16. Bertemu Terus-Terusan

163 22 19
                                    

-Alan Jhonson-Selamat membaca cerita Aishila:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Alan Jhonson-
Selamat membaca cerita Aishila:)

AISHILA menghembuskan napasnya perlahan di depan kaca toilet sekolah. Hingga membentuk sebuah kabut. Dimana dia tau bahwa kabut tengah melambangkan dirinya. Bahwa kabut yang sementara menempel di kaca itu cocok untuk dijadikan penggambaran hati Aishila yang juga sementara menempel di hati Alan. Lucu sekali.

Maka, Aishila segera menghapus kabut itu dan pergi meninggalkan toilet. Namun, jika dalam keadaan dirinya sekarang, dia tak bisa semudah itu menghapus Alan dalam benaknya. Aishila merogoh i-phone nya. Yang kemarin ia banting karena kesal. Tapi untungnya benda yang selalu menjadi teman Aishila itu tidak rusak barang semili pun.

Dia membuka gallery-nya. Sebab dia sudah tak sabar ingin melihat wajah Alan. Aishila begitu rindu dengan Alan, kali ini dia tak bisa membohongi hatinya.

 Aishila begitu rindu dengan Alan, kali ini dia tak bisa membohongi hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aishila tersenyum. Itu foto ketika dia mengantar Alan dan Tante Diany pergi menonton konser Bon Jovi. Dia sengaja menggunakan pakaian gelap seperti Alan. Dan itu membuatnya semakin rindu.

Mendadak sebuah notifikasi terpampang pada layar. Aishila mengernyitkan dahi. Oni mengirimkan foto padanya. "Ini anak kenapa sih? " Segera Aishila menekan notifikasi itu dan munculah sebuah foto.

Aishila tercengang melihat foto kiriman Oni

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aishila tercengang melihat foto kiriman Oni. Itu saat mereka bertengkar di cafe, terlihat dari pakaian yang Alan gunakan. Tapi yang membuat Aishila tercengang adalah, wajah seorang perempuan yang ikut bersandar di sebelah Alan. Dia Keiza. Pipi Aishila langsung memanas. Dia lantas pergi menuju kelas Oni untuk bertanya.

Tiba di kelas 10-3, Aishila banyak mendapatkan perhatian. Maklum saja, kelas anak-anak emas SMA Pelita Nusantara memang selalu memperhatikan orang-orang yang sering masuk ke kelasnya. Termasuk Keiza. Dia terlihat menatap Aishila dengan tatapan malas, lantas beranjak pergi.

"Rin, anterin ke kantin yuk. Males banget di kelas." Keiza menarik tangan Rini keluar kelas. Dia merasa tidak enak dengan wajah Aishila barusan.

Oni yang tengah belajar fisika di pojok kelas bersama dengan Paul,  menoleh ke arah Aishila. "Buruan,gih. Untung lo peka langsung ke sini, Shil."

"Keiza ternyata nyewa tukang foto buat fotoin dia sama Alan waktu di depan cafe. Jadi, dia sengaja juga pura-pura di copet biar Alan nolongin. Dan pada akhirnya, bikin lo cemburu. Karena dia suka sama Alan dan dia tahu kalo lo deket sama Alan dan lo pasti punya rasa ke dia. Emang dasar anak pinter dia." Oni memicingkan matanya ke arah tempat duduk Keiza.

"Lo kata siapa?" Aishila menaikan sebelah alisnya.

"Gue denger sendiri Keiza cerita sama Rina waktu tugas kelompok. Waktu itu gue sekelompok sama dia dan dia curhat panjang lebar soal itu. Terus foto yang gue kirim ke elo tadi, dia jadiin photo profil WA nya," Oni mengehentikan bicaranya sejenak. "Nih lo liat sendiri."

Aishila menghela napas perlahan. "Yaudahlah, nggak usah dipikirin lagi. Mungkin, juga Keiza bahagia dengan gitu ya terserah lah."

Mendengar jawaban Aishila, Oni dan Paul tercengang. Baru kali ini, Aishila mau menerima dengan lapang dada. Entah suatu mukjizat apa yang bisa sedikit demi sedikit melunakkan hati batu Aishila itu.

"Baguslah, yaudah lo buruan pergi sono. Gue sama Paul masih mau belajar fisika. Biar nilai ulangan gue bagus dan Profesor Supri nggak nurunin gue ke kelas lain." Oni menepuk bahu Aishila pelan. Dia balas tersenyum. Mungkin, kali ini Aishila harus belajar arti merelakan agar dia tak merasa sakit di kemudian hari nanti.

"Iya,Shil. Kasihan Oni." Paul menambahkan.

Di tengah perjalananya ke kelas, Aishila mendapati sosok laki-laki yang akhir-akhir ini sering dia temui. Air mukanya berubah ketika dia tahu dari temannya bahwa laki-laki itu akan sekolah di sini karena orang tuanya dipindah tugaskan kemari.

Ardha menoleh ketika merasa diperhatikan seseorang. "Lah, Aishila?" Dahinya berkerut ketika tahu siapa yang sedang melihatnya kini.

Aishila balas tersenyum. Dia harus minta maaf pada Ardha yang menurut persepsinya kini adalah orang baik. "Hei,Dha. Lo pindah ke sini,ya. Berarti kita satu sekolah."

"Eh?" Kerutan di dahi Ardha semakin dalam, dia bingung dengan sikap Aishila yang berubah drastis seperti ini. Tapi pada akhirnya, dia tersenyum juga.

"Mungkin lo aneh sama sifat gue ya. Ya maaf, gue emang gini dari lahir. Oh ya, masalah tadi pagi gue minta maaf,ya. Dan sungguh, gue seneng lo bisa sekolah di sini." Aishila menepuk bahu Ardha, lantas meninggalkannya. Jujur, kali ini jantung Aishila bertalu-talu cepat ketika menyentuh bahu Ardha.

"Ya," jawab Ardha masih dengan senyuman manisnya.

Aishila tahu. Sungguh, bukan menerima yang barulah yang terberat, tapi melepaskan yang lamalah hal terberat sepanjang zaman. Tapi, dengan kehadiran Ardha di sekolah ini, dia pasti siap jikalau suatu hari nanti Alan akan pergi darinya.

____________________________________ 19.20 Iam back, my lovely readers! 😆
Aku cocok dipanggil apa, guys?😂

Menantang MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang