Ok satu hal yang aku paling benci hari senin, mata kuliah olah tubuh. Badan yang hampir 100kg harus naik turun tangga dengan empat tingkat. Aku sih bukan orang yang anti olah raga, pagi aku keluar kamar... mengangkat tangan, menghisap udara pagi. Saya hitung 1x8 jadi ini bukan teori sulit, intinya aku rajin olahraga pagi.Oke saya menaiki satu kali tangga, temen-temen udah turun dan naik lagi.
Batin masih campur baur. Suasana berkabung masih terasa, namun kini tiba di lantai tiga. Tidak ada lagi anak yang naik turun tangga. Ku putuskan untuk istirahat.Aku lihat pintu sebuah ruaangan terbuka, seorang bapak duduk merapikan buku dan dengan senyum menegurku. Ku perhatikan keatas pintu “ perpustakaan.” Yap! Selama dua semester ini tidak tau jika di kejuruan teater ada perpustakaan di lantai empat. Siapa yang begitu pandai menaruh perpustakaan di atas gedung. Ibaratnya itu perpustakaan di taruh di jalan raya saja tetep sepi. Apalagi harus dengan perjuangan menaikinya.
“pak numpang ngadem.”
“iya mbak”
“baru tau di sini ada perpustakaan.”
Udara yang sejuk dari AC tua luamayan membuat mata meriyip ditambah mulut tak henti-henti menguap. Matras terselip dibalik rak buku tua, dengan cekatan aku bediri dan mendekati rak menarik matras tersebut.
Namun inilah “brackk” lemari tua tinggi itu menjatuhkan buku-buku yang tidak kalah tua berserakan. Aku terpana melihat bapak penjaga perpustakaan bergegas merapikan, tidak sekalipun nampak amarah beliau.
“sudah pak biar saya saja, ini salah saya.”
Beliau hanya tersenyum. Saya pun berusaha berusaha membuat beliau kembali ke tempat duduknya.
“Ga... capek gw”
Opix masuk ke ruangan, “lu dicariin pak dosen. Dikira pingsan...!”
“pi bantuin ini kalik...!”
“ruangan apa ini?”
“perpus bego...”
“wah matras... ogah ah gw tidur aja”.
Opix tidur dengan wajah babinya, menikmati matras yang seharusnya menjadi tempat istirahatku. Kini aku menata puluhan buku, dan mengurutkan tag kode buku. Setelah satu jam berlalu. Akhirya semua tertata rapi lagi, mataku teralih kesisa tempat matras opix tidur. Kutarik badan dan pinggangku untuk melemaskan otot-otot.
“heh ga,... pix, nilai kalian dikurangin kalau nggak cepet balik. Wah ada matras....”yap! Ica langsung geletakan samping opix.
“ca... aku mau ngelurusin badan di situ, pegel semua ni badan.”
“eh kalian (memukul perut opix) udah ditungguin pak dosen.”
“aduh, jangan mukul anak gw ca,”
“Itu ga! Ada matras lagi di balik lemari!” Ica berdiri menarik.
“jang...!”
“Gubraaak.”
“eh, sori...! Ayo pix buruan turun. Sory ntar pak dosen ngamuk!” Ica bergegas keluar dan turun tangga. Sedang Opix masih dengan muka babinya tidur di matras.

KAMU SEDANG MEMBACA
Universe of Love
RomanceTAMAT 18th+ "Berhenti mencintai seperti sisa kabut, biar hujan menghapusnya." -universe of love CINTA dan Gemerlap Seni Yogyakarta Catatan:walau sudah selesai tapi ini belum sempurna, kritik saran dipersilahkan