Ps : baca sambil dengerin mulmed, jangan lupa sedia tisu juga.
Selamat membaca cerita Aishila :)KEADAAN hari ini sedang tidak baik. Aishila bertubi-tubi menyalahkan dirinya atas dasar yang tidak jelas. Dia yakin, pasti karena dirinya tidak peka, Alan jadi menjauh. Padahal, kenyataannya tidak. Aishila saja yang kurang mengenal Alan dengan baik.
Setiap detik rasa yang dipendamnya, kali ini tidak membuahkan hasil apapun. Aishila sering menemukan artikel di google bahwa jika sedang menyukai seseorang, lebih baik kita pendam saja, agar menjadi misteri dan orang itu akan mencari lebih banyak mengenai kita. Namun, kenyataannya malah berbanding terbalik. Bukannya menjadikan dia misteri, kali ini, dia malah menjadi penghambat kehidupan Alan. Senista itu kah?
"Shil, gue butuh bantuan lo!" Sebuah suara terdengar dari bawah balkon kamarnya. Aishila mengerjapkan matanya beberapa kali, sebelum dia memutuskan untuk melihat siapa empu suara itu.
Aishila mendengus. Tamu tak diundang, seperti bisanya. "Apa sih, On?"
"Alan, Shil. Dia masuk rumah sakit!" Oni sengaja menaikkan suaranya satu oktaf, agar kalimatnya barusan memiliki kesan penekaan karena penting.
Mata Aishila sempurna membelalak. "Oke, gue turun sekarang. Anterin gue sekalian ya."
Aishila membuka pintu terasnya, sejenak mengeluarkan ponsel dan mengetikkan seseuatu kepada Ibu. Lalu berlari menuju mobil milik Oni yang sudah terparkir manis di depan rumahnya.
"Alan kenapa, On?" Air muka Aishila menjadi kian buruk.
Oni terdiam, masih fokus menyetir. Membuat Aishila hanya mendesah pasrah. Pikirannya kembali menerawang pada hal yang tidak-tidak. Melihat ekspresi Aishila yang memprihatinkan, Oni mengalihkan tangannya dari setir mobil menuju tangan Aishila. Menggenggamnya erat, seolah-olah berusaha untuk menguatkan.
Aishila termenung menatap tangannya yang digenggam oleh sebelah tangan Oni. Gadis yang penuh gengsi itu pasti juga paham dengan situasi yang terjadi kepada Aishila. Oni menoleh untuk menatap Aishila, lalu tersenyum lembut.
"Lo hanya harus tersenyum kalau ketemu Alan. Itu obat paling mujarab buat dia." Oni melepaskan pegangan tangannya lalu berpindah memegangi setir mobil lagi.
Perlu setengah jam hingga keduanya sampai di rumah sakit tempat Alan dirawat. Bukan tanpa alasan, jalanan ibukota memang tak pernah lepas dari kata macet. Oni kembali menggenggam tangan Aishila sambil mengarahkannya ke ruangan yang ditempati Alan. Aishila mencoba untuk tersenyum, walau keadaannya sekarang tangah terpaksa.
Oni berhenti tepat di sebuah kamar bertuliskan VIP dengan urutan nomor 402, menyentuh kenopnya, dan memutarnya hingga pintu tersebut terbuka. Aishila membelalak kaget ketika melihat sesuatu yang ada di dalam. Dia tidak merasa aneh dengan Ardha yang ada di sana. Tapi dia merasa aneh dengan sosok perempuan pendek yang ikut menunggu Alan. Dia Keiza.
"Kok lo masih disini, sih?" Oni berdecak sebal, lalu menarik tangan Keiza menjauh dari ketiganya. Menyisakkan tatapan bingung dari tautan alis Ardha.
Alan tersenyum lembut pada Ardha. "Nggak apa-apa. Lo ikut kesana aja sama Oni. Gue emang yang nyuruh Oni buat anterin Shila kesini."
Baru saja Ardha ingin menbantah, tapi tatapan Alan yang berubah menjadi dingin membuatnya urung. "Oke, tapi jangan berlebihan." Sambungnya berbisik lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menantang Matahari
Teen FictionSial! Kenapa yang namanya persahabatan lawan jenis itu pasti berujung pada hal laknat bernama jatuh cinta? Apakah matahari mampu ditantang? Tenanglah, ini hanyalah filosofi penggambaran yang mungkin ada diantara kehidupan kalian, yakni menyangkut ma...