4. Sang Perusak Selalu ada

258 41 3
                                    

"Karena perasaan ibarat dengan matahari waktu senja. Kalo cahayanya semakin redup, malah semakin kuat kekuatannya."

-Selamat membaca cerita Aishila:)-

ONI mendadak cemberut. Wajah khas Jawanya makin cantik jika terlihat cemberut. Tangannya yang sekuat atlet angkat besi itu mengepal keras. Suara gemeletuk gigi terdengar. Tatapan mata fokus tajam ke arah Keiza dan Alan.

"Lo kenapa, On? Nggak kesurupan, kan?" Aishila menyenggol lengan Oni.

"Nggak mungkin gue bisa kesurupan. Orang setan aja pada takut sama gue. Gue cuman males aja liatin Keiza," jawab Oni tapi tak melepaskan tatapan tajamnya.

Aishila menghela napas keras. "Emangnya kenapa sama Keiza? Wajar kalo Alan bisa langsung akrab sama dia. Keiza cantik, pinter juga. Enggak kayak gue yang...... " kata-kata Aishila terhenti.

"Shil, enggak semua orang itu bisa dilihat bener hanya karena tampang dan kelakuannya dari luar. Gue sekelas sama dia. Dan dia itu bener-bener anak sombong. Pasti dia ngaku nggak tahu Alan karena dia sibuk OSN kan?" Oni balik menatap Aishila yang mengangguk karena jawaban Oni.

"Udah gue duga. Lo jangan gampang percaya sama tampang sok alimnya dia itu."

Aishila tak menjawab. Dia malah memperhatikan Keiza yang tengah tertawa dengan Alan. Jantungnya jadi berdetak semakin cepat. Ya, Aishila mengaku. Dia memang menyukai Alan. Tapi anehnya, dia tidak merasa jantungnya berdetak lebih cepat di dekat Alan. Malah, jika sudah menjauh, rasanya khawatir jika Alan akan terpikat perempuan lain.

Dan mungkin, kekhawatiran Aishila akan terjadi. Gue tahu pasti bakal terkadi. Gue tahu, lo pasti bakal ngerasain jatuh cinta yang baru. Yang bukan karena jatuh cinta sebagai sahabat. Tapi, jatuh cinta sebagaimana layaknya lo sebagai cowok.

"Nggak apa-apa, Shil. Gue bakal ngasih perhitungan buat Keiza. Karena Alan itu cuman buat lo. Dan nggak ada yang bisa miliki dia selain lo." Oni maju selangkah. Namun urung karena Aishila menahannya dari belakang.

"Gue nggak mau lo atur hidup Alan, On. Terserah dia juga mau suka sama siapa, mau dimiliki siapa. Tugas gue sebagai sahabat cuman ngedukung apa yang terbaik dan bikin dia seneng aja." Aishila menggigit bibirnya.

Oni mengernyitkan dahinya. "Berarti lo emang bener suka sama Alan?"

Aishila menatap Oni. Pertanyaan itu telak membuat dirinya bergetar. Apakah dia memang harus membagi rahasianya itu kepada Oni? Aishila tetap terdiam di tempatnya.

Oni menepuk jidatnya. "Yah, Shil. Kenapa lo nggak pernah bilang sama gue? Kan gue bisa bantu lo buat bisa jadian sama Alan."

"Gue nggak mau maksa, On. Gue maunya dia tulus. Dan kita juga nggak tahu kalo Alan suka sama gue apa enggak." Aishila akhirnya menjawab. "Dan mungkin, karena Alan udah mulai berinteraksi dengan cewek lain dan udah bisa sedeket itu, gue mikir perasaan gue ke dia udah mulai redup."

Mendengarnya, Oni tersentak kaget. Tidak pernah Aishila merasa sesedih ini sebelumnya. Yang ia tahu tentang Aishila, adalah dia perempuan tomboy dan sangar dari kelas 10-8. Ternyata dia juga bisa merasa sedih karena cinta.

"Duh, Shil. Gue jadi nggak enak. Asal lo tahu aja ya, lo pasti bisa pertahanin perasaan kalo udah mulai redup. Bahkan akan jadi kekuatan super buat lo agar kuat." Oni menepuk pelan bahu Aishila-berusaha untuk menguatkan.

Menantang MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang