Ps : diharapkan agar tidak menonton versi video track lagu di mulmed :v
Selamat membaca cerita Aishila:)
PAUL menghiraukan keheningan antara Ardha dan Aishila yang tampak mematung satu sama lain. Disisinya Oni mencoba untuk membuat keduanya tidak canggung dengan melontari ucapan-ucapannya yang sama sekali tidak lucu. Paul menghela napasnya panjang, lalu beranjak berdiri. Membuat Aishila dan Ardha langsung menatap Paul.
"Mau kemana, Kak?" Aishila dan Ardha bertanya bersama, sempat menatap satu sama lain sekilas sampai kemudian saling memalingkan muka.
Paul tersenyum. "Kompak, ya? Gue mau balik, ada les piano. Oni mau ikut balik?"
Mendengar ajakan Paul, Oni menggeleng sejenak. "Aku mau temenin Shila biar nggak canggung sama Ardha. Kamu duluan aja."
Walaupun sedikit kecewa dengan jawaban Oni, Paul tetap membalasnya dengan tersenyum lalu mengacak lembut gadis itu. "Aku pulang dulu. Bye!"
***
Di sisi lain, Alan sedang memakan bakso dekat rumahnya bersama dengan Inggar. Mereka berdua tampak menikmatinya, walaupun wajah masa Alan sudah menyiratkan bahwa hatinya sedang tidak baik. Inggar masih berusaha agar tidak termakan wajah Alan yang menyebalkan itu, tapi lama-lama Inggar merasa geram sendiri.
Tangannya kemudian menyambar minuman es teh milik Alan yang langsung dihadiahi pelototan manis. "Kenapa, sih? Kalau nggak niat makan, kasih gue aja."
Alan masih melotot, lalu menjitak kepala Inggar sambil mengambil es tehnya. "Nggak apa-apa."
"Yaudah, kalau gitu. Biar gue yang cerita sesuatu sama lo." Inggar menatap lesu baksonya yang sudah tandas.
"Apaan?"
Air muka Inggar berubah. Dia mengingat-ingat detail pasti kejadian tadi siang. Saat Petra menjelaskan sesuatu padanya, dan itu sungguh membuat Inggar terpukul. Dia kemudian menceritakan semua itu pada Alan. Tentang alasan Petra yang menolaknya secara tegas, dan dia tak pernah merasa sekalipun menyukai Inggar, membuat laki-laki itu mengacak rambutnya frustasi.
"Gue tegasin, ya. Kenapa sih cinta itu rumit? Ini malah Petra sukanya sama kembaran gue. Kalau dibandingin, gue nggak ada apa-apanya sama Enggar." Inggar menghela napasnya panjang-panjang, membuat suatu kepulan udara yang tercetak di atas mangkuk baksonya.
Alan menatap prihatin Inggar, lalu menepuk pundaknya secara jantan. "Iya juga. Enggar itu ada di kelas unggulan, nah lo cuman di kelas biasa. Sama kayak gue. Tapi, jangan paksain hati cewek, Nggar. Itu sama aja lo ngerendahin derajat mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menantang Matahari
Teen FictionSial! Kenapa yang namanya persahabatan lawan jenis itu pasti berujung pada hal laknat bernama jatuh cinta? Apakah matahari mampu ditantang? Tenanglah, ini hanyalah filosofi penggambaran yang mungkin ada diantara kehidupan kalian, yakni menyangkut ma...