Menunggu Godot

48 5 0
                                    


Degup jantungku semakin mengadu, bila ini keputusan terbaik dan tidak ada penyesalan maka harusnya lega. Semalam aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan melalui chat. Sebenarnya tidak jelas foto yang dikirimkan Lia, aku bahkan terlanjur menghapusnya namun karena emosi dan cueknya Fian akhir-akhir ini membuatku khilaf dan mengakhiri hubungan. Bahkan tidak juga ku klarifikasi ke Lia, karena takut kenyataan.

Namun whatsappku hanya dibaca, tanda tanda hijau dan ketikannya namun berhenti tanpa di send. Semakin bertengkar kata iya dan tidak. Sedang Lia tidak memulai chat lagi setelah send picture Fian. Oh God! Aku salah atau tidak. Setiap perasaan itu seperti es campur di padang pasir... kadang adem tp meleleh dan panas dengan cepat.

Perjalanan ke kampus dengan beban di punggungku. Jantungku tidak normal, lama-lama penuh menyeluruh punggung sakit. Masuk ke kelas dan ku lihat dosen sedang fokus menata PowerPoint.

“Ca... Lia enggak masuk?”

“Iya, kayaknya semalam geladi kotor buat Kolaborasi. Capek mungkin.”

“oh...”

Kini Bu Ana sudah selesai menata dan memanggil Ica untuk menyiapkan proyektor.

“Kita sudah mendekati ujian akhir semester, saya harap kalian sudah mulai menyiapkan naskah non realis dengan....”

Bla bla bla... aku buka lagi handphone ku, namun tidak ada balasan dari Fian. Iya kah? Tidak kah? Menunggu jawaban seperti jerawat udah putih namun belum juga pecah.

“Naskah apa Mega?”

“hah?”

“Iya apa naskah yang kamu siapkan?”

Aku tidak tau, aku Cuma sedang menunggu. Apa yang harus ku jawab, dia Dosen lumayan kejam dan bodohnya aku main hp nungguin jawaban Fian, “a... Menunggu...apa ya!”

“menunggu Godot ya Ga maksudmu?” Ica menjawab dengan cepat, aku menarik nafas panjang. “Iya Bu, bener kata Ica.”

“Iya bu, waiting for Godot itu naskah yang keren. Menunggu Godot Samuel Beckett.”

Wajah bu Ana terlihat kesal, karena saya
yakin beliau berniat menekanku karena tidak memperhatikan pelajarannya. Ica memang smart girl dan temen yang baik, Dia tidak ada niatan membantu namun memang Ia lahir sebagai penolong sejati. Contoh:

1. Bantu Tugas Akhir Irman dengan biaya luar biasa.

2. Menarik badan kucing terjepit yang awalnya dia kira kostum jatuh.

3. Membangunkan pak Roy yang sedang selingkuh, hanya untuk bimbingan tepat lima menit sebelum istri aslinya datang ke kantor.

4. Membelikan anak bu Ana es cream setelah sekian lama merengek minta es cream, walau beberapa minggu anak Bu Ana harus dirawat karena radang tenggorokan.

5. Bahkan baru kemarin Dia barengin bapak-bapak yang dorong motor ke atas pick up sembari dia pindahan kos, ya sayangnya bapak itu bawa motor curian.

Tangannya penuh pertolongan. Jelas ini adalah keberuntunganku menemukan teman seperti Ica, namun kadang gemes sama sikap lugunya. Jujur walau Irman dikata-katain papahnya Ica di telpon, bukan berarti dia tidak bisa berjuang demi cintanya ke Ica. Irman malah milih jalan dengan cewek lain di hitungan seminggu saja putus. Ica tetap percaya kalau alasan Irman hanya Papahnya, menurutku alasan utama Irman adalah pengecut. PECINTA KELAS TERI.

Kembali ku lihat handphone, whatsapp Fian kembali mengetik namun tidak juga di send. “ohhhh God. Dot.” Aku sedikit malu beberapa teman memperhatikan ku hampir berteriak. Ku roll kebawah chat dan melihat kontak whatsapp kak Via, kini terpajang fotonya dengan lelaki dengan wajah kearab-arab an tinggi gagah. “alhamdulillah.”

Universe of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang