1. I love first

588 44 25
                                    

Martin Garrix ft Bebe Rexha -In The Name Of Love

Buat awal-awal^^

"Tidak semua perkataan itu indah dengan sendirinya, kecuali memang tulus dan berasal dari hati."

-Selamat membaca cerita Aishila:)-

Januari, 2017

LANGIT sore menyeruak jingga. Tampaknya sang mentari mulai hinggap ke tempat peraduan. Aishila menatapnya dari balik bingkai jendela kecil sebuah ruangan. Sambil memeluk kedua lututnya, dia mencoba untuk kuat duduk. Aishila menyipitkan mata, agar dapat melihat fokus ke arah pandangnya.

Mendadak tubuhnya bergetar. Wajahnya mulai memucat, darah menetes dari hidung mungilnya. Dan seketika kemudian, pandangan jingga dari langit sore berubah menjadi hitam pekat. Seorang wanita separuh baya langsung mendekap Aishila, mencoba untuk menidurkannya ke kasur putih di ruangan yang juga serba putih.

Tubuh Aishila diselimuti, selang infus mulai di pasang di punggung tangannya. Wanita separuh baya itu mengecup kening Aishila, berharap agar Tuhan mengabulkan keinginannya untuk Aishila. Berharap agar seluruh penyakit itu terangkat dengan sendirinya, dan menghadirkan kembali senyum dari putrinya itu.

***
Desember, 2014

Hari ini, SMA Pelita Nusantara ramai sekali. Sebab, kali ini SMA yang terkenal akan kepintaran siswanya itu tengah berulang tahun. Dan kepala sekolah meminta seluruh pengurus OSIS untuk mengadakan bazar di halaman sekolah.

"Hai, Lan!" Aishila menepuk bahu Alan yang tengah menyantap bakso.

"Setan lo, Shil! Ngapain sih ganggu acara gue aja," gerutu Alan sebal. Kali ini dia harus bersabar untuk melanjutkan makannya.

Aishila mengangkat sebelah alis. "Elo nggak lupa kan kalo kita mau pergi ke bazar buku?"

Mendengarnya Alan tersedak, dia lupa jika harus mengantar Aishila untuk datang ke bazar buku. "Eh, nanti aja ya, Shil. Gue mau makan, nih perut dah gak bisa diajak kompromi lagi."

"Enggak! Lo dah janji sama gue, dan lo nggak boleh ingkarin janji lo. Lo tahu kan, orang yang suka ngingkari janjinya akan dapet apa?" Aishila menatap Alan tajam.

"Iya, gue tahu." Alan menghela napas.

Aishila tetap menatap Alan dengan tajam. "Dapet apa coba?"

"Dapet dosa, dijauhin temen, enggak ada lagi kepercayaan. Dan termasuk golongan orang munafik. Iya, iya gue tahu." Sekali lagi Alan hanya dapat menghela napas.

"Bagus, dedek kecil. Sekarang ayo ikut emak buat cari buku di bazar." Aishila menarik tangan Alan untuk berdiri, lalu tersenyum ke arah penjaga kantin. " Santai mbak, nanti baksonya Alan juga bakal dibayar."

Penjaga kantin menyeringai sambil menatap Alan yang tampak memelas dari samping Aishila.

Sesampainya di bazar buku yang sudah sesak pengunjung, Aishila menghentikan langkahnya dan melepaskan tangan Alan.

"Lo harus tunggu gue sampe selesai. Nggak ada tapi-tapi lagi dan gue paling gak suka nerima alesan. Yaudah emak beli dulu, ya dek. Jangan keluyuran jauh-jauh. Awas aja kalo sampe dilanggar." Aishila menatap Alan galak. Tangan kanannya mengepal untuk memperagakan tinjuan jika Alan berani untuk pergi.

Alan menelan ludah, dia bukan takut karena Aishila itu perempuan, dia hanya takut jika Aishila akan meninju perutnya hingga rasanya ingin muntah. Tinjuan Aishila itulah titik kelemahan Alan.

Aishila langsung masuk begitu memberikan ultimatum telak bagi Alan. Sementara Alan hanya pasrah duduk di kursi sambil mengharapkan keajaiban datang.

"Baru dateng, Shil ? Lama banget lo. Gegara nungguin lo, gue jadi dikeruyuk pengunjung karena nggak ngasih novel ini buat mereka," kata Diva, penjaga bazar.

Aishila hanya tertawa kecil menanggapi Diva. "Maaf, Div. Tadi gue ngerampungin tugas Biologi dulu dari Pak Supri. Biar enggak dimarahin."

"Hahaha, punya takut juga lo, Shil. Yodah buruan ambil, gih. Nanti keburu dikeruyukin lagi sama pengunjung. Lagian Alan juga kasihan tuh nungguin di kursi luar." Diva memberikan novel 'The Lost Java' itu kepada Aishila.

"Eh tunggu, Shil!" Diva berteriak saat Aishila ingin pergi.

Aishila berbalik. "Kenapa, Div? Duit gue kurang? Tapi perasaan gue itung tadi udah bener."

"Bukan. Bukan duit. Ini gue mau titip sesuatu buat Alan. Bilang aja ini dari sceret admirer nya. Makasih ya, Shil."
Diva langsung berlari begitu menyerahkan bingkisan itu pada Aishila. Menyisakkan Aishila yang ternganga melihat kelakuan Diva. Memang patut diakui, banyak perempuan SMA Pelita Nusantara yang suka kepada Alan. Dan dia adalah salah satu perantara pengiriman barang kepada Alan karena hanya Aishila lah perempuan di sekolah yang dekat dengan Alan.

Setelah keluar, Aishila langsung memberikan bingkisan itu kepada Alan.

"Dari sceret admirer lo. Heran gue sama lo. Lo itu banyak aja penggemarnya, tapi nembak aja nggak pernah. Lo itu laki bukan sih?" Aishila menggeleng-gelengkan kepala.

Alan nyengir. "Ya iyalah gue laki. Mamak gue aja udah jelas-jelas ngasih tahu ke pencatat sipil kalo gue laki."

"Tapi kenapa lo nggak punya nyali buat nembak tuh cewek. Lihat tuh Diva. Dia baik, jelas jadi penulis wattpad yang keren. Lihat tuh, kak Rily. Cantik, ketua pemandu sorak. Cewek cantik idaman itu udah ada di depan lo dan udah nunggu lo untuk nembak. Cemen banget, sih," kata Aishila dengan nada yang agak ditinggikan. Tanda dia sedang kesal.

"Kalo gue nya yang nggak mau gimana?" tanya Alan yang menbuat Aishila spontan jadi tambah bingung.

"Terus yang elo mau itu yang kayak gimana? Jadi laki susah banget sih."

"Ya iyalah susah. Yang gue mau itu cewek yang kayak lo. Yang selalu ngerti perasaan gue waktu kesel, yang nggak pernah takut akan rintangan. Yang punya mimpi tinggi untuk menantang matahari," jawab Alan santai.

Mendadak jantung Aishila seakan berhenti karena perkataan Alan. Novel yang dibawanya terjatuh seketika. Membuat Alan buru-buru menoleh.

"Lo kenapa, shil? Yaelah kebaperan banget sih lo ma kata-kata gue." Alan tertawa jahil.

"Lan, perasaan cewek itu jangan di mainin. Nanti lo dapet karma loh. Untung lo ngomongnya cuman sama gue. Kalo lo ngomongnya sama cewek lain, bakal dianggap PHP lo nanti." Aishila menyubit lengan Alan yang menbuatnya meringsi.

"Yess! Sosok Aishila Dinanda yang terkenal sangar itu bisa gue luluhin juga hatinya." Alan lalu berlari.

Melihat dan mendengarnya, Aishila langsung pasang kaki untuk mengejar Alan. "Sialan lo! Mau minta gue lempar sepatu, hah?!" Teriak Aishila berapi-api, tapi tidak bisa menyembunyikan rona merah di wajahnya.

______________________________________
Tbc 💕

Menantang MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang