21. Lebih Mengenal Ardha

193 18 41
                                    

Selamat membaca cerita Aishila:)

BOLEH juga jika Ardha mencoba mengungkapkan perasaannya kepada Aishila sekarang. Lagi pula Alan juga membiarkannya, toh jika Alan merasa sakit hati, itu juga bukan salah Ardha. Jadi Ardha tidak terlalu pusing memikirkannya. Namun, dia juga tahu bahwa Aishila menyukai Alan, dan dia tak mau jika nanti perasaannya hanya terbuang sia-sia seperti kemarin.

Ardha orangnya memang skeptis, dia terlalu memikirkan urusannya saja, yang lain pasti dia tinggalkan. Tapi mau bagaimana lagi, jika sudah menyangkut masalah hati, Ardha seperti orang bodoh. Dia pernah suka dengan perempuan, dan dia menyia-nyiakannya karena tak pernah mengejar perempuan itu barang sekali. Jadi, ketika perempuan itu telah dimiliki orang lain, Ardha hanya bisa mengeluh tertahan, meninggalkan satu pertanyaan yang selalu membuncah di kepalanya. Mengapa dia tak mencoba untuk mengejarnya? Dan Ardha hanya mendengus sebagai jawaban.

Jujur, Ardha masih belum bisa melepaskan perempuan itu dalam benaknya. Dia masih sering memimpikannya, menjadi bagian terburuk dari sebuah mimpi, ketika perempuan itu tersenyum dengan laki-laki lain. Namanya Fifi. Ardha suka memanggil Fifi dengan embel-embel chan dibelakangnya, menilik wajah Fifi memang seperti orang Jepang. Dia baik, dan yang paling Ardha suka dari Fifi adalah senyumnya yang manis. Namun, ketika Fifi mengungkapkan perasaannya kepada Ardha, dia malah terdiam seperti orang bodoh, dia terlalu takut untuk mengatakan cinta.

Beberapa hari setelah Fifi mengungkapkan perasaannya kepada Ardha, mereka menjadi canggung. Menjadi pribadi yang memilih untuk menjauhkan diri masing-masing. Ardha tak ada niat untuk mengejar Fifi walaupun dia menyukainya. Dan Fifi juga teguh kepada pendirian wanitanya, yakni selalu menunggu. Hingga beberapa bulan berlalu, Fifi sudah lepas dari kedekatannya dengan Ardha. Mereka sudah seperti orang yang saling tidak mengenal. Bahkan, terdengar isu bahwa Fifi sedang dekat dengan salah satu laki-laki populer di sekolahnya, Niall. Fifi akhirnya menyukai Niall, begitupun sebaliknya. Dan Niall menembak Fifi seketika itu pula, pada saat perayaan ulang tahun Fifi, bahkan Ardha melihatnya. Maka, detik itu pula Ardha membenci Fifi. Dia diundang dalam pesta ulang tahun itu hanya untuk menonton Niall yang tengah menembak Fifi.

"Lo ngundang gue dia pesta ulang tahun ini cuman untuk lihat Niall nembak lo? Basi, Fi." Ardha mengepalkan tangannya. Setidaknya, walaupun mereka sudah jauh, dan Fifi sudah tidak menyukainya, Fifi tidak bisa mengundang Ardha dan membuatnya patah hati. Itu tidak benar.

"Gue nggak bermaksud untuk buat lo sakit hati, Dha. Tapi gue cuman mau memberi tahu lo, bahwa setiap cewek nggak akan kuat lama-lama untuk nunggu, mereka punya hati," Fifi terdiam sejenak. "Dan hati mereka tidak diciptakan untuk menunggu hingga menjadi rapuh karena menunggu."

Ardha mendengus. "Lo nyindir gue, karena gue nggak nembak lo waktu lo bilang suka sama gue?"

Mendengarnya Fifi tersenyum, lantas menggeleng. "Mau nembak atau tidaknya lo itu bukan hak gue. Gue tulus mau ngundang lo karena lo pernah ada di hati gue, ya walaupun lama-lama buat hati gue rapuh. Dan bahkan gue juga nggak tahu kalau Niall bakal nembak gue tadi. Tapi, hati gue nggak bisa dusta kan? Makanya gue nerima dia, dan gue nggak mau nunggu lagi."

"Lo bilang gitu agar gue tenang, kan? Fi, kita udah jadi orang yang nggak saling kenal lagi, dan lo bahkan udah blokir semua kontak gue di sosmed lo. Jadi, buat apa lo kasih pengertian itu ke gue. Sekarang aja kita udah nggak saling kenal." Ardha tersenyum miring, lantas ia menghembuskan napas perlahan. Berusaha menetralkan amarahnya.

Fifi masih tersenyum manis, dan Ardha kini membenci senyumnya. "Dha, gue emang bilang ini buat nenangin lo. Cobalah, Dha, lo coba untuk berusaha ngerti cewek. Nggak mungkin kan mereka nembak duluan? Ya walaupun banyak yang bilang jika itu termasuk emansipasi wanita. Tapi rata-rata cewek pasti milih untuk nunggu, daripada nembak. Kita punya harga diri, Dha. Yaudah lah, kita emang udah nggak cocok untuk sekedar jadi temen, ya. Padahal, gue ngundang lo kesini punya niat agar kita tetep bisa jadi temen. Tapi emang udah nggak mungkin, ya." Fifi meninggalkan Ardha, namun Ardha menahannya.

Menantang MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang