Twelve

743 69 8
                                    

By:
Buntet, Bwi, DaeBaekV

Tidak perlu meneliti sampai bertahun-tahun untuk mengoreksi maksud dari netra itu. Kosong. Kehidupan sudah terbuang, rata, seperti tanah tandus yang telah ditinggal unsur hara.

Setelah kepergiannya, tak ada lagi yang bisa dilakukan. Semuanya pergi, bahkan kenangan manis yang seharusnya tersimpan rapih dalam memori Taehyung semuanya hilang.

Kosong.

Tatapan dari netra itu kosong, sama seperti hatinya. Kepergian lelaki itu membuatnya hidup bagaikan raga tanpa nyawa.

Taehyung ingat hari dan tanggal ini. Tiga tahun lepas. Saat tubuh tegap dan bahu lebar itu terpental jauh. Meninggalkan jejak darah di sekitaran tubuhnya.

Taehyung menyentuh permukaan besi yang tertutup salju putih. Merasakan tubuh yang pernah terbaring tiga tahun lalu di sana.

Taehyung memeluk, seolah memeluk tubuh berdarah yang dulu dia dekap. Menjadi ritualnya ditiap tanggal duabelas februari.

Rasanya ritual itu tak akan terputus. Siklus tahunan permanen, menurutnya.

Duabelas ya.

Kembali ke angka duabelas.

Besi-besi tetap berkarat. Peron masih menangis, memeluk sepi. Saksi dari pencabutan nyawa dari seorang pemuda.

Nyawa dari orang yang seharusnya berada di sisi Taehyung.

Kesedihan itu tidak akan sirna. Meski waktu telah berlalu begitu jauh. Taehyung tetap di tempat. Tetap tenggelam dalam cintanya yang tak akan pernah kembali.

Tenggelam dalam kelamnya kenangan terakhir yang ditinggalkan lelaki yang paling dicintainya.

Taehyung pernah berangan jika saja ia sang penguasa waktu, maka ia akan memutar waktu kembali ke angka duabelas itu. Ia ingin sekali berteriak dan menyuruh Seokjin berhenti melakukan hal bodoh saat langkahnya makin jauh ke tengah rel.

Seokjin mengancam akan melakukan bunuh diri jika Taehyung tak memaafkannya.
Bodoh, tak perlu mengancam, Taehyung tentu akan memaafkan Seokjin.

Taehyung ingat senyum jenaka yang terpasang di wajah seokjin kala itu. Senyum yang menampakkan bahwa ia sedang bermain-main dengan lelucon yang dia buat. Senyum sialan yang berubah kebungkaman serta membolakan mata saat kereta datang tiba-tiba.

Taehyung kembali menutup mata. Gambaran itu berputar di pelupuk matanya. Seolah di hadapannya kejadian itu kembali terulang. Namun saat Taehyung membuka mata bayangan Seokjin yang terhantam hilang seketika, berganti dengan hamparan putih sejauh ia memandang.

Satu lelehan meluncur di pipi. Meski tiga tahun berlalu, hantu bernama masa lalu itu menari-nari menakutinya.

Salju masih tetap menghiasi tempat itu. Masih beku, seperti tidak ada niatan untuk mencair. Memori kepedihan itu pun seakan ikut membeku dalam ingatan.

Batangan logam besar di dekat peron, diambil mengisi genggaman tangan yang sedari tadi tak berisi. Disinggungkan logam tersebut sembari berjalan tanpa arah.

"Duabelas. Duabelas katanya."

Semakin besar suara desingan besi itu, semakin lebar sunggingan di bibir Taehyung terpatri sempurna.

Terus. Menerus.

Tanpa henti.

Candu.

Hal ini jadi candu bagi Taehyung.

Ia ingin lagi.

Menggesekan besi itu lagi.

Lagi. Dan lagi-

"Hyung, aku merindukanmu. Kita pasti bertemu lagi, kan?"

Hingga akhirnya tercipta tawa tak wajar.

Sementara gesekan itu makin tak berirama.

Cepat.

Terburu dan tergesa.

"Tunggu aku, hyung. Aku mencintaimu."

Ia tersenyum, mendengar suara bising yang semakin lama semakin mendekat.

Mendekat dan mendekat.
Sebongkah sinar menghampirinya tanpa ampunan.

Begini.

Makin tak tentu irama gesekan besi itu, sementara tawa Taehyung makin tak terkendali.

"Menyingkir!"

Alih-alih mengangkat kaki dari rel, Taehyung mempercepat larinya menyusuri sepanjang jalan kereta itu.

Makin menggila.

Yang ada di pikirannya; gesek sampai habis! Sampai tak bersisa!

Biar hilang semua duka!

Dan-

Memang hilang duka yang ia punya-karena dukanya telah ia bagi pada orang sekitar yang melihat Taehyung bersimbah darah terpental oleh mesin berkepala masinis itu.

Taehyung tidak pernah menyangka. Saat tubuhnya sudah tidak lagi bisa digerakkan, ada kelegaan yang tak terkira di sana.

Suara itu. Suara yang dirindukannya itu kembali terdengar di telinga.

Taehyung tersenyum. Kali ini senyum indah yang terukir. Lalu ia menyambut tangan yang terulur padanya.

Selamanya aku akan bersamamu.

Secangkir FilantropiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang