok?

Seat 12-13Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang