"Karena lo itu ibarat jasmani buat gue. Dan gue adalah roh buat lo. Walaupun diciptakan beda, tapi dijadikan untuk saling bersama."
-Selamat membaca cerita Aishila:)-
Desember, 2014
HUJAN menyelimuti ibukota. Hawa menyejukkan itu menguar, mengisi halaman rumput rumah. Lihatlah, Aishila dan Alan tengah menari-nari di bawahnya. Membuat irama gesekan antara rumput dan kaki mereka-terdengar merdu. Seperti biasa, jika beban sekolah terlalu suntuk untuk Aishila dan Alan, mereka akan menanti hujan di halaman rumput rumah Aishila dan menari di bawahnya untuk mengusir penat.
Aishila memegang tangan Alan, lalu keduanya pun bersamaan menatap langit, membiarkan seluruh air hujan menyapa wajah. Dengan begitu, seluruh penat yang terjadi pada hari ini akan luntur bersamaan rintik air hujan.
"Alan! Aish! Kalian mau sampe kapan hujan-hujanan? Ayo masuk," suara Ibu terdengar keras dari balkon kamar Aishila.
"Bentar, bu. Mau ngusir penat dulu!" Aishila mengangkat tangannya, memberi tanda bahwa dia belum selesai bermain hujan.
Ibu menghela napas panjang, membuat suatu kepulan udara hangat dari mulutnya. "Dasar tuh anak, maunya barengan mulu. Sekalian aja pacaran kenapa sih?"
Sementara Alan dan Aishila masih sibuk berkutat dengan tarian mereka. Sederhana saja, hanya berputar sambil bergandengan tangan dan saling menyenggolkan lengan. Namun bagi mereka hal itu sangat istimewa, teruntuk jika memang memiliki sebuah perasaan.
"Gue capek, Shil. Adem. Masuk aja yuk," kata Alan memulai.
"Yaela cemen banget sih. Yaudah deh. Gue ngikut lo aja." Aishila terkekeh.
Alan dan Aishila berlari masuk ke dalam. Di dekat beranda rumah, Ibu sudah menggeleng-gelengkan kepala sambil menunjuk kedua pakaian mereka yang basah.
"Alan mandi aja duluan. Biar nanti bajunya tante cuciin. Kamu bawa baju kan?" Ibu menepuk bahu Alan.
"Bawa kok. Tapi nanti biar Alan cuci sendiri aja. Nanti malah ngerepotin tante lagi." Alan tersenyum manis.
Aishila menyeringai. "Masak lo mau cuci baju ? Orang baju abis pake aja numpuk di kamar. Hahaha."
Mendengarnya, Ibu mendadak menjewer telinga Aishila. "Bilang apa kamu?"
Telak Aishila meringis gaduh. Dia lupa kalau sudah menjadi keputusan diantara Ibu dan Tante Diany jika mereka dilarang menggunakan bahasa prokem alias 'lo-gue' di dalam rumah. Karena kejadian itu, Alan tampak menahan tawanya. Membuat rahangnya sedikit bergetar.
Sialan lo. Awas aja, biar gue bales lo buat ngomong pake lo-gue di depan tante Diany. Aishila tertawa jahat dalam hati, tapi tetap meringis kesakitan karena Ibu belum juga melepas jeweran maut itu dari telinga Aishila.
"Udah lah tante. Kasihan Aishila." Alan mendadak berbicara layaknya superhero.
Karena Ibu sangat menyanyangi Alan, hatinya pun luluh dan langsung melepas jeweran itu dari teling Aishila, tapi membuat tanda merah di telinganya.
"Mending kamu mandi duluan aja, Shil. Biar aku ngalah," lanjut Alan masih dengan tampang sok superheronya itu. Aishila mendengus, lalu menarik handuk yang disediakan di atas sofa. Lantas bergegas masuk ke kamar mandi.
Sehabis mandi, Aishila bukannya mendapat sebuah minuman hangat, tapi malah menyaksikan Alan yang tengah menengguk habis jatah minumannya. "Eh lo itu- eh maksud aku, kamu itu ngapain habisin jatah gue-eh aku hah?"
Alan nyengir. "Kamu bilang apa? nggak jelas, Shil." Wajar saja, semenjak Aishila memasuki smp, dia tak pernah terbiasa jika menggunakan 'aku-kamu'. Dan karena itu, Alan sering menggoda Aishila yang membuat dia keceplosan di depan Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menantang Matahari
Teen FictionSial! Kenapa yang namanya persahabatan lawan jenis itu pasti berujung pada hal laknat bernama jatuh cinta? Apakah matahari mampu ditantang? Tenanglah, ini hanyalah filosofi penggambaran yang mungkin ada diantara kehidupan kalian, yakni menyangkut ma...