Berlin, 10. #1

17 1 0
                                    

Aku memasang headset yang sedari tadi sudah ku pasangkan pada Ipod ku. Lagu dari Eric nam dengan judul Good for you pun melantun indah di telingaku. Pada saat mendengarkan lagu ini aku mulai sadar bahwa banyak pertanyaan yang ingin ku tanyakan pada Aro tadinya.

Bukan hanya tentang Kavi kok. Aku juga mau menanyakan tentang hal-hal yang ada pada Berlin. Karena aku merasa Aro adalah teman yang cocok untuk berdiskusi tentang hal semacam itu.

***

Aku sampai pada halte bus terdekat dari apartment. Segera ku keluarkan peta yang dibelikan oleh bunda kemarin. Aku mengecek posisiku saat ini. Pada saat sudah menemukan posisiku berada, lalu dimulai dengan menandai pada halte mana aku akan berhenti untuk mencapai Grunewald.

Bus yang ku tunggu pun datang. Aku melihat kesekitaranku, apakah ada orang lain yang lebih membutuhkan satu bangku didalam sana? Ahh, ternyata dari tadi aku hanya sendirian. Baiklah, bangku itu memang untukku. I'm coming!

Aku langsung menuju bangku yang terdapat disamping jendela. Benar-benar posisi yang bagus. Walaupun hanya satu bangku, rasanya aku lebih nyaman dengan posisi seperti ini. Bus pun melaju pada jalurnya.

Baru akan menghembuskan nafas, aku melihat dua pria yang tampaknya ku kenali. Bercengkrama pada trotoar yang sejalan dengan apartment ku. Itu Kavi dan.... Satunya lagi adalah Raynar?

Raynar tampak sedang merangkul Kavi. Bukan hanya merangkul, tangan kanannya pun sesekali menyentuh telinga Kavi dan membuat respon yang lucu pada Kavi. Sepertinya telinga adalah daerah sensitif Kavi, dia menggeliat pada saat Raynar memegang telinganya. Tidak mau kalah, Kavi membalas keisengan Raynar dengan menendang bokong Raynar. Lucu sekali mereka?

Aku hanya dapat melihat mereka dari bus dan itu pun hanya beberapa menit saja. Karena bus yang ku tumpangi tetap melaju menuju tujuannya.

***

Aku berhenti tepat di halte terakhir untuk menuju Grunewald. Pada peta ini tidak ada lagi halte selain halte yang terakhir ku tumpangi. Sepertinya aku harus berjalan sedikit untuk mencapai Grunewald. Tidak masalah, aku sangat suka berjalan. Ditambah pemandangan disekitar sini yang Membuat mood ku semakin membaik untuk melalukan jalan sehat tidak terencana ini.

Ternyata jarak dari halte dari Grunewald tidak begitu jauh. Aku membutuhkan waktu kurang lebih 7 menit untuk sampai di taman kota Berlin ini. Dengan sigap, aku memasukkan Ipod ku kedalam saku rok. Lalu mengeluarkan camera yang sudah ku isi full baterainya.

Aku mulai memotret segala hal yang menurutku pantas untuk diabadikan didalam camera kesayangan ku ini. Belum puas memfoto sekitaran, aku memilih untuk duduk sejenak dan menikmati udara sejuk disekitaran taman ini.

Banyak orang yang piknik dengan keluarganya, anak-anak yang berlarian, bermain gelembung air, mengejar satu sama lainnya. Majikan yang mengajak anjingnya berolahraga. Tentunya ada juga sejoli yang tengah menikmati indahnya Grunewald siang ini dengan saling berpegang tangan, mengistirahatkan kepala pada bahu si kekasih. Atau merebahkan badan untuk menatap langit Berlin siang ini dengan paha sang gadis sebagai alasnya.

Aku berjalan menuju tepian sungai, menghirup udara segar yang dikeluarkan oleh sungai Havel yang tampak tenang dan mengikuti sorak gembira dari para pendatang. Bergeser kesebelahnya, aku melihat sebuah lingkaran yang terbuat dari orang-orang yang tengah mengamati pemusik jalanan memainkan musik, serta beberapa penonton yang tidak dapat menahan alunan musik bak merasuki jiwanya sehingga membuat mereka kehilangan akal dan memilih untuk menari diantara si-pemusik. Bukan hanya satu atau dua orang, ternyata lebih dari lima orang terinfeksi oleh alunan melodi si-pemusik jalanan tersebut.

Para saudara, sahabat, atau kekasih sang penari dadakan pun tidak dapat menahan tawa yang bercampur dengan rasa malu. Jika tidak ingin menari, sebagian penonton menepuk kan tangannya, membuat si penari dan pemusik semakin bersemangat.

Aku terburu-buru berjalan melewati kerumunan tadi, takut seandainya terinfeksi oleh alunan melodi yang dibawakan si pemusik jalanan tadi. Aku melihat jam ku yang saat ini menunjuk kan pukul 15.12 p.m. Ini sudah waktunya aku meninggalkan Grunewald yang hangat dan ceria. Lain kali aku akan kembali!

***

Aku pun kembali berjalan untuk menuju halte tadi. Saat sedang dalam perjalanan menuju halte, aku melihat berbagai macam makanan ringan dan minuman yang dijual disekitaram Grunewald.

Mulai dari Bienenstich yang dari awal menarik perhatian ku.  Bienenstich ini di ambil dari kata sengatan lebah, yakni lebih tepatnya merupakan makanan manis yang ternyata di dalamnya terdapat madu. Beberapa bahan yang ada dalam Bienenstich ini seperti krim vanilla, madu, almond dan bahan-bahan lainnya.

Lalu ada pula Lebkuchen. Makanan khas jerman yang satu ini merupakan roti jahe tradisional yang berasal dari Negara Jerman. Lebkuchen ini menurutku sangat cocok dimakan pada saat musim dingin. Aku pun memilih untuk membeli Bienenstich, Wurst atau di Indonesia sama dengan Sosis. Hanya saja dagingnya ada yang terbuat dari babi dan sapi. Tentunya aku memilih daging sapi.

Untuk minuman, aku memilih Spezi. Minuman yang satu ini merupakan jenis minuman orange soda atau cola yang cocok diminum pada saat cuaca terik. Walaupun cuaca hari ini cerah, aku akan tetap mencobanya. Karena aku sangat menyukai soda. Masih banyak makanan dan minuman yang belum sempat ku coba. Lain kali pasti ku coba kalian semua hehe.

***

Aku tiba di apartment kira-kira pukul 17.34 p.m. Pada saat baru memasuki apartment, aku melihat begitu banyaknya sepatu yang tersusun didepan pintu. Tidak mungkin rekan kantor ayah menggunakan sepatu Adidas Superstar Supercolor? Atau dua sepatu dengan merk Puma ini?

Baru akan mengucapkan salam, Aliya mengetahui kedatanganku.

"Sudah pulang kak?" Tanyanya dengan tangan berisi nampan yang diatasnya terdapat 4 cangkir minuman.

Serentak 3 laki-laki yang tengah duduk berhadapan melihat kearahku.

When you, me, and Berlin met.Where stories live. Discover now