30 || Yang terakhir?

2.4K 112 0
                                    

"Uhukk.. uhuk.. huekk.. uhuk.. uhuk.. uhukk.."

"Dek! Kamu ga apa apa?!" Seru Faisal.

Sudah 3 kali Eliana bolak balik ke kamar mandi, dan saat itu jugalah Eliana hanya mengatakan 'tidak apa apa' atau 'hanya masuk angin'. Kali ini Faisal tidak akan tinggal diam lagi, adiknya itu sakit. Dan ia yakin hal itu.

Cklek.

Nampak disana Eliana dengan rambut yang sudah berantakan, juga mulut yang basah akibat air yang dicuci ke mulutnya tadi. Eliana nampak kelelahan, bagaimana tidak? Ia sudah benar benar terpaksa memuntahkan cairan merah pekat itu lebih dari 3 kali. Dan itu sangat menyakitkan, tenggorokannya sakit, perutnya juga perih, belum lagi kepalanya sakit.

"Dek, ka-" ucapan Faisal terpotong saat Eliana mengangkat tangannya, ia lelah sekarang, badannya tampak sulit untuk digerakkan, tapi Eliana tetap berusaha untuk pergi ke kamar sambil mendorong kursi roda nya menuju kamarnya.

Eliana merebahkan dirinya di kasur, ia sudah benar benar kesakitan sekarang. Tapi, ia akan tetap berusaha, semampunya, ia akan berusaha, ya, Eliana tidak boleh menyerah begitu saja, ia harus tetap bertahan untuk orang orang tersayang nya, walaupun diantaranya, kedua orangtuanya telah menyakiti hatinya. Eliana tidak berbohong, sesudah Tia dan Gentra tadi meninggalkan Eliana yang mimisan, Eliana jauh jauh terluka, hatinya sudah terluka begitu dalam. Tapi, bagaimanapun juga, ia harus tetap menyayangi kedua orangtuanya itu. Bagaimanapun juga, dan sampai kapanpun, Eliana akan tetap menyayangi Tia dan Gentra.

Drrtt.. drrtt.. drrtt..

Bunyi getar ponsel menandakan panggilan masuk, menginsterupsi Eliana yang tengah melamun, ia menoleh pada ponselnya yang berada di nakas. Tak mau berlama lama mendengar bunyi ponselnya itu, terpaksa Eliana mengangkatnya.

"Ya hallo?" Tanya Eliana dengan suara seraknya.

''El? Lo kenapa? Sakit? Kambuh lagi? Tapi kenapa? Bukannya 3 hari ini baik baik aja ya? Lo baik baik aja kan?"

Eliana terkekeh kecil mendengar penuturan Dava di sebrang telepon, nampak sekali dari suaranya, pria itu mengkhawatirkannya, "gapapa Dav. Ada apa?"

Dava menggerutu, "gapapa gimana?! Suara lo serak begitu! Pokoknya gue mau ketemuan sama lo besok! Gaada tapi tapian! Serinci rincinya, lo harus kasih tau gue apa yang terjadi! Oke?"

Eliana menggeleng gelengkan kepalanya, "besok gue ga bisa Dav-"

Dava misuh misuh disana, "pokoknya harus! Lo jahat ke gue kalo lo ga ke taman deket apartemen lo besok jam 8! Gue tunggu! Ga pake penolakan!"

"Tap-"

Tut..

Eliana menggerutu, kepalanya sudah sangat pusing, tapi sekarang, Dava memintanya untuk bertemu besok? Jam 8 pagi? Di taman? Emang mudah untuknya berjalan ke taman dengan kursi roda? Bukannya menjemput tapi menyuruh! Dasar! Tapi, mungkin jika Eliana menceritakannya ia akan merasa lebih baik. Iya, sepertinya begitu.

*¤*

"Jadi.. gimana?"

Eliana terdiam, ia sama sekali tak berniat untuk menjawab pertanyaan Dava. Padahal, sedari tadi Eliana sudah menyusun kata kata apa yang akan diberikan olehnya pada Dava, tapi sesudahnya, ia kembali melamun dan.. bersedih.

"El-"

"Orangtua gue minta buat datang ke acara jamuan makan malam, bareng klien bisnis nya, kemarin"

Dava mengernyit, "terus?"

Eliana menoleh pada Dava dengan wajah kecewa, "gue.. disana ada perempuan yang numpahin minumannya ke gaun gue. Gue gatau harus apa. Gue marah ke dia, karena dia rusak gaun pemberian kak Faisal, sesudahnya.." Eliana mulai bercerita kepada Dava tentang apa yang terjadi kemarin, ia menangis, tentu saja. Bagaimana tidak? Hari itu adalah dimana ia benar benar kecewa pada kedua orang tuanya. benar benar kecewa.

Why Did Everyone Avoiding Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang