Redup

39 7 0
                                    


Pernah merasakan siang namun dingin, seluruh langit tertutup awan gelap tipis. Mereka tak merencanakan hujan, hanya mendung bergalau. Fian menjemur pakaian di lantai dua kontrakannya, walau hanya memakai boxer dan kaos lusuh kegantengannya emang alami dengan jenggot tipis dan rambut memanjang berantakan. Aku membantu membereskan rumah sembari melirik segala gelagatnya.

“masih ada kamar, kenapa kamu enggak patungan ama anak-anak biar enggak mubazir tempatmu.”

“Ah... aku rencananya lantai dua buat studio, tapi berhubung ternyata kegiatan luar lebih banyak. Kayaknya enggak sempet.”

“aku belanja dulu, nanti tak masak in dulu sebelum kita kuliah.”

“Enggak usah ribet yang... nanti kita beli sambil jalan.”

Melihat cincin di meja, ukuran sangat kecil. Aku berpikir adakah perempuan lain selama ini? Baru kali ini aku di kontrakan Fian namun melihat cincin ini.

“apa kamu pasti mikir aneh liat cincin itu... kakak mu tadi ngelepas cincinnya sebelum kita keluar nganterin dia.”

“owh.”

“benerkan... mikir negatif mulu.”

Mulai ku rapikan lagi meja dan semua tempat, saat menuju teras. Aku melihat Ibunya Budi mencuri-curi pandang ke arah rumah kami, “senyumin ala emak-emak arisan saja, paling juga seneng.”.

Aku masih memikirkan Via, bagaimana perjalanannya setelah mengalami liburan terburuknya. Ini gara-gara aplikasi facebook yang tau siapa di sekitarnya. Makanya Via kediteksi sama Budi. Sebelumnya liburannya di Jogja selalu bahagia.

“Ga... Ayo, aku harus nyiapin buat kolaborasi.”

“Iya... kamu yakin ga bisa masukin aku ke acara kolaborasi itu?”

“jangan Ga, kamu di kos aja. Kalau bisa kurangin lah acara kampus yang bareng.”

“ya udah. anterin ke kos aja.”

“nanti kalau kamu senggang temuin Cia ya, hari ini jadwalku padat.”

*

Hari tanpa jadwal dan kegiatan, menatap atap kos sembari download aplikasi. Di sisi jendela terlihat burung-burung kecil mampir. Pingin keluar tapi badanku lelah, mungkin effects nemenin minum kak via semalam. Ku buka pintu menyandarkan punggung, langitku masih redup.

Terlihat di gerbang mobil Gracia terparkir. Sedang Dia masih di dalam bersama cahaya gadget memantul ke muka. Aku mendekatinya, “Cia, (mengetuk kaca mobil) ngapain kok enggak keluar?”

“eh... (membuka kaca mobil) ada yang mau aku tanya in.”

“apa?”

“kok kakak wa aku kayak gini?”

“Mana?”

WHATSAPP
AKAK FianzZ
“cia, kalau memang benar terjadi. Siapa laki-laki yang harus bertanggung jawab.”

“Ehm... kamu hamil kan?”

“hah?”,

“Fian si bilang, pas dia anter kamu pulang. Kamu ngelantur ngomong soal hamil-hamil.”

“ya Enggak lah... oh, mungkin effect aku sedang nyari sumber soal masih banyaknya pernikahan di bawah usia sehat. Ya aku lagi ngerjain makalah ini. Ya udah aku cabut ke imogiri,”

“apa perlu ku klarifikasi sama Fian?”

“biarin aja Ga, baru kali ini juga kakak segitu perhatiannya. Biar aja... ya udah aku cabut dulu.” Menutup kaca mobil dan kini berlalu pergi.

“iya si Fian kadang cueknya berlebihan.”

Bibirku mengait, setelah resmi jadian tidak sekalipun Fian menanyakanku, lagi apa? Mengajakku main naik motor keliling, waktunya full untuk latihan dan banyak hal lainnya. Ya sesekali dia membantuku dikeadaan mendesak, tapi jadi hambar tidak seperti rasaku diawal.

Satu hal yang membuatku merasakan ini terlalu cepat atau memang kurang tepat pilihanku. Dia sosok dengan passion musik, namun mungkin lupa mengisi hatinya.
Bahkan hari ini aku hanya menghadap hp dengan status wa online, tanpa mencoba chat denganku. Berkali-kali aku mencoba mengetik dan ku delete lagi.

“Aku pacarnya bukan?”

Berjalan memasuki kamar mencoba menggali perasaanku, saat ini bukankah aku yang harusnya memegang kendali? Karena dia bersusah payah untuk mendapatkanku pada waktu itu.

Telepon berbunyi, “Lia? Ngapain dia telpon.” ku angkat teleponnya.

“Ga... buruan ke teater arena.”

“kenapa?”

“Fian pacarmu... (berbisik) tadi aku pas lewat ngeliat dia deket-dekat ama maba, kembang maba.”

“hah? Deket yang gimana?”

“Ya nanti tunggu aku fotoin buat kamu...”

“Iya.”

Seperti roller coster, perasaanku dan dicampur mual penuh hingga sela-sela paru. Apa ini alasan dia melarangku ikut di acara kolaborasi FSP. Mungkin aku tidak suka Lia karena biang gosip, tapi tanpa gosip fakta bisa tersembunyi dan membahayakan. Jika tersebar pun menjadi lara. “aduh jantungku sakit.”

Terlihat whatsapp Lia masuk, disana terdapat beberapa foto, lingkar hijau masih menggelinding pelan. Semakin membentuk debaran. “haduh... gimana ini.... paketanku habiissss....!”

“apa mungkin aku pura-pura tidak tau saja, delete saja daripada sakit. Mungkin maksud Allah supaya aku tidak tau isi gambarnya... tapi walau masih buram seperti menempel tubuh mereka. Haduh...”

Sebenarnya berharap banyak akan jogja selalu redup untuk kami yang sedang jatuh cinta, Namun kadang meneruskan hujan.

Universe of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang