Berlin, 14. #2

10 0 0
                                    

Untungnya hari ini aku masuk siang, jadi masih bisa bermalas-malasan sebelum berangkat ke kampus. Hanya satu hal saat ini yang menjadi penyemangatku untuk ke kampus, yaitu Vallen dan Hana. Mengingat mereka saja sudah membuat senyum merekah di bibirku.

Seperti mood ku, hari ini pun aku hanya memilih menggunakan outfit yang simple. Menggunakan longdress semata kaki berwarna hitam yang ku paluti dengan jacket jeans berwarna putih. Jilbab yang ku kenakan juga simple, jilbab segi empat berwarna hitam. Ku biarkan kedua sisi jilbab tersebut terkulai diantara bahuku. Ku pilih boots hitam semata kaki yang ku beli di salah satu online shop pada saat di padang. Sepertinya aku juga harus membawa dua jacket, milik ku dan Kavi.

Jacket ini akan ku kembalikan, terserah dia hanya akan diam seperti kemarin. Intinya aku sudah mengembalikan jacket ini dan aku tidak punya urusan lagi dengannya. Aku harus mulai menjauh darinya. Sebelum rasa ini semakin berkembang padahal dia tahu, rasa ini tidak akan berujung pada sang tuan.

Entah apa yang ada di pikiran Kavi. Kadang dia baik padaku dan bisa menjadi begitu berbeda dari Kavi yang sebelumnya. Dia pun bersikap seolah olah tidak ada yang terjadi sebelumnya. Entah itu perlakuannya yang tiba-tiba saja membuatku merasa diperlakukan berbeda. Atau memang aku yang tidak jeli menanggapi tingkah lakunya?

***
Selesai kelas pertama, aku dan kedua sahabatku memilih untuk langsung ke kantin. Mereka mengatakan kalau hari ini menu kantin adalah menu terbaik di banding hari-hari lainnya. Semoga saja dapat memperbaiki mood ku ya?

Sesampainya di kantin, kami langsung memilih bangku yang terletak tepat disamping jendela. Kami duduk sambil bercerita dan memandangi kegiatan di sekitar kami. Hana menawari ku untuk mengunjungi asramanya. Vallen bilang mereka akan ada latihan dance jam 6 nanti. Jadi mereka memilih untuk beristirahat di asrama milik Hana, berhubung asramanya lah yang paling dekat dengan kampus.

Jadi setelah makan ini kami berencana langsung menuju asrama Hana yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki saja. Aku melihat Kavi melewati kantin dengan Aro dan juga Violent. Bagaimana dengan jacket ini? Apa aku harus juga mengembalikannya saat ini? Ah tidak masalah. Lagian apa bedanya sekarang dan nanti?

Aku meminta izin sebentar kepada ke dua sahabat ku. Tanpa banyak bertanya mereka langsung memberi ku izin. Aku pun langsung berjalan menuju arah luar kantin untuk melihat dan menyusul Kavi. Tapi hasilnya nihil, aku malah melihat segerombolan mahasiswa lainnya. Bukan Kavi, Aro, atau pun Violent. Baiklah, nanti saja. Ngapain juga repot untuk ngembaliin ini aja kan?

***
"Jadi kalian tampil masih dua bulan lagi?"
"Iya, cuma mesti matang banget penampilannya kan Ca." Jawab Vallen sambil membaca beberapa majalah yang terletak diatas meja belajar Hana.
"Rutin tiap hari kalian latihannya?"
"Enggak kok, seminggu cuma 3-4x aja."
Aku mengangguk mengerti dengan penjelasan kedua sahabatku ini. Mereka berada dinegara orang dan memiliki kesibukan layak nya berada di negara masing-masing. Ingin sekali rasanya memiliki kesibukan seperti mereka tanpa memikirkan keterbatasan berbahasa ku.

Sempat berbincang dari berbagai macam topik sampai dengan jam saat ini yang sudah menunjukan pukul 5.28, mereka harus segera berangkat ke ruang latihan jika tidak ingin terlambat dan harus berlari menuju ruang latihan. Kami berpisah di halte kampus. Aku berhenti dihalte karna harus pulang, dan mereka tetap meneruskan perjalanan menuju ruang latihan yang berada di kampus.

Hanya menunggu kurang lebih 8 menit, bus yang akan mengantarkan ku ke apartment pun tiba. Aku langsung masui dan mencari posisi terbaik ku. Memilih kursi single adalah pilihan yang tepat. Aku jadi memiliki banyak waktu untuk merenung, memandangi, dan menikmati pergantian waktu dari sore ke malam di Berlin.

Tiba-tiba saja aku teringat akan ucapan Hana pada saat kamu bercerita tentang masalah percintaan masing-masing.
"Aku bahkan melihat Raynar berganti-ganti pasangan. Mungkin aku bisa mengingat siapa saja mantan kekasihnya."
"Bagaimana perasaan mu melihat kejadian seperti itu Han? Kenapa kamu gak berusaha buat lupain dia ajasih?" Aku yang mendengar cerita Hana terbawa suasana bahkan emosi. Tidak adil saja rasanya, hanya Hana yang harus menanggung rasa sedih yang ia dapatkan dari ketulusannya pada Raynar.
"Entah kenapa aku gak berniat untuk melupakannya Ca, setiap melihatnya dengan kekasihnya aku hanya dapat menahan tangisku hingga sampai di asrama nantinya."
"Selalu begitu? Setiap Raynar berganti kekasih?"
"Hmmm." Hana bahkan menjawab pertanyaan ku dengan sebuah senyuman yang terkesan seperti seyuman ikhlas tapi penuh hasrat kesedihan.
"Ca, akan ada waktunya kamu gak mau berpaling dari dia walau pun kamu tau itu sakit buat sama dia terus-terusan." Ucap Vallen yang rasanya membuatku membeku.
"Bener banget Ca, aku bahkan sadar sama apa yang aku rasain ke Raynar dan tahu betul apa yang Raynar pikirkan tentang aku. Tapi aku gak pernah kepikiran sekali pun untuk berbalik arah dari dia."
"Dia tau gak?"
"Aku bahkan ngerasa dia gak perlu tahu Ca."
"Terus gimana dia bisa sadar kalau ada orang yang tulus banget ke dia kalau kamu gak ngasih tau Han?"
"Belum waktunya aja Ca. Gatau datang dari mana, aku percaya aja dia bakalan sadar sama apa yang aku rasain untuk dia."
"Aku bakalan bantu kamu kok Han, percayalah."

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Hana yang hanya dapat memandangi Raynar dengan kekasihnya di kejauhan. Bagaimana kuatnya Hana menanggung perasaan nya yang tak bertuan itu? Hana harus mendapatkan apa yang seharusnya setimpal dengan pengorbanannya.

"Jadi gimana ceritanya kamu bisa suka sama Raynar sih Han?"
"Dari Raynar yang selalu bilang kalau dia hanya pingin diajarin sama Hana, karna dia yakin Hana bisa ngajarin dia karna AKB48 itu berasal dari Jepang." Pikiran yang benar-benar klise menurut ku, tapi begitu lucu dan sederhana saja.
"Hanya karna itu Han?" Bahkan Vallen pun masih meragukan Hana yang segampang itu dapat menyukai Raynar.
"Aku ngerasa ada orang yang percaya dengan kemampuan ku, setelah itu Raynar benar-benar bisa membuat ku percaya diri bahkan di tempatku sendiri aku selalu merasa tidak bisa melakukan apapun karna selalu diragukan. Disini aku merasa bisa melakukannya semenjak ada yang mempercayaiku. Sederhana tapi begitu berkesan."
"Tapi emang orang Jepang itu jago banget dancenya, Korea juga lah ya Ca?" Vallen membuat suana kembali menjadi lebih santai dengan lawakannya.
"Korea mah tempat produksinya jagoan dance Len." Berniat menjawab jujur tapi malah membuat kesan yang lucu sehingga kami serentak tertawa dengan jawabanku.

Intinya, setelah bertemu dan berbincang berdua dengan mereka membuatku menjadi lebih baik. Aku merasa mendapat pengalaman walaupun itu bukan terjadi padaku, tapi terjadi didekatku. Sekarang ini tergantung padaku, kemana aku akan mengarah. Tetap pada pendirianku untuk menjauh dari nya, atau bertahan dengan segala kemungkinan yang siapa pun tidak dapat menebaknya? Ini rahasia milik tuhan yang akan terjawab setelah aku mencobanya.

When you, me, and Berlin met.Where stories live. Discover now