4. Forced

4.3K 508 13
                                    

Mark menghembuskan nafas kasar begitu sampai di kamarnya. Seorang wanita duduk menunggunya. Mark melemparkan tasnya kesembarang arah dan melepas almamater seragamnya.

"Mau mandi dulu, Mark?" Tanya Yoona (Guru privat Mark).

"Tidak noona, langsung saja" jawab Mark.

Yoona memulai bimbingan belajarnya. Mark memperhatikannya dengan fokus dan sesekali bertanya apa yang tidak ia mengerti. Tapi Yoona tau hari ini Mark tidak dalam mood yang baik. Yoona tau betul bagaimana Mark. Ia adalah guru privat Mark selama 4 tahun ini.

"Mark, aku mendengar sesuatu tadi. Ada apa?" Tanya Yoona saat Mark mengerjakan soal latihan.

"Hal biasa" jawab Mark.

"Tadi Johnny menghubungi ku. Dia menanyakan mu, nomor mu tak aktif" kata Yoona.

Mark mengehentikan aktifitasnya dan langsung mengambil ponsel yang ada di dalam tas. Ia melihat ponselnya yang dalam keadaan mati.

"Baterainya habis" runtuk Mark. "Aku ingin sekali bicara padanya. Dia sangat sibuk, dan kesempatan menghubunginya adalah moment langka" gerutu Mark.

"Hubungi dia sekarang" usul Yoona.

Mark menyambungkan ponselnya dengan charger. Setelah aktif, ia segera menghubungi seseorang yang sangat ia rindukan. Beberapa detik menunggu...

"Tidak ada jawaban" runtuk Mark.

"Tenang Mark, besok mungkin kau bisa menghubunginya" ucap Yoona.

"Mark, apa yang kau lakukan?" Tanya ibu Mark yang tiba-tiba datang. "Kenapa tidak belajar? Setelah apa yang kau dapatkan di sekolah tadi kau masih bisa bermain-main?"

"Tidak ibu, aku hanya menghubungi Johnny hyung" jawab Mark.

"Apapun alasannya, waktu belajar tetap belajar! Jangan melakukan hal yang lain. Kau mengerti Mark?" Ibu Mark memperingatkan Mark dengan tegas dan hanya dijawab anggukan oleh Mark. "Dan kau guru Im, jangan terlalu memanjakan Mark. Kau terlalu lengah"

"Iya, maafkan saya. Saya akan berusaha agar tidak terjadi lagi" kata Yoona.

Mark masih menunduk. Ia tidak menyukai ini. Ibu dan ayahnya selalu memaksa Mark untuk selalu belajar, belajar, dan belajar tanpa memberi kesempatan Mark untuk bersantai. Bahkan untuk bisa mengikuti club dance sekolah, Mark begitu memohon pada orang tuanya. Ayah dan ibu Mark tak akan mengerti bahwa Mark sangat lelah. Yang mereka tau, Mark harus belajar dan menjadi apa yang mereka inginkan.

Jika ada cara untuk menghentikan ini, apapun itu akan aku lakukan - Mark Lee.

***

Jeno mendengar deruan mesin memasuki halaman rumahnya. Ia menengok ke jendela memastikan bahwa itu orang tuanya.

"Ayah" panggil Jeno.

"Oh Jeno, kau sudah makan? Ayah dan ibu sudah makan, jadi kau makan sendiri ya?" Ujar ayah Jeno.

"Aku tidak lapar. Ada yang ingin aku bicarakan" kata Jeno.

"Jeno, kau lihat ayah dan ibu baru saja datang. Kami lelah, besok saja kita bicarakan" balas ibu Jeno kemudian masuk ke kamar dengan ayahnya.

Dan besok aku tidak akan mendapat kesempatan untuk bicara, karena memang itu yang selalu terjadi - Lee Jeno

***

Yuta mengehentikan mobilnya di depan gerbang sekolah Jaemin. Jaemin masih merapikan seragamnya dan memeriksa barang-barang di tasnya.

"Hyung jangan jemput aku nanti. Aku akan pulang sore" pinta Jaemin.

"Aku tau. Jangan lupa makan siang dan langsung pulang jika sudah selesai"

"Terima kasih hyung, sampai jumpa" pamit Jaemin dibalas lambaian tangan oleh Yuta.

Yuta tak langsung pergi. Ia melihat Jaemin yang masuk bersamaan dengan Mark, Haechan dan satu anak laki-laki yang tak dikenalnya.

"Bagaimana aku menebus kesalahan ku pada mu, Jaem?" Gumam Yuta.

Saat pelajaran berlangsung, guru In membebaskan untuk pergi ke perpustakaan untuk mencari bahan bahasan proyek yang diberikan. Jeno mengitari sekitar rak buku yang dikhususkan untuk pelajaran kimia.

"Mencari ini?" Tanya Haechan sambil memberikan sebuah buku.

"Ahh... Kau hafal tempat dimana buku ini terletak? Apa kau membacanya?" Balas Jeno sambil mengejek. Haechan tak akan mau membaca buku jika tidak terpaksa.

"Kau tau aku tak akan menyentuh buku apalagi membaca. Aku dan Jaemin hanya sering menemani Mark kemari" jawab Haechan.

Jeno dan Haechan beranjak ke meja dimana Mark dan Jaemin sudah duduk disana. Bukannya membaca, Jaemin memasang earphone dan melihat pertandingan badminton di ponselnya.

"Ya tuhan, ada apa dengan mataku?" Runtuk Mark melepas kacamata dan mengusap matanya.

"Minusmu bertambah Mark. Istirahatkan mata mu sebentar Mark" saran Jaemin.

"Tidak, Jaem. Tidak akan selesai jika aku istirahat" tolak Mark kembali menggunakan kacamatanya.

"Sudah diam saja. Berhenti membaca, aku dan Jaemin akan mengerjakannya" suruh Haechan merebut buku yang dibaca Mark.

"That's right bro" tambah Jaemin.

Jaemin melepas earphone-nya dan mulai fokus membaca buku. Mark terlihat tak percaya dengan dua temannya itu. Jeno menepuk pundak Mark.

"Tenang Mark, aku tidak akan membiarkan mereka merusak proyek ini" kata Jeno.

"Hei sipit, kau merendahkan ku dan dongdong, eoh?" Protes Jaemin dan Jeno hanya memutar matanya.

Mark bersyukur. Ia masih memiliki sahabat yang bisa menghiburnya dan sedikit meringankan beban yang ia bawa. Lain halnya dengan Jeno. Ia bisa bernafas lega karena pada akhirnya ia bisa memulai pertemanan. Ia tidak akan merasa kesepian karena sekarang ia memiliki sahabat.

Setelah lama mengerjakan proyek itu, akhirnya mereka selesai. Haechan dan Jaemin nampak melakukan peregangan. Mark merasa tak enak dengan sahabatnya itu.

"Aku akan mentraktir kalian" ucap Mark.

"Astaga... Pantas saja Mark minus parah seperti itu. Aku bahkan harus membaca berulang kali agar mengerti kalimat-kalimat ini" ujar Haechan.

"Kau tau sekarang kenapa aku suka berolaharaga?" Balas Jaemin.

"Kau berlebihan, Nana" kata Jeno.

"Sudah, ayo makan" ajak Mark.

"Kalian pergi saja dulu, aku harus latihan sekarang" pamit Jaemin.

"Sekarang?" Tanya Mark, Jaemin mengangguk.

"Kau belum makan siang, Jaem" kata Jeno.

"Tak apa, aku akan makan nanti. Tolong sampaikan pada guru Cho kalau aku latihan. Oh ya, aku akan datang latihan dance terlambat nanti" ujar Jaemin.

"Kau tidak usah latihan dance nanti, kegiatan mu banyak. Kau pasti lelah" pinta Mark.

"Tidak Mark. Aku anggota dance, aku tidak mau jadi orang yang tidak bertanggung jawab" tolak Jaemin. "Lagi pula aku terpaksa mengikuti pertandingan itu. Aku tau Mark, terpaksa itu melelahkan" sambung Jaemin.

Mark terdiam mendengar ucapan Jaemin. Jaemin benar, terpaksa memang melelahkan. Selama ini Mark hidup dalam paksaan. Bahkan terkadang Mark berpikir untuk mengakhiri hidupnya jika ia merasa benar-benar lelah.

***

Tbc...

Find Our Way For Life (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang