"Nadia! Kamu udah mau pulang?" Kebetulan aku bertemu Kak Dafin diparkiran, begitu aku ingin keluar gerbang, ia malah memanggilku.
"Iya."
Ia duduk diatas motornya. "Pulang naik apa?"
Aku memberi isyarat kepada yang lain agar ia menungguku sejenak. "Naik angkot, bareng yang lain."
Ia manggut-manggut. "Enggak mau bareng saya?"
Aku menggeleng. "Enggak usah Kak. Lo juga harus kumpul sama anggota Osis kan?"
"Iya juga sih. Yaudah, hati-hati dijalan. Kalo abangnya menel, jambak rambutnya aja ya."
Aku sedikit tertawa. "Iya."
"Dari kemarin jawabnya iya terus. Kalo saya nembak kamu bakal jawab iya atau enggak?" Ia menaikkan alisnya.
Aku menggaruk keningku, lalu aku tersenyum kikuk. "Yaudah sana, nanti ketinggalan angkot."
Aku mengangguk.
Kebetulan hari ini jam pelajaran hanya setengah hari, sebab sore ini sekolah akan bersiap-siap untuk besok. Aku memutuskan untuk naik angkot bersama yang lain. "Iya deh, yang lagi pedekate. Ampe dianggurin gini." Cibir Tia.
"Kaki gue lumutan nih, gara-gara capek berdiri terus." Protes Secil.
"Kulit gue item lama-lama kejemur, udah kayak ikan teri." Sahut Fina.
"Gue nggak ribet-ribet deh. Len, gue laper." Kata Putri, lalu dihadiahi jitakan dari Tia.
"Gue mal—,"
"Apa lo! Mau protes juga!" Kini Keke belum selesai bicara aku sudah memotong pembicaraanya.
"Enggak ih. Gue mau ikut kerumah lo. Males ah, kalo pulang jam segini pasti ditanyain ini itu. Langsung dicecer, kamu bolos ya Sum? Ah pusing pokoknya. Lo tau sendiri kan emak-emak jaman dulu, jarang ngasih anaknya main." Sambungnya.
"Yaudah bagus. Ikut aja, biar ada yang nemenin gue dirumah." Aku melipatkan tangan didada.
"Gue juga ikut deh. Gue setuju sama lo Nul. Pasti gue disuruh bantuin emak gue mutusin ekor toge, lo tau sendiri, keluarga gue kan buka usaha toge goreng." Sahut Tia tak kalah semangat.
"Gue juga ikut." Sahut Fina dan Secil.
"Gue juga, tapi dirumah lo ada makanan kan?"
Aku membuang nafas kasar. "Ada kok."
Angkot yang kunaiki berjalan, berhenti disetiap halte. Siang ini matahari sangat terik, hingga aku dan yang lain mengipas-ngipas memakai tangan.
"Gue butuh oksigen." Kata Secil setelah sampai dirumah. Benar sih, abang angkot itu tak perduli penumpangnya sudah berdesakkan, sampai-sampai seperti kehabisan udara.
"Tuh oksigen." Kataku menaruh nampan yang berisi air dingin.
Surga dunia memang, suasana sedang panas, gerah, lalu air dingin membasahi liang tenggorokan. Aku dan yang lain menghempaskan tubuh diatas sofa.
"Gue mau nanya Len." Kata Tia tiba-tiba.
Aku yang sedang fokus dengan ponsel, hanya menjawab dengan deheman. "Lo sama Kak Dafin jadian?,"
Aku menggeleng. "Emang kenapa?"
"Enggak pa-pa sih." Lanjut Tia. Aku kembali fokus dengan ponsel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadia [COMPLETED]
RomanceBerawal diberi tumpangan oleh kakak kelas, menjadikan Alena Fanadia kian dekat dengan Dafin Aditya. Dafin yang seorang wakil ketua Osis, namun karakternya yang amburadul, sering membuat guru-guru geleng kepala, dan murid barupun ikut bingung ke...