DUAPULUHENAM

22 3 2
                                    

"I looked at him as best friend. Until I realized i loved him."--Sunny Andini.




=====

Suasana kantin sepulang sekolah masih ramai. Semua pungunjungnya adalah murid kelas dua belas yang tidak langsung pulang karena masih harus mendapatkan pelajaran tambahan untuk persiapan ujian nasional.

Berisik. Itu lah yang paling tepat bila harus mendeskripsikan suasana kantin itu.

Di meja paling pojok tampak empat orang remaja laki-laki duduk berhadapan sambil melahap sepiring batagor masing-masing.

"Pan, Pan. Arah jam sembilan." bisik Tito.

Refleks Ivan menoleh, tidak hanya Ivan bahkan Arka dan Dika pun ikut menoleh. Disana, ada segerombolan gadis yang sedang makan bakso mang Ujang. Namun, orang yang dimaksud Tito adalah gadis dengan rambut sepunggung yang sedang tertawa bersama teman-temannya. Gadis itu cantik, hidungnya mancung, bibirnya tipis, kulitnya putih bersih, dan pipinya bersemu kemerahan. Itu Nadine. Mantan pacar Ivan. Iya, sekarang sudah jadi mantan.

Ivan mengusap wajahnya kasar,"Gila ya. Bener kata orang. Cewek itu lebih cantik kalau udah jadi mantan."

Tito terbahak. Puas dengan ekspresi Ivan yang kayak nelangsa banget hidupnya.

"Semesta itu adil, ya. Kemarin lo main-main. Sekarang malah lo yang dipermainkan."

"Berisik banget lo Tit, elah." Respon Ivan gusar. Diabaikannya mata Tito yang melotot karena sebutan namanya yang nggak dia suka. Namun Ivan tidak peduli. Di perhatikannya lagi gadis itu. Entah apa sebabnya tiba-tiba tiga minggu lalu, Nadine mengakhiri hubungan yang selama ini Ivan jaga mati-matian. Ya, walaupun kadang Ivan masih suka godain cewek-cewek tapi hatinya tetap utuh untuk Nadine. Rasanya baru kemarin mereka menghabiskan waktu berdua. Tapi sekarang malah udah jadi mantan aja.

"Kalau masih suka, ya perjuangin." sindir Arka. Sengaja, karena Ivan juga pernah mengatakan kalimat yang sama untuk Arka.

Ivan acuh. Mamasukan sesendok batagor ke dalam mulutnya. "Lo pikir kemarin-kemarin gue ngapain? Bantuin sunggokong nyari kitab suci?"

Derai tawa tidak terhindarkan. Serius muka Ivan sekarang lucu banget, kayak minta diketawain dan dihujat. Mengingat selama ini Ivan super pede akan dirinya sendiri dan sekarang malah frustasi karena satu gadis. Susah ya kalau udah cinta mah.

"Berjuang itu kalau yang diperjuangin mau diperjuangkan. Kalau yang diperjuangin aja nggak peduli, ya ngapain? Buang-buang tenaga." tutur Ivan lagi.

"Uluh-uluh sayangku, sini peluk dulu. Lagi patah hati ya?" Tito yang duduk di sebelah Ivan mencoba memeluk cowok itu. Namun dengan kasar Ivan menepisnya, dan mendelik ke arah Tito.

"Najis Tit, najis sumpah." seru Ivan.

"Gue halal kok pan serius. Tadi abis wudhu, suci nggak mengandung najis."

Dika tertawa sampai memegangi perutnya. Namun perhatian Arka sudah teralihkan oleh seseorang yang baru saja datang. Matanya tidak lepas dari gadis itu.

Sunny baru saja duduk dikursi kantin yang kosong, berdua dengan Firda. Sebenarnya Sunny dan Firda sudah janjian bawa bekal dari rumah, namun karena ia ingin minum yang dingin-dingin, jadi disini lah mereka. Duduk sambil menunggu dibuatkan es jeruk. Tenggorokannya harus segera didinginkan karena otaknya sudah cukup panas dipakai berpikir seharian ini.

"Gue duduk disini, ya." Bayu meletakan semangkuk bakso dan sebotol air mineral dingin.

Firda menatap tajam Bayu, "siapa bilang lo boleh duduk di sini?"

Back To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang