7. I'm just a doll

3.8K 434 8
                                    

Mark menyenderkan kepalanya ke dinding di sebelah mejanya. Sejenak ia memejamkan mata. Hari ini tidak ada yang berani berbicara karena keadaan Haechan yang sedikit kacau. Bahkan Jaemin yang baru saja kembali bergabung tak berani mengeluarkan suara.

Mark melepas kacamatanya dan menghembuskan nafasnya pelan. Kepalanya berdenyut sakit terutama dibagian sekitar kening. Tentu saja karena Mark lelah dan jangan lupakan minusnya yang bertambah.

"Coba gunakan lense contact. Jadi kau tidak terlalu lelah menggunakan kacamata" kata Jeno memecah keheningan.

"Aku sudah nyaman dengan kacamata ku" balas Mark.

"Ini" ucap Haechan sambil melemparkan lipbalm kearah Mark. "Bibirmu kering"

"Em... Thanks" lirih Mark.

Jaemin masih tidak bersuara. Ia hanya mengetukan jarinya ke meja. Jujur saja ia sangat bosan. Karena tidak biasanya teman-temannya akan diam seperti ini. Hingga sebuah panggilan untuk Jaemin agar datang ke ruang guru Kim.

"Ini piala mu, selamat atas kemenangan mu Jaemin" kata guru Kim bangga karena Jaemin mendapatkan juara 1.

"Terima kasih, ini berkat bimbingan guru Kim" ujar Jaemin.

"Aku yang harus berterima kasih padamu. Kau menyelamatkan nama baik club badminton"

Jaemin keluar dari ruang guru Kim. Sudah dekat di depan kelas, seseorang menghentikan langkahnya dengan kasar. Jaemin menatap Chani tajam, sama halnya dengan dengan Chani.

"Wahh... Kau mendapat juara?" Tanya Chani sedikit merendahkan.

Jaemin tak menjawab apapun yang dikatakan Chani. Tak lama Mark, Jeno, dan Haechan keluar dari kelas. Tiba-tiba Chani merebut piala dari tangan Jaemin dan membantingnya ke lantai.

"Sunbae!" Sentak Mark. Jaemin memberi isyarat pada Mark untuk tidak ikut campur.

"Kau tau? Kau diperalat oleh guru Kim hanya untuk menjaga reputasi club badminton. Haruskah aku berterima kasih pada mu, Na Jaemin?" Kata Chani.

"Aku sadar betul dengan itu Jung Chani sunbaenim. Dan kau tidak perlu berterima kasih. Aku hanya bersimpati pada kalian, makanya aku mau membantu. Terutama pada mu. Jika aku tak membantu, maka apa yang akan terjadi pada mu, sunbae? Mungkin teman-teman satu club mu itu akan menganggap mu tak berguna" ujar Jaemin sarkatis. "Oh ya, piala ini tidak ada apa-apanya bagi ku. Ini piala untuk club badminton, dan kau menghancurkannya. Kau menghancurkan harga diri club kebanggaan mu itu" sambung Jaemin.

"Na Jaemin! Sial kau!!!"

Chani melayangkan tinjunya ke Jaemin sontak membuat Jaemin tersungkur. Melihat itu, Jeno tidak terima jika temannya diperlakukan seperti itu. Apalagi bukan Jaemin yang bersalah. Jeno balas memukul Chani. Mark dan Haechan langsung menahannya yang kan memukul Chani lagi.

"Jeno, sudah hentikan" pinta Jaemin.

"Kau! Siapa kau berani memukul ku, huh?!" Sentak Chani.

"Kau tidak sepantasnya memukul Jaemin seperti itu. Kau hanya menunjukkan betapa rendahnya dirimu!" Ujar Jeno.

"Jeno sudah" cegah Mark.

"Jangan membuat keributan. Lihat semua orang menatap mu sekarang" bisik Haechan.

Jeno menatap sekelilingnya. Semua yang berada disana sedang mengawasinya. Jeno menghela nafas untuk meredam emosinya. Jika ia bertidak lebih jauh, ketiga temannya bisa malu karena ulahnya. Dan sebelum ada guru yang tau kalau terjadi pekelahian disini. Jeno membantu Jaemin berdiri.

"Aku berbaik hati pada mu hari ini, sunbae" bisik Jeno pada Chani. Setelah itu ia dan ketiga temannya pergi begitu saja.

Mark, Jeno dan Haechan menemani Jaemin di UKS untuk mengobati sudut bibirnya yang berdarah karena pukulan dari Chani. Haechan dengan cekatan mengobati luka Jaemin.

"Ahh.. Sakit!" Rintih Jaemin.

"Jangan terlibat dengan mereka lagi" ucap Mark.

"Mark, aku sudah bilang. Aku terpaksa melakukan ini. Aku juga tidak ingin terlibat dengan club mereka" jelas Jaemin. "Dan kau, sipit!"

"Aku? Apa?" Tanya Jeno.

"Kendalikan emosi mu itu!" Seru Jaemin. Jeno hanya menundukkan kepalanya. Ia tau, Jaemin pasti tidak ingin dia dinilai buruk oleh teman-temannya.

***

Mark baru saja pulang dari sekolah. Saat ia masuk, ibu dan ayahnya sudah duduk di ruang tamu dengan seorang laki-laki berpakaian rapi yang tidak dikenalnya. Ayah Mark memintanya untuk ikut duduk bersama mereka.

"Ini guru baru mu. Ayah dan ibu memberhentikan Yoona" kata ayah Mark.

"Apa?! Apa yang dilakukan Yoona noona sampai harus diberhentikan?" Tanya Mark.

"Tidak ada yang salah dengan Yoona. Hanya saja, ayah dan ibu tidak puas dengan cara kerjanya" jawab ayah Mark. "Dia terlalu memanjakan mu"

"Dan ini, guru Gongmyung akan mengajar mu dengan lebih baik lagi" sambung ibu Mark.

"Aku sungguh tidak mengerti dengan ini? Jika ayah dan ibu tidak puas dengan Yoona noona, kenapa kalian memperkerjakan dia selama 4 tahun ini? Aku tidak mau guru ku diganti" ujar Mark.

"Sejak kapan kau jadi pembangkang, Mark?!" Sentak ayah Mark.

"Aku hanya tidak ingin guru ku diganti, hanya itu. Jika tetap diganti lebih baik aku tak usah belajar" ancam Mark.

Mark langsung masuk ke kamarnya. Ia menghubungi Yoona, tapi nomornya tak aktif. Mark tidak ingin gurunya diganti karena Yoona sudah seperti kakak baginya. Mark menolehkan kepalanya begitu pintu kamarnya terbuka. Menampakkan wajah ayah dan ibunya yang terlihat garang.

"Siapa yang mengajari mu berbicara seperti itu, Mark?!" Tanya ibu Mark.

"Turuti saja apa yang kami katakan. Ini juga untuk masa depan mu" kata ayah Mark.

"Masa depan? Tidak! Ini bukan untuk masa depan ku. Ini hanya untuk obsesi kalian saja" elak Mark.

"MARK LEE!!!" Ayah Mark mulai geram dan hendak memukul Mark namum tertahan oleh ibu Mark.

"Kenapa? Kenapa ayah dan ibu seperti ini? Kenapa kalian tidak bisa mengerti? Kenapa kenapa kenapa?! Aku bahkan berfikir, aku bukan anak kalian. Aku hanya mainan, aku boneka yang kalian ciptakan untuk menuruti semua obsesi kalian. Ayah dan ibu tak pernah memberi ku pilihan. Ayah dan ibu hanya menyuruh, menyuruh, dan menyuruh. Aku lelah!" Ujar Mark.

Tanpa sadar sebulir air mata keluar dari manik Mark. Hingga pada akhirnya terdengar isakan kecil darinya. Mata ayah dan ibu Mark pun mulai memanas. Mereka tak pernah melihat Mark seperti ini. Melawan apa yang mereka katakan.

"Kau butuh istirahat hari ini" ucap ibu Mark. "Guru Gongmyung akan datang setelah jam pulang sekolah. Mulai besok kau harus fokus belajar. Akan ada ujian sebentar lagi" sambung ibu Mark.

Setelah kedua orang tuanya meninggalkan ia sendiri, Mark yang masih terisak mengacak-acak barang yang ada di meja. Buku-buku yang tak berdosa ikut menjadi sasarannya.

"Kenapa kalian tidak mengerti juga? Aku lelah. Apa yang harus aku lakukan untuk nembuat ayah dan ibu mengerti keadaan ku" lirih Mark.

Ia menenggelamkan wajahnya diatara kedua lututnya. Isakan itu bahkan terdengar semakin jelas dari bibir Mark. Mark mengambil ponselnya dan menekan tombol 1 yang langsung terhubung dengan panggilan seseorang.

"Halo, Mark? Maaf aku sangat sibuk sekarang"

"Hyung... Tolong aku"

***

Tbc...

Find Our Way For Life (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang