9. Secret...

206 31 10
                                    

-Selamat membaca cerita Aishila:)-

Vote nya ya💞

***

JANTUNG Aishila berdegup kencang. Di depannya, Alan tak berkedip menatap kedua mata Aishila. Dia tertegun, mata Alan begitu indah jika sedang menatap.

"Eh, kenapa lo?" Aishila memecah keheningan.

Alan tetap tidak berhenti menatap mata Aishila. Tangannya masih memegang tangan Aishila. "Enggak apa-apa. Seneng aja gue liat wajah lo yang tersipu."

"Lah? Pede banget sih." Aishila melotot. Membuat Alan tertawa terbahak-bahak. Lantas melepas pegangan tangannya dari tangan Aishila.

"Yaudah deh. Sebenernya gue mau ngomong sesuatu sama lo," lanjut Alan dengan serius. Aishila terhenyak, Alan tak pernah seserius ini untuk bicara. Biasanya masih tersirat wajah bersahabat dari wajah Alan, namun kali ini tidak.

Aishila mengangkat kedua alisnya. "Apa?"

"Besok lusa gue nggak berangkat sekolah. Sampe seminggu. Makanya biar gue nggak kangen banget sama lo, sore nanti temenin yuk." Alan menghela napas. Tatapannya menjadi sayu.

"Kenapa nggak berangkat? Sore nanti emang mo kemana?" tanya Aishila bertubi-tubi.

"Ah biasa. Mbok gue minta buat nemenin jalan-jalan nanti selama seminggu." Alan menepuk bahu Aishila. "Rahasia dong, nanti lo juga tahu."

Aishila hanya mengangkat bahu. Masa bodoh dia mau dibawa kemanapun oleh Alan. Toh, ujung-ujungnya juga akan kembali ke rumah sendiri.

***

Aishila mengajak Alan untuk kembali ke kelas. Sudah cukup lama bagi mereka untuk istirahat. Sebelumnya, Aishila sudah bertanya ke ruang tata usaha perihal bekas gudang itu dan ternyata gudangnya tidak terpakai.

Saat masuk ke kelas, Aishila mendapat tatapan mematikan dari Pak Rudy. Mungkin karena masalah saat istirahat pertama tadi atau bisa juga karena telat masuk. Adimas tampak membisikan sesuatu ke Aishila.

"Kita ulangan, Shil. Buruan duduk, gih."

Aishila menepuk dahinya. Dia lupa jika sekarang adalah ulangan bahasa Inggris untuk kelasnya. Dia tampak tersenyum kikuk kepada Pak Rudy lalu mengambil kertas ulangan itu dari meja guru. Aishila buru-buru duduk di tempatnya dan langsung mengerjakan soal itu.

Mendadak perutnya terasa mulas. Seperti ususnya tengah melintir. Aishila mengehentakkan kaki pelan. Membuat sontakan suara tertahan dari mulutnya. Aishila mulai mengehentikan ulangan lalu kedua tangannya berpindah memegangi perut. Bagi Aishila, hal yang paling menganggu adalah sakit perut mendadak saat ulangan. Dia mengerang lemas, tubuhnya terasa keringat dingin. Dia sudah tidak kuat lagi, harus dibuang!

"Sir." Aishila tampak mengangkat tangan kanannya.

"Yes? "Pak Rudy yang tengah menatap layar ponsel, langsung menoleh ke arah Aishila.

Aishila menelan ludahnya, tenggorokan terasa begitu kering. "May i go to toilet,please?"

Pak Rudy menggeleng tegas. "No, Aishila. You should to finish your test, first."

"Please, sir. I must to go toilet now. " Aishila tampak memohon pada Pak Rudy sambil memegangi perutnya yang begitu mulas.

"Fine. Your time is ten minutes from now!" Pak Rudy akhirnya mengangguk. Sengaja memberi waktu lama karena melihat keadaan Aishila.

Aishila langsung berlari. "Thank you sir." Sejenak menganggukan kepala kepada Pak Rudy.

Tanpa melihat ke sekeliling kelas yang tengah menatapnya, Aishila berlari kencang menuju kamar mandi. Melihat kelakuan Aishila, Alan tampak bingung dari kelasnya. Apa dia dihukum lagi? Pikirnya dalam hati.

Sementara di kelas Alan, dia tengah bertekuk lutut dengan celoteh Pak Supri mengenai virus. Mirip dengan Aishila saat pelajaran biologi tadi, Pak Supri tengah menyindirnya juga.

"Anjirr, perut gue sakit banget kenapa sih?!" Aishila mendadak berteriak dari dalam kamar mandi. Membuat salah satu siswi yang mau masuk menjadi lari terbirit-birit karena terkejut.

Asihila menghela napas lega setelah lama di kamar mandi. Lantas berlari kembali menuju kelas.

"Sorry sir. Iam late again." Aishila mengetuk pintu kelas. Dia terlambat 2 menit."Thanks."

Pak Rudy menoleh, mengangguk lazim. "No problem. "

Aishila tersenyum menanggapinya, lalu kembali duduk di tempatnya. Dia mengambil bolfoin dan langsung melanjutkan ulangannya yang tadi sempat tertunda. Sekarang, pikirannya sudah segar untuk mengerjakan soal itu. Memang Aishila tidak begitu pandai soal pelajaran ilmu matematika dan IPA, tapi masalah bahasa dia adalah Issac Newton di kelasnya. Itu yang membuat dia menjadi pemikiran sulit dari guru-guru untuk mengeluarkannya. Karena Aishila adalah murid terpandai sesekolah mengenai pelajaran bahasa.

Dua jam selesai, Aishila sudah menyelesaikan ulangannya setengah jam yang lalu. Adimas selaku ketua kelas meminta seluruh murid untuk mengumpulkan hasil ulangannya.

"Shil, sore nanti ada acara nggak?" Nadia berbisik kepada Aishila.

Aishila mengangguk. "Kayaknya iya, Nad. Tadi Alan bilang gue suruh nganterin dia. Emang ada apa sih?"

"Ciye, makanya cepet jadian dong!" Nadia tersenyum menggoda. "Enggak, gue cuman mau minta tolong buat lanjutin puisi gue itu. Tapi kalo nggak bisa juga nggak apa-apa. Besok aja minta tolongnya."

"Maaf ya Nad. Janji deh besok gue bantuin." Aishila menghela napas. Mendengarnya, Nadia menganggukan kepala.

Aishila membereskan buku-bukunya ke dalam tas. Di hari Sabtu ini, pelajaran hanya empat jam. Dan dilanjutkan ekstrakurikuler wajib menjahit dan ekstrakurikuler sesuai bakat hingga pukul 3 sore.

Sekolah terlihat begitu ramai. Wajar saja, karena mereka tampak menuju ruang ekstra menjahit yang begitu sesak. Terlebih murid-murid kelas sepuluh. Mereka tidak ingin telat mengumpulkan tugas, karena jika sampai telat, bagi laki-laki akan diminta untuk menjahitkan seluruh seragam perempuan sesekolah pun sebaliknya untuk perempuan.

"Lan, lo udah jahit pinggirnya?" Aishila menepuk bahu Alan sambil memperlihatkan kemeja warna biru mudanya. Warna kesukaan.

Alan mengangguk. "Udah kok. Lo taruh aja di kardus itu, nanti juga bakal dinilai sama Bu Tutik. Buruan gih sana masuk, biar nggak terlalu sesak."

Mendengarnya, Aishila langsung masuk ke dalam ruang jahit. Tangannya mulai menepis satu per satu murid yang mencoba menghalangai jalannya. Benar-benar kebiasaan yang buruk. Selepas, menaruh kemejanya di kardus, Aishila kembali ke tempat Alan.

"Beres. Yaudah gue masuk ruang ekstra nulis dulu ya. Lo juga masuk ekstra TIK kan?" Aishila menyenggol pelan lengan Alan.

"Enggak." Alan menggeleng. "Ekstra gue libur. Gurunya mau nikahan."

Aishila mengangguk-anggukan kepalanya. "Kasihan nungguin gue lama. Mending lo balik aja dulu, nanti gue nyusul ke rumah lo."

"Jangan. Mending gue nungguin lo aja di kafe sebelah sekolah. Lagian, nanti kalo gue udah pulang, malah jadinya Mama nggak mgizinin gue keluar lagi." Alan menggeleng tegas.

Aishila mengangkat bahu, setuju saja dengan Alan. Lantas berlari masuk ke ruang kelas XI-1 untuk mengikuti ekstra nya. Meninggalkan Alan yang tengah terdiam sambil mencoba memakan sebuah pil bulat berwarna merah muda. Tangannya tampak bergetar.

______________________________________

Hai semua! Kepo sama Alan di akhir cerita? Yukk next:)

Menantang MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang