30. Ujian, First Kiss, dan Ardha

93 11 3
                                    

Selamat membaca cerita Aishila:)

UJIAN kenaikan kelas sudah di depan mata. Aishila berkali-kali memantapkan hatinya untuk bisa mengerjakan semua soal tes itu dengan baik, sebab Ardha dan keluarganya telah menaruh banyak harapan padanya agar nanti bisa naik kelas. Kali ini, dia akan mengesampingkan masalah Alan dan akan menyelidiki semuanya bersama Nadia sepulang mengikuti tambahan belajar.

Awal yang baik baginya, karena hari ini dia tidak telat dan Pak Supri menyambutnya dengan sumringah. Bahkan, Beliau berkali-kali menepuk bahunya tanda senang karena Aishila akhirnya mematuhi aturan sekolah. Sebelum bel pertama berbunyi, Ardha menyempatkan diri untuk menghampiri kelas Aishila dan mau mengajarinya.

"Ciye, bikin gue iri." Paul yang mendapat jatah duduk bersama Aishila saat tes tersenyum miring ketika Ardha dengan cepat menyambar kursi miliknya.

"Maaf, Kak. Tapi gue mau ajarin calon pacar dulu. Biar naik kelas. Lo nyusul Oni aja kalau iri." Ardha menjulurkan lidahnya, lalu tersenyum saat Aishila tiba di kelasnya.

"Gue sama Kak Paul? Kenapa harus sama kambing congek ini, sih?" Aishila menghentakkan kakinya sesaat lalu menatap malas ke arah Paul yang melotot karena ia beri panggilan tidak senonoh.

"Minta ganti aja sama Pak. Lagian, nggak ada gunanya juga lo protes sama gue. Dan asal lo tahu, kalau sampai lo ketawan nyontek, gue adalah orang pertama yang bakal neriakin nama lo. Oke, silahkan nikmati belajarnya." Paul melenggang pergi sambil memasang mimik wajah datarnya, membuat seisi kelas yang menatap wajah tampan itu mulai menghela napas. Sayangnya, Paul yang terlalu gengsi itu sudah dekat dengan Oni, perempuan batu yang tidak mau jika setiap ucapannya disanggah.

Aishila mencebikkan mulutnya. "Siapa juga yang mau nyontek. Gini-gini, gue kalau tes nggak pernah nyontek." Kemudian dia duduk di tempatnya dan mulai menanyakan seputar soal yang sulit pada Ardha.

SMA Pelita Nusantara memang begitu. Setiap ada ujian yang dilaksanakan, mereka pasti akan mendudukan semua siswanya dengan siswa satu tingkat lain, itu atas inisiatif Pak Supri, dan dengan begitu, mencontek akan sulit dilaksanakan.

"Semangat, ya. Nanti pulang sekolah gue traktir es krim kesukaan lo, deh." Ardha mengacak lembut rambut Aishila. "Kapan ya, lo jadi pacar gue?"

"Apaan sih, Dha. Lagi mau ujian, nggak usah bahas begituan. Nanti jadi nggak fokus." Aishila merapikan buku-bukunya ke dalam tas. Bel akan berbunyi sepuluh menit lagi.

Ardha tersenyum ketika mendengarnya. "Sejak kapan lo fokus sama kata-kata gue?"

Aishila tercengang. Semburat merah mulai menjalari wajahnya dan Ardha tertawa ketika melihat hidung Aishila mulai merah.

"Nggak, itu maksudnya fokus ngerjain."

"Iya, tapi lo kan fokus sama kata-kata gue barusan, makanya bikin lo nanti nggak fokus ngerjain kalau inget."

"Nanti santai aja, Shil ngerjainnya. Gue ke kelas dulu ya, bye." Ardha menahan tawanya, lalu mencolek hidung Aishila. "Gue suka, hidung lo merah cuman buat gue." Lalu dia melenggang pergi menuju kelasnya, menyisakkan Aishila yang masih mematung mendengar ucapan Ardha barusan.

***
Saat bel terakhir berbunyi, Aishila tampak bersorak senang, dan Paul mulai kesakitan pada telinganya. Maka dari itu, tangan kekarnya mulai menjauhkan wajah Aishila serta mulutnya dari telinganya agar nanti tidak semakin sakit.

Menantang MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang