22 || Kehilangan

1.8K 103 2
                                    

"EL! EL! TUNGGU EL!"

Dava terus berlari mengejar Eliana yang pergi meninggalkannya begitu jam pulang telah tiba. Entah menghilang kemana Eliana sekarang, tadi sempat terlihat, tapi sekarang sudah menghilang karena kerubunan orang yang juga mau pulang.

Entah Dava harus melakukan apa, ia mengaku salah dengan kejadian beberapa waktu lalu. Dava sadar, sangat sadar akan ucapannya siang tadi. Dava hanya ingin berniat baik, pria itu hanya ingin Eliana kembali menentang keputusan kedua orangtuanya yang ingin bercerai.

Dava yakin, gadis itu pasti belum jauh, karena setiap ada masalah, Eliana memang tak pernah pergi dulu dari tempat itu langsung menuju ke rumah lalu mengurung diri, tidak, Eliana tidak seperti itu. Ia pasti akan mencari tempat sepi terdekatnya lalu mulai bercerita disana sambil menangis, buktinya, saat Dava melewati taman belakang sekolah, sayup sayup terdengar sebuah suara isakan yang sangat ia kenal.

"El.." sahut Dava pelan sambil berjalan menghampiri Eliana yang masih sesenggukan sambil menutupi wajahnya lewat lekukan tangannya.

Eliana terdiam, berusaha menghilangkan sesenggukannya begitu mendengar suara Dava yang masuk kedalam indra pendengarannya.

Eliana memejamkan matanya, berusaha terlihat baik baik saja. dengan sembunyi sembunyi, gadis itu perlahan menghapus air matanya dengan ibu jarinya yang mengalir lewat pipinya. Ia mendongak, tak menatap Dava, melainkan menatap kosong ke depan.

Dava menghela nafas, "El, gue cuman mau yang terbaik buat lo. Gue yakin, kalo lo coba bujuk lagi orangtua lo yang mau pisah itu, pasti orangtua lo bakal mikir mikir lagi soal keputusannya."

Eliana diam, tak brgeming sedikitpun hingga akhirnya Dava menegurnya, "El, coba pikir deh, gimana kalo ini semua berhasil? Lo bisa bahagia, El. Lo bisa merasakan ketentraman dalam keluarga lo lagi. Gue gasuka liat lo sedih. Tapi.. gue sih terserah lo, kalo lo mau merubah jalan pikiran orangtua lo.. gue tunggu lo di mobil" sahut Dava menepuk pundak Eliana dua kali, lalu berdiri, hendak meninggalkan Eliana, namun sebuah suara membuat nya berhenti.

"Semuanya ga semudah yang lo pikir, Dav. Gue udah coba waktu itu. Tapi hasilnya? Ga ada hasilnya sama sekali, Dav. Yang ada gue akan kembali terpukul akan hal itu, Dav. Tolong.. ngertiin gue.." timpal Eliana sambil menatap punggung Dava dengan miris.

Dava kembali menoleh, kali ini dengan wajah gemasnya, "lo ambil keputusan tanpa mencoba El. Itu kan dulu, mungkin aja setelah lo pergi, mereka sedikit menyesal, lo bisa buat mereka mengerti dengan ngomong kalo mereka itu sebenarnya butuh seorang anak. Da-"

"Tapi kalo ga berhasil gimana?" Potong Eliana.

Dava tersenyum lembut, "lo kan udah mencoba, El. Lo harus bikin orangtua lo berfikir ulang akan hal ini, El. Ayolah, jangan negative thinking dulu" nasehat Dava.

Eliana terdiam, benar kata Dava, tidak salahnya kan mencoba? Siapa tau dengan hal ini, orangtuanya akan mengerti.

Ia pun balas tersenyum lembut pada Dava, mengusap sisa sisa air matanya yang tersimpan di sudut matanya, lalu berdiri sambil menepuk nepuk rok bagian belakangnya yang kotor akan tanah.

Mereka pun berjalan beriringan menuju parkiran sekolah, jika saja seseorang menghalangi jalannya dengan raut wajah yang tak bisa diartikan.

Untuk apa perempuan itu ada dihadapannya?

"Mau apa lo?" Ketus Dava kepada Emma yang menatapnya.

Eliana tak ikut bicara, sampai akhirnya, gadis dengan rambut coklat keemasan sepunggung itu berjalan menuju Eliana lalu memeluk nya. Eliana tak membalas nya melainkan menaikkan sebelah alisnya.

"Maafin gue El, lo bener. Gue ga pantes disebut temen siapapun. Gue memang pengkhianat El, tapi gue mohon, tolong maafin gue.. maafin gue El, gue tau, sulit buat lo maafin semua kejahatan gue ke lo. Apalagi saat gue yang udah keterlaluan bully lo. Tapi kata kata lo, buat gue sadar El, gue mohon.. maafin gue.. hiks.." Eliana terkejut, apa benar Emma menangis? Atau berpura pura saja, dari perkataannya hanya terdengar keseriusan, tapi belum tentu kan matanya? Mata tidak akan berbohong. Siapa tau ia berbohong dan hanya mengeluarkan air mata buaya.

Why Did Everyone Avoiding Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang