"Nanti kamu naik angkutan umum aja ya Dek, Mamah pulangnya agak malem, jadi Mamah nggak bisa jemput kamu." Selain aku sebal karena panggilan 'Dek', aku juga malas harus menunggu angkot dihalte. Walau ada Secil yang setiap hari setia menunggu angkot disana.
"Iya Mah." Aku mencium pucuk tangannya.
Aku berlari sekuat tenaga, karena pagi ini adalah pelajaran Pak Retno, guru dengan kumis tebalnya dan mistar kesayangannya yang selalu ia bawa kemana-mana. Wataknya yang garang seperti Singa maka ia di beri julukan oleh murid sepuluh satu dengan sebutan 'Pak Resing' atau Pak Retno Singa.
Untung saja saat aku sampai di kelas, aku tidak melihat sosoknya dengan kumis setebal sapu ijuk. Kini kelas sudah amburadul sebab Pak Retno yang termasuk guru killer tidak hadir di kelas. "LENAAA! Gue kira lo nggak masuk hari ini!" Kelas yang sudah amburadul ini ditambah berisiknya mercon dari mulut Secil menjadikan kelas ini riuh-ricuh seperti dipasar. Semua pasang mata terarah kepadaku dan Secil.
"Eh cil. Berisik banget sih lo. Ganggu banget, gue lagi pacaran nih!" Protes Bayu dari kursi paling pojok. Itu adalah kebiasaan Bayu jika guru tidak hadir dikelas, ia langsung mengusir Sukma. Karena hanya kursi Sukma yang letaknya strategis. Mau ngelakuin apa pun tidak akan kelihatan oleh guru.
Sukma langsung berdiri, pindah menuju kursi Bayu. Kini mereka telah bertukar tempat duduk, dengan paksaan Bayu. Karena kalau tidak dengan paksaan, Sukma tidak akan mau pindah. Bayu sering mengancam Sukma dengan cara; ia beberkan gosipnya, kalau Sukma pernah mencium kakak kelas digedung belakang sekolah. "Apaan sih cil-cil. Emang gue punya tampang bocil?!" Secil membalas dengan kata sengit, seolah-olah tak mau kalah dengan Bayu.
Nafasku masih terengah-engah. "Pak Retno udah dateng belum?"
Secil menggeleng. "Enggak masuk. Alhamdulillah lagi sakit. Kepala gue botaknya hampir nyamain Albert Einstein, gara-gara capek otak gue dikuras sama dia!" Ia menggerutu sebal.
Aku mendengus. "Enggak baguslah, kita ketinggalan pelajaran lagi tauk."
Ia mendesis. "Susah banget, punya temen yang kebanget alot sama pelajaran. Enggak belajar sekali juga nggak bikin bolot Len."
Aku geram dengannya. "Gue nggak alot Cil. Lo kali!" Aku juga tak mau kalah dengan bacotannya.
Bel istirahat sudah bergema sejak tadi, namun aku dan yang lain terbelit dalam perdebatan Fina dan Kak Wildan. Fina masih bersikeras supaya ia bisa makan siang bersama Kak Wildan, padahal di meja Kak Wildan semuanya cowok, dan kalau ia ikut nimbrung diantara mereka, bisa saja besok ia dijadikan bahan bully.
"Fin, dari tadi lo diliatin sama gengnya Kak Susan. Makanya disini aja. Besok lo mau jadi trending topik?!" Kini emosi Tia mulai naik.
Fina menggeleng cepat. "Enggak sih."
Aku berjalan menuju kantin Mak Iyoh, berniat membeli bakso seperti biasa; tanpa tetelan. Kali ini kantin Mak Iyoh sedang sepi, jadi tak perlu tunggu lama agar bakso itu cepat datang. "Kenapa ngeliatnya kayak gitu?" Aku menoleh, lelaki itu tampak serius saat menoleh kearah ku. Dan cowo itu malah mengangkat alisnya.
Aku membawa mangkuk itu ke meja. "Kak Dafin serius banget ngeliatin lo, Len." Tia langsung menyambar saat aku sampai di meja.
"Enggak tau, gue juga bingung." Aku menjawab santai. Ku tumpahkan beberapa sendok sambal dari tempatnya.
"Ati-ati ya Len." Aku pikir memangnya Kak Dafin ingin apa, pakai hati-hati segala.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadia [COMPLETED]
RomanceBerawal diberi tumpangan oleh kakak kelas, menjadikan Alena Fanadia kian dekat dengan Dafin Aditya. Dafin yang seorang wakil ketua Osis, namun karakternya yang amburadul, sering membuat guru-guru geleng kepala, dan murid barupun ikut bingung ke...