Melihat jendela mobil mungil gerimis membentuk garis dan embun menembus dalam kaca mobil, telunjukku menggambar bulatan sempurna pada embun itu. Melihat wajah Obes di sana, dengan senyumnya. Namun kini tangan kananku dipegang oleh Fian.Melewati setiap kenanganku bersama obes, senyumnya. Mantel egois yang dia berikan untukku, rela hujan untukku. Nasi gule ayam di pojokan itu, setiap tempat terlewati saat ku bersama orang lain saat ini.
Perlahan mataku terpejam, hingga sampai di depan kos. Fian membuka sabuk pengamanku, dengan lembut membelai pipi membangunkanku. Benar saat kita kehilangan seseorang sesungguhnya Allah menyiapkan orang yang lebih baik.
“bangun, kita sudah sampai.”
“iya, biar aku masuk sendiri saja,”
“tapi kamu masih sakit, apa kamu mau tidur di kontrakanku saja?”
“Tidak, aku udah sms ibu kos. dibantu buat beresin kamarku kok yank.”
“Yank?”
“Fian maksudku...”
“iya sayang.”
Fian mengeluarkan koper dan beberapa obat di kantong plastik. Memastikanku hingga masuk gerbang, tapi kenapa aku menangis. Saat ini aku yakin ada jalan yang membuat rasa ini terlalu cepat. Bahkan banyak yang tak ku yakini, antara beruntung mendapatkannya atau apa ini terlalu cepat hingga semua detak ini jadi ambigu.
Memasuki kamar tepat di hadapanku kaca, aku buka perut cembungku dengan plester masih menempel, Fian menelepon namun tidak ku angkat. Ragu, sungguh keraguan. Kadang merasa beruntung namun aku ragu, apa benar-benar lelaki seperti Fian bisa jatuh cinta padaku. “kamu sempurna Mega, kamu berhak memiliki orang yang terbaik.” mencoba meyakini diri.
Alfian FSP
“kok ga di angkat? Istirahat ya. Kalau butuh apa2 cpt kabari.”
“ya'”*
Aku melihat bulan sisa pagi ini di jendela, masih menyatu bersama langit biru. Inilah mungkin gambaran perasaanku pada Obes, sedangkan terang hari menyisih perlahan. Semua memang dijalankan oleh alam, kadang ragu menjadi alasan kuat untuk curiga dan menjelekkan diri sendiri dengan kekurangan yang kita miliki.
Aku mencari sisi terbaikku di hadapan kaca, namun semakin ku cari semakin pening di pikiran. Melihat ukuran baju, bentuk muka, hidung, make up, semua terlihat selalu kurang. Meskipun kadang yakin Aku orang sempurna namun kadang bimbang, benarkah cinta tulus itu ada untukku? Sampai aku menemukan secarik dibalik pintu kamarku.
Dear beloved mega,
Aku pernah melihatmu mematung dilukisan bulanku, di sana pertama yang aku tau bahwa kamu jatuh cinta dengan lukisan itu. Iya ... benar... aku sempat ragu, sempat malu, sempat juga tak percaya diri untuk mendekatimu. Kamu satu-satunya wanita yang mau berhenti hingga lebih dari 15 menit untuk melihat lukisanku. Banyak dari mereka menyukai bunga, perhiasan dan hal-hal yang indah, tapi kamu seperti cetakan langka yang dibuat Allah SWT, Dia menciptakanmu sekali dan langsung membuang cetakannya. Kamu mungkin berpikir ini kebetulan. Setelah pertemuan ke dua kita, aku benar-benar berniat mencarimu.
Pada akhirnya aku menemukanmu, hehe... ini tulisan aneh, Aku malu jika sampai kamu baca tulisanku. Apapun yang dilihat orang tentangmu, aku yakin kamu unik dan layak untuk ku perjuangkan. Btw namaku Obes aslinya Aji.
Harap jangan ketawa baca ini,
gw serius.AJI.
“Aku tidak menertawakanmu Obes,” nalar mulai jalan mengingat kapan surat itu ada di sana? Dan untung aku sering melewatkan menyapu belakang pintu. Kini tulisan itu akan terus aku letakan di kaca. “iya aku memang tidak sempurna, tapi unik” simpul senyum sekilas menyatu di pipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Universe of Love
RomanceTAMAT 18th+ "Berhenti mencintai seperti sisa kabut, biar hujan menghapusnya." -universe of love CINTA dan Gemerlap Seni Yogyakarta Catatan:walau sudah selesai tapi ini belum sempurna, kritik saran dipersilahkan