Berlin, 6

21 1 0
                                    

Empat.
Ini keempat kalinya, jantungku keluar dari ritmenya. Keluar dari jalurnya.

"Apa itu gedung yang kau maksud? Gedungnya tepat disebrangmu. "
"Kayaknya bukan, tapi biar aku check dulu." Lalu Kavi melepaskan tangannya pada ranselku dan juga tangannya yang tepat berada diatas keningku.

Untung aku harus mengecheck kembali foto pada camera ku. Jika aku tidak bakalan kedapatan salah tingkah didepan Kavi.

"Loh kok beda?"
"Mana? Coba Saya lihat" Cameraku beralih tangan, saat ini berada pada genggaman Kavi. Ia memandangnya begitu lekat. Iya, tampan.
"Kenapa liatin Saya?" Tiba-tiba saja dia berbicara kepadaku dan langsung melihat kearah ku.
"A..apa? Tidak, aku hanya memerhatikan mu. Keliatannya serius sekali memandangi foto itu. Apa kamu menemukan sesuatu?" Lebih baik jujur, walaupun banyak kata yang lebih baik aku saja yang mengetahuinya.

Tanpa sadar, kami berjalan sudah cukup lama. Sangat lama. Sampai jam sudah menunjukkan pukul setengah 5. Ini waktunya untuk sholat. Tidak terasa aku sudah berjalan selama ini tapi kenapa rasanya hanya sebentar ya?

Apakah aliya dan keluarganya tidak mencariku? Atau malah aliya yang benar-benar menghilang? Bagaimana ini? Aku langsung menggelengkan kepala kuat.

"Loh? Bukannya tadi kamu sholat ya Saya lihat?" Tiba-tiba saja Kavi sudah berkata begitu padaku.
"Iya aku sholat, siapa yang bilang tidak?" Aku malah balik bertanya.
"Tadi kamu menggeleng-geleng."
"Aaaah, bukan yang itu maksudku."
"Lalu yang mana?"
"Tidak penting hehe"
"Yasudah, kita cari mesjid dulu." Dia berjalan selangkah lebih awal dariku.

***

Kali ini Kavi lebih dulu selesai sholat, karena aku melihat ia sedang memandangi jalanan di sebrang sana. Rasanya suasana sore ini sangat indah sekali walaupun aku harus kehilangan alamat housefam ku. Tapi entah kenapa rasanya kecemasan ku sedikit berkurang. Mungkin karena aku tidak sendiri mencarinya.

Atas dorongan apa aku tiba-tiba saja mengeluarkan camera dan langsung memotret pemandangan yang baru saja aku lihat. Tanpa membuang kesempatan, langsung kuabadikan memont ini.

"Apa yang kamu lakukan zhetta?"

Astaga. Apa dia melihatku memfotonya? Atau dia mengetahui bahwa aku mengambil gambarnya? Bagaimana ini?

"Aku hanya melihat gambar yang tadi, mana tau setelah sholat aku mendapat sedikit pencerahan" Alibi ku.

Sepertinya Kavi tidak mau mengambil pusing dengan tindakan ku tadi. Dia hanya diam dan berbalik kearah ku seperti sedang menunggu untuk berjalan kearahnya.

"Lalu kita harus kemana sekarang?" Tanyaku pada Kavi seraya berjalan kearahnya.

"Apa kamu pernah melewati jalanan tadi?"
"Aku tidak ingat, mungkin kalau aku melihat camera akan lebih membantu."

Karna selama perjalanan bersama Aliya tadi aku sibuk memotret sekitaranku. Jadi masih ada petunjuk untuk mengingat jalan yang pernah ku lalui tadinya.

"Kamu pegang saja camera ku, mungkin bisa sedikit membantu. Karna selama jalan bersama Housefam ku, aku selalu memfoto beberapa tempat." Jelasku, agar dia ataupun aku tidak putus asa dalam pencarian Housefam ku ini.

"Baiklah" jawabnya sambil mengambil alih cameraku.

***

"Sudah pernah kesini?" Tanya Kavi padaku.
"Hm?"
Dia menoleh kerahku dengan mimik wajah nya seperti sedang menunggu jawabanku dengan alis kanannya naik keatas.
"Belum, ditambah dengan hari ini. Sudah 2 hari aku berada di Berlin."
"Udah pernah coba makanan jerman Sebelumnya? Halal kok." tanyanya.
"Apa aja, yang penting makan" hanya kalimat itu yang terlontar dari bibirku. Aku benar-benar lapar.

Kavi hanya mengangguk paham akan jawabanku tadi. Karena tak lama setelah itu sampailah kami pada suatu tempat makan. Walaupun kondisi ku saat ini sangat kelaparan, aku tidak dapat menahan keinginan ku untuk menjelaskan tempat apa yang akan ku kunjungi untuk lunch yang super terlambat ini.

Tempat makannya sangat sederhana, tetapi jika dilihat dari kejauhan tampak antusias dari pelanggan sehingga membuat bangku luar hanya tersisa kurang lebih 4 pasang bangku serta meja.

Pada dinding restaurant tersebut terdapat berbagai jenis menu andalan mereka. Dari sudut depan hingga sampingnya. Aku tidak sempat melihat bagian dalam restaurant tersebut, karena mataku sejak sampai tadi langsung tertuju pada sepasang bangku yang menghadap jalanan yang tampak padat sore ini mungkin karena para pekerja kantoran atau lainnya sudah pulang dan bergegas pulang untuk bertemu keluarga dan bercengkrama selagi menunggu waktu makan malam?

Entahlah, aku terlalu sibuk memandangi jalanan didepan ku sambil bertompang dagu. Hingga aku pun tidak menyadari Kavi sudah duduk didepan ku dan akan meletakkan makananku tepat didepan ku.

Btw, aku memang tidak sempat memesan makanan. Aku hanya mengatakan pada Kavi bahwa aku hanya ingin memesan makanan yang dapat mengenyangkan ku. Kavi hanya mengangguk sambil mengamati daftar menu yang berukuran kurang lebih 2 meter tersebut, yang dibuat seakan ingin menutupi dinding tua dibaliknya.

***

When you, me, and Berlin met.Where stories live. Discover now