Sapaan Awal

3.1K 102 3
                                    

        Sesuai niatnya, kini ia telah datang didepan gerbang dengan tas dipundaknya. Aku pun sudah siap dengan seragam rapih. "Mah, Lena berangkat dulu." Kataku setelah menyeruput susu dihadapanku.

        Mamah mengusap pucuk kepalaku. "Mulai kapan teman kamu itu mau jemput kamu. Ada apa sih, Mamah bingung?"

        Aku tersenyum kikuk. "Enggak ada apa-apa Mah."

        "Temen kamu itu kayaknya suka deh, Dek!" Aku terlonjak, tebakan Mamah tepat dibusur.

        "Enggak tau deh Mah, udah ya Lena berangkat. Takut telat." Tanpa banyak ba-bi-bu aku langsung berjalan merampas tas yang ku geletakkan dibangku.

        Aku masih menoleh, terlihat Mamah tengah geleng-geleng. Tak tahu sih, geleng-geleng karena apa.

        Aku menoleh, terlihat Kak Dafin tengah asik mengunyam permen. "Gue kira lo bohong, mau jemput gue."

        Kak Dafin memakai helmnya. "Nggak mungkin. Lagipula ngapain saya nipu pacar sendiri."

       Pagi-pagi begini sudah ditikung dengan gombalannya. "Yaudah yuk, gue nggak mau telat lagi."

       Ia segera menghidupkan motornya, lantas meninggalkan rumahku yang masih tertinggal Mamah didalam.

       Motornya melaju membelah keramaian Ibukota. Matahari pun sudah mulai menampakkan dirinya. Motor mobil tengah asik berlalu-lalang. Ia memarkirkan motornya diparkiran sekolah. Aku lihat terdapat beberapa teman Kak Dafin disana. "Dap, sejak kapan lo rajin jemput-jemput cewek?" Pertanyaan pertama dari bibir Kak Yoga.

       Ia turun dari motornya begitupun juga denganku. "Kamu masuk kelas gih, bentar lagi upacara udah mau mulai. Saya mau kesana dulu."

       Aku mengangguk. "Thanks ya."

       Ia mengangguk.

       Aku meninggalkannya di parkiran, sudah banyak pasang mata yang terarah menujuku. Aku tahu, pasti sebab aku datang bersama Kak Dafin.

       Mataku tergerak kearah benda bundar yang melilit dipergelangan tanganku. Sepuluh menit lagi!

        Aku berjalan cepat sekuat tenaga. Berharap masih ada orang dikelas. Mataku melongok dari jendela. Nafasku terhela saat melihat masih ada Secil dan Tia dikelas. "Tumben nggak terlambat?!!" Cibir Secil.

        Aku mendorong bahunya hingga terhuyung kekanan. "Emang gue sering terlambat?!"

        "Udah, ayo buru. Ntar dimarahin Bu Susi." Kata Tia, seolah-olah ia sebagai pelerai diantara aku dan Secil.

        Lapangan sudah riuh, pasalnya upacara dari tadi hingga kini tak dimulai. Aku pun tak tahu sebabnya apa, yang jelas sejumlah murid sudah berada di UKS.

        Selama empat puluh menit aku dan yang lain berdiri dilapangan. Mengikuti jalannya upacara sampai berakhir. Dan kini murid-murid telah berhamburan menuju kelasnya masing-masing. "Len. Kata Kak Wildan lo berangkat bareng Kak Dafin ya?!"

        Aku menganguk. "Jangan curiga dulu. Semuanya ada alesannya, dia bilang supaya nggak terlambat terus. Jadi setiap pagi, gue dijemput dia. Gue cuma bantu biar berubah sih."

        Mereka tersenyum. Aku tahu, dibalik senyumannya itu pasti ada beribu pertanyaan yang masih numpuk.

*

        Disinilah aku. Sehabis bel pulang berbunyi, aku masih hinggap disekolah, berdiri ditengah lapangan sambil memegangi bola basket. Aku ingin memperbaiki nilai olahragaku yang turun. Memang, sejak SD sampai kini aku tak pandai dibidang olahraga, jadi kini aku berusaha agar bisa bermain basket.

Nadia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang