-Selamat membaca cerita Aishila:)-
HARI ini, termasuk hari yang menyiksa bagi Aishila. Sial demi kesialan mengiang di kepalanya. Pagi tadi, dia mendapat hukuman dari Pak Supri. Sedangkan sekarang, pelajaran biologi yang juga diampu oleh Pak Supri mulai membuatnya muak.
Berkali-kali Pak Supri meyindirnya karena mendapat predikat telat hampir setiap hari. Seisi kelas hanya menahan tawa, membuat Aishila ingin rasanya untuk melempar Pak Supri dengan sandal-seperti yang dilakukan Alan.
"Kalau kalian mau sukses, dengarkan kata Pak. Jadilah anak yang disiplin, karena awal kesuksesan itu adalah kedisiplinan." Pak Supri tertawa. Tetapi tidak ada yang menanggapi, karena itu tidak lucu sama sekali.
Aishila menggigit bolfoinnya. Berkali-kali dia mengumpat dalam hati agar waktu cepat berjalan. Namun, sepertinya pikiran waktu malah menentang keinginan Aishila. Sementara di depan, Pak Supri masih asyik dengan paparan virus dari LCD sambil sesekali melontarkan sindiran kepada Aishila.
"Sabar ya, Shil. Cobaan," kata Adimas-ketua kelas. Aishila hanya mengangguk lemas.
Kepala Aishila juga tengah terbagi menjadi berbagai macam pikiran. Namun, pikiran itu terfokus pada Alan yang pagi tadi mau mengambil resiko dihukum hanya karena untuk menemaninya. Beberapa teori konspirasi hingga mustahil mulai ia bayangkan. Membuat gurat gelisah muncul dari wajahnya yang cantik.
"Aishila!" Sebuah suara mengagetkan Aishila yang tengah melamun. Aishila memutar pandangan ke arah suara itu. Mampus gue, itu suara Pak.Pak Supri mendekati meja Aishila yang berada di pojok kelas. Aishila hanya bisa menatap langkah kaki Pak Supri yang panjang itu dengan parau. Jantungnya berdegup kencang. Guru yang termasuk jajaran 5 besar terkiller itu mendadak berjalan menuju mejanya. Benar-benar mengerikan.
"Kamu melamunkan apa, Shil?" Pak Supri tepat dua puluh sentimeter di depan mejanya. Membuat Aishila tersenyum pasrah.
"Saya tidak melamun, Pak." Aishila mengigit bibirnya bawahnya. Kebiasaan jika dia tengah gugup.
Pak Supri memicingkan kedua matanya. "Tidak mungkin kamu tidak melamun. Pak lihat sendiri kamu dari tadi cuman lihat ke arah meja, tidak menatap pelajaran Pak."
Seisi kelas membungkamkan suara. Biasanya, ada Riyan yang akan menyelamatkan Aishila dengan tingkahnya yang konyol. Tapi tidak untuk sekarang. Riyan tengah mati-mati an berjuang agar tidak di keluarkan dari sekolah. Ya, dia sedang dipanggil ke ruang BK.
Mendadak Aishila memegang kepalanya. "Iya, saya akui kalau saya melamun. Saya tadi sakit kepala, Pak."
Pak Supri menghela napas. Sudah menjadi kelemahan Pak Supri untuk mudah percaya dengan muridnya. Beliau pun kembali ke depan untuk melanjutkan materi yang sempat tertinggal.
"Gila lo, Shil. Udah berapa kali lo bohongin Pak. Kasihan, Shil. Pak udah tua. Jangan permainkan dia lagi, " kata Adimas ketika Pak Supri meninggalkan meja Aishila.
Aishila terkekeh. "Gue nggak permainkan Pak. Gue cuman bela diri aja."
"Kalo gitu mending lo ikut ekstra bela diri tuh. Hahaha." Adimas menahan tawanya.
"Iya. Maksud lo ekstra bela diri buat bela dari guru-guru killer pake gencatan alesan bohong, kan. Hahaha."
Empat puluh menit melambat. Tapi, Aishila bersyukur karena terompet sekolah sudah berbunyi. Dia buru-buru mengambil sebuah plastik besar dari dalam tas punggungnya. Kemudian berlari menju kamar mandi.
"Kebiasaan Aishila mulai lagi deh. Heran gue sama dia. Hahaha," kata Citra saat melihat Aishila tergesa-gesa ke kamar mandi.
Aishila memang begitu orangnya. Jika dia tidak sempat untuk mandi di rumah karena terlambat, itu bukan menjadi penghalangnya untuk tidak mandi. Dia akan mandi di sekolah. Dan untuk masalah pakaiannya, sudah ia siapkan tiap hari untuk berjaga-jaga. Sifatnya yang bisa dibilang gila luar biasa itu sudah dianggap tidak aneh di kelas X-8. Dulu, waktu awal masuk sekolah, Aishila pernah sekali terlambat. Lalu, saat terompet sekolah pertanda istirahat berbunyi, Aishila langsung mengambil plastik besar dari dalam tasnya. Itu membuat seisi kelas sering bertanya-tanya, dan pada akhirnya mereka tahu sebab Aishila dengan plastik besar itu. Ternyata berisi perlengkapan mandi termasuk pakaian dalamnya.
***
Selesai mandi, Aishila berjalan menuju kelasnya. Dengan perlahan dia menyembunyikan plastik besar itu dari ancaman bahaya guru killer. Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang.
"Alan ya? Duh, lo bikin gue kaget......" kata-kata Aishila terpotong. Mulutnya mendadak ternganga lebar atas seseorang yang berada di belakangnya.
"Isinya apa itu?" suara berat itu menggema di langit-langit koridor. Suara Pak Rudy.
Kali ini Aishila teradar. Bodoh sekali dia memilih untuk melewati kelas Alan. Bukannya sekarang adalah pelajaran Pak Rudy yang telah selesai. Dan pasti Pak Rudy juga keluar dari kelas itu bukan?
"Ini bukan apa-apa kok, Pak." Aishila menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Dahi Pak Rudy terlipat. Sial sekali dia harus berhadapan dengan guru yang terkenal tidak mudah percaya-bertolak belakang dengan Pak supri- seperti Pak Rudy. "Kamu mau saya panggilkan Bu Tutik biar mau memberi tahu isinya?"
Gila ya pak? Sendirinya aja udah tipe orang yang nggak gampang percaya, apalagi guru ekstra tabus kayak bu Tutik. Bisa mati gue.
"Eh jangan Pak. Isi dari plastik ini tidak wajar jika dibicarakan." Aishila mencoba untuk tenang.
Pak Rudy tampak semakin tidak percaya. "Apanya yang tidak wajar? Kamu bawa narkoba ke sekolah, hah?"
Mendengarnya, Aishila buru-buru menggelengkan kepala. "Tidak Pak. Tidak."
"Lalu apa?" Pak Rudy mengambil plastik besar dari tangan Aishila.
"Pak jangan dilihat isinya Pak. Tidak wajar..." Aishila tampak memohon. Tapi terlambat, Pak Rudy sudah membuka isi plastik itu.
"Apa-apaan ini!" Wajah Pak Rudy tampak memerah. Dia melemparkan plastik itu pada Aishila. "Dasar anak tidak waras!" lanjut Pak Rudy langsung meninggalkan Aishila.
Dibilang juga apa pak? Kan emang bener enggak wajar. Aishila tertawa jahat dalam hati. Sementara dari kelas X-7, Aishila dilontari banyak pujian karena pada akhirnya, mereka mendapat hiburan setelah tak bisa berkutat dari Pak Rudy.
"Bener-bener gila lo." Alan menyenggol lengan Aishila.
"Kan gue tadi udah bilang. Enggak wajar. Tapi emang dasar guru enggak percayaan. Mana tadi mau ngaduin ke Bu Tutik lagi. Emang mereka berdua itu cocok banget kalo jadi pasangan." Aishila tertawa.
"Iya ya. Eh btw lo cantik juga kalo rambutnya enggak diiket kek gini loh." Alan mengacak lembut rambut Aishila. Mendengarnya, Aishila melotot. Dia lupa jika dia membiarkan rambutnya tergerai.
"Apaan sih, Lan." Aishila spontan berlari. Membuat Alan mengejarnya.
"Nah mulai lagi deh drama baper nya. Huhh, gue iri berat coyy!!" Fita menggerang pada teman sebelahnya. Ellyta.
"Nasib coyyyyy!!!" Sahut Ellyta sambil menggedor meja.
______________________________________
TBC :p
KAMU SEDANG MEMBACA
Menantang Matahari
Teen FictionSial! Kenapa yang namanya persahabatan lawan jenis itu pasti berujung pada hal laknat bernama jatuh cinta? Apakah matahari mampu ditantang? Tenanglah, ini hanyalah filosofi penggambaran yang mungkin ada diantara kehidupan kalian, yakni menyangkut ma...