Suatu Sore

1.1K 39 2
                                    

Angin berhembus pelan bersama datangnya gerimis dari langit yang telah bergemuruh sejak tadi, waktu telah menunjukan pukul empat sore. Pun bel pulang berbunyi seperti melodi indah yang mengalun dari surga, aku lantas bersyukur karena dapat lepas sejenak setelah seharian berkutat dengan buku-buku tebal dan materi-materi yang sulit sekali dicerna oleh otakku. Yah walaupun esok aku akan menemui semua ini lagi.

Ku langkahkan kakiku tuk segera menemuimu di ujung koridor seperti biasanya, dan benar kau sudah menungguku disana lalu melambaikan tanganmu padaku dari ujung koridor panjang yang saat itu telah ramai. Ku percepat langkah kakiku agar dapat segera berjalan beriringan hingga gerbang seperti biasanya.

Senda gurau selalu terlontarkan dari mulut kita, bahkan sesekali cerita tentabg bagaimana hari berlalu. Aku selalu suka saat-saat itu, terutama saat dimana kau selalu mengusap lembut kepalaku.

Ah, aku tidak menyangka waktu begitu cepat. Seperti kisah kita yang begitu cepat berlalu dan hilang, begitu pula cepatnya dirimu menemukan penggantiku. Tapi aku senang kau tetap melanjutkan bahagiamu bersama gadis lain, meski aku harus sakit disini; terlebih lagi ketika melihatmu mengusap lembut kepalanya seperti apa yang selalu kau lakukan padaku sebelumnya.

Hari ini aku menulis tentangmu lagi, ditemani langit yang bergemuruh seperti sore hari itu, dan kurasa aku harus melupakanmu. Sebab rasanya sudah terlalu lama aku terpatahkan olehmu. Iya, munafik memang bila sebelumnya aku selalu bilang aku baik-baik saja. Dan kenyataannya aku sehancur ini.

Tapi aku benar-benar bersyukur karena kau hadir dalam cerita akhir masa putih abu-abuku, dan setidaknya aku punya cerita cinta yang dapat kukenang dikemudian hari.
—shasasora;2019

Setumpuk RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang