SEPULUH

21 3 0
                                    

===

Saat istirahat Sunny datang ke kelas Arka. Suasana kelas Arka sama dengan suasana kelas Sunny. Ramai. Sebenarnya, Sunny jarang datang ke kelas Arka, karena biasanya mereka akan bertemu di kantin, atau ditempat lainnya. Tapi karena dari tadi pagi Sunny tidak melihat Arka, maka ia datang ke kelas cowok itu.

"Cielah, yang abis diobatin mantan. Awas jadi baper" celetukan itu berasal dari Tito, yang selalu saja asal kalo ngomong. Lalu diiringi dengan siulan jail dari Ivan dan Dika.

"Cihuuy menang banyak ya, Ar?"

"Ada hikmahnya ya lo jatuh tadi. Bisa ketemu si cantik Finka," itu suara Ivan.

"Untung aja tadi gue ke uks, jadi bisa tau hot gosip tahun ini" Tito berkata dengan gaya lebay, yang bisa bikin siapa jijik melihatnya.

Arka bedecak kesal, "Apaan sih lo pada" katanya tidak terima.

Sunny yang dari tadi menyimak obralan mereka, akhirnya menghampiri.

"Pada ngomongin apa?" Sunny penasaran. Menatap satu persatu Ivan, Tito, dan Dika. Tapi yang ditatap hanya menahan senyum. Jelas saja itu membuat Sunny semakin penasaran.

"Ada Sunshine nya Arka" goda Tito kepada Sunny.

Arka melotot, ingin rasanya menyumpal mulut Tito pake kaos kaki biar bisa diam dikit aja. Sunny tidak menanggapi, itu membuat Arka sedikit lega.

"Siku lo kenapa?" Sunny melihat ada yang beda dari siku Arka langsung bertanya.

"Biasalah anak laki-laki, belum laki kalo belum berdarah" Sunny menoleh, karena bukan Arka yang menjawab melainkan Dika.

"Kenapa sih?" tanya Sunny lagi, kurang puas dengan jawaban yang didengarnya.

"Jatuh tadi," jawab Arka seadanya.

Sunny menarik tangan Arka, dan memperhatikan siku Arka yang luka, "sakit ya?" tanyanya.

"Sedikit."

"Lo sih, nggak hati-hati. Bisa sampe luka kayak gitu." Sunny mendumal. Arka yang ia tahu biasanya selalu berhati-hati dalam segala hal. Melihat Arka luka sedikit membuat cewek itu khawatir.

"Lain kali bakal hati-hati," kata Arka. Diperhatikannya Sunny lekat-lekat, melihat Sunny sebegitu pedulinya membuat ia merasa senang. Arka rela jatuh berkali-kali bila bisa mendapat perhatian Sunny.

"Udah makan? Ke kantin yuk" ajak Arka.

"Males ah, tadi udah ke kantin bareng Firda"

"Gue traktir" singkat Arka.

"Setuju!" Sunny menjawab antusias, matanya sedikit berbinar.

Arka berdecak, "cepet banget ya, kalo mau dapet yang gratisan" sindirnya.

Sunny nyengir, "kata ibu, rejeki nggak boleh ditolak"

Arka baru saja hendak beranjak, ketika celetukan teman-temannya terdengar lagi.

"Duileh, kitanya nggak di traktir juga?"

"Mau juga dong ditraktir sama mas Arka"

"Pegang tangan aku mas pegang"

Arka memutar bola matanya kesal, melotot sebagai peringatan kepada teman-temannya. "Berisik!" ketusnya.

"Mas Arka jahat ya" jawab Ivan sok melankolis.

***

Akhir-akhir ini Sunny menjadi dekat dengan Darel. Karena seringnya Darel ada di kafe membuat intensitas kedekatan mereka meningkat.

Menurut Sunny, Darel cowok yang baik. Ia juga selalu nyaman bila diajak Darel ngobrol tentang segala hal. Seperti yang terjadi sore ini, Darel duduk dihadapan meja kasir sambil terus mengajak Sunny untuk bicara.

"Jadi menurut lo gue harus minum apa hari ini?" Darel bertanya sambil memandangi buku menu. Keningnya sampai berkerut, Darel memang sedang seserius itu.

Sunny menatap geli sikap Darel, "ya, terserah lo" jawabnya menahan senyum.

"Yang ini gue udah bosen," kata Darel, jarinya menunjuk salah satu menu yang sering ia pesan. "Caramel macchiato, gimana?" tanyanya.

"Oke, satu Caramel macchiato. Silahkan ditunggu" Sunny berkata sopan, seoalah Darel tadi tidak meminta pendapatnya.

"Gue kan nanya" gerutu Darel. Ditaruhnya buku menu dengan lesu.

"Abisnya lo mau pesan minum, ribet banget." Sunny jujur, "yaudah, tunggu gue pesanin ke belakang dulu ya" kata Sunny berlalu.

Darel membuang napas kasar, sudah seminggu Darel mendekati Sunny tapi belum ada tanda-tanda kalo Sunny suka padanya. Ini tidak biasa! Biasanya semua cewek yang ia dekati akan bertekuk lutut dalam kurun waktu tiga hari. Tapi Sunny benar-benar berbeda, cewek itu seolah menganggap Darel tidak sedang berusaha pedekate.

Darel bertekad, ia akan membuat Sunny suka kepadanya. Darel tau, bahwa hanya dengan sekali melihat, semua orang akan tahu Sunny adalah salah satu orang yang spesial untuk Arka. Dan Sunny adalah jalan Darel untuk membuat Arka hancur.

Bagi Darel, Arka memang harus hancur. Dari dulu Arka selalu saja menjadi penghalang, dulu saat SMP, maupun untuk saat ini. Darel akan membuat Arka merasakan apa yang dulu ia rasakan.

"Satu Caramel macchiato, siap." Sunny datang sambil menyodorkan pesanan Darel.

"Nanti lo dijemput Arka?" Darel bertanya, sambil meminum Caramel Macchiato-nya.

Sunny menggeleng, "enggak. Arka bentar lagi turnamen futsal Nasional. Jadi dia sibuk latihan, nggak sempet jemput gue"

Dada Darel bergemuruh mendengar penuturan Sunny. Ada rasa tidak terima yang pekat, seharusnya ia yang ada di posisi Arka. Tapi, dengan pintarnya Darel menutupi emosinya. "Lain kali, lo harus liat gue main futsal. Gue juga jago main futsal" Darel membanggakan diri.

Sunny menautkan alisnya, "gue kan udah pernah liat, waktu lo sparring disekolah gue" Sunny menjawab. Dari ingatan Sunny, ia tahu bahwa Arka jauh lebih jago dari Darel. Sunny sangat ingat, Darel mainnya suka kasar dan emosional.

"Iya. Tapi lain kali lo harus liat gue latihan. Mau kan?"

"Boleh," jawabnya. Sunny melihat jam yang melingkar ditangannya. Sudah waktunya pulang. Mbak Sarah sudah ada di kafe, jadi Sunny boleh pulang.

"Shift gue udah habis. Lo masih mau disini?" Sunny keluar dari meja kasir.

"Gue anter pulang, ya?" kata Darel langsung, lalu meminum Caramel Macchiato--nya yang yang tinggal setengah.

"Nggak usah. Gue bawa sepeda kok." jarinya menunjuk kearah sepeda pink diluar kafe.

Darel berpikir sebentar, "gue anter pulang, sepeda lo ditinggal di kafe aja. Besok baru bawa pulang" kata Darel sambil tersenyum manis. Sunny hendak protes, "sekalian gue mau tau rumah lo, masa rumah calon pacar sendiri nggak tau" Darel menimpali.

"Eh," Sunny tergagap. Pipinya mendadak memanas, ia yakin saat ini pipinya sudah merah seperti kepiting rebus.

Sunny malu. Ia tidak pernah sedekat ini dengan seorang cowok selain Arka. Baru kali ini ia bisa akrab dengan cowok selain Arka. Dan kedekatan itu, membuat Sunny merasakan perasaan aneh yang membuncah.

"Terserah lo deh," jawab Sunny cepat. Sengaja, karena Sunny tidak mau Darel tau kalo ia sedang gugup. "Tapi sepeda gue beneran aman, kan?"

Darel tertawa, "tenang aja, dijamin aman"

Tangan Darel terulur dan mengacak rambut Sunny pelan. Sunny tertegun. Belum pernah ada cowok yang menyentuh rambutnya selain Arka. Perasaan aneh itu tiba-tiba muncul. Sunny jadi bingung dia ini kenapa.

"Yuk," ajak Darel, lalu keduanya keluar dari kafe.











Regards, Intan Puspita.

Back To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang