10. Tanda Tanya

4.1K 446 14
                                    

            Gina berjalan ke kelas dengan sebuah pulpen di tangannya. Tadi, sebelum naik ke atas, Gina sempat mampir ke koperasi dulu, untuk merealisasikan alasan yang diberikannya pada Leah tadi. Di sepanjang perjalanan menuju ke kelas, Gina berjalan dengan langkah yang lesu. Pandangannya kosong. Kedua tangannya terus memutar-mutar pulpen yang baru saja dibelinya. Pikirannya terisi penuh dengan kejadian yang baru saja ia alami. Jantungnya bahkan masih saja berdegup dengan kencang. Ia kini masih dilema antara kenyataan atau mimpi, antara percaya atau tidak, kalau pentolan dari sekolah sebelah, Farghantara Widjaja, baru saja menyatakan cinta kepadanya.

Bukannya Gina tidak suka pada Ghana, tapi menurut Gina, cinta itu bukan hanya memandang fisik, tapi juga melihat hati. Gina tidak ingin menyukai seseorang hanya karena penampilannya, tapi ia ingin menyukai seseorang karena kepribadian orang tersebut. Gina memang harus mengakui kalau Ghana itu tampan, tapi ia dan Ghana belum begitu dekat. Ia belum mengetahui keseluruhan diri Ghana yang sebenarnya, yang mampu membuat dirinya luluh. Dan hal itulah yang masih harus Gina cari.

Selangkah sebelum sampai di kelasnya, Gina berhenti. Ia harus mempersiapkan alasan se-detail-detailnya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pak Noro nanti yang terkenal menjebak. Ada saja pertanyaan dari guru itu yang bisa membuat murid selalu salah—karena hukum rimba telah menyatakan, bahwa guru selalu benar dan murid selalu salah. Dan setelah ia yakin dengan alasannya, ia memberanikan diri untuk masuk ke kelas. Namun sebelum ia sempat menginjakkan kakinya di ambang pintu, seorang laki-laki yang berlari dari belakangnya tiba-tiba saja masuk ke dalam kelasnya terlebih dahulu dengan nafas yang terengah-engah. Dan ketika Gina melihat laki-laki tersebut, ia terkejut.

"Kamu kenapa telat masuknya, Rando?" tanya pak Noro dengan nada tajamnya.

Laki-laki yang berdiri di depan Gina, Rando, menoleh ke belakang dan menatap Gina sebentar, kemudian ia menjawab, "Tadi abis dari koperasi, Pak."

"Terus itu yang ada di belakang kamu siapa?" pak Noro memajukan posisi berdirinya, agar dapat melihat gadis yang ada di belakang Rando. "Gina? Tumben kamu telat masuk. Ada apa?"

"Sa-saya—" baru saja Gina ingin menjawab, Rando langsung memotong dan membuat gadis itu langsung diam.

"Saya tadi minta Gina buat temenin saya ke koperasi, Pak," jawab Rando santai, dan membuat satu kelas bersiul ria. Gina langsung menoleh dan menatap Rando heran, sementara Rando memberi isyarat kepada gadis itu untuk tetap diam.

"Buat apa kamu minta dia temenin? Kamu udah gede, bisa beli sendiri. Lain kali kalo mau ditemenin, panggil Bapak aja, biar Bapak yang temenin kamu," sahut pak Noro dengan nada yang ketus.

"Yee, Bapak. Sensasinya kan beda, Pak, kalo ditemenin sama cewek cakep," ucap Rando, dan membuat satu kelas heboh.

"WIHII! ALOOSSS! SIKAT TEROSS, BANG!" seru teman-teman sekelasnya. Beberapa di antara mereka ada yang bertepuk tangan dan bersorak heboh, karena mengira temannya yang satu ini, terkhususnya ketua kelas mereka, ternyata bisa naksir cewek juga, yang menjadi pertanda bahwa status jomblonya akan segera berakhir. Berbeda halnya dengan Leah dan Naufal, yang malah bengong karena saking terkejutnya dengan ucapan Rando. Sejak kapan Rando suka sama Gina?

"Ya sudah, sana cepat duduk. Ayo semuanya lanjutkan materi Biologi kita yang kemarin." Pak Noro balik ke mejanya sambil membuka-buka buku materinya, sementara Rando menarik tangan Gina dan mengantar gadis itu ke mejanya.

Setelah Gina sampai di mejanya, Rando berbisik, "Lain kali, masuknya jangan telat."

Gina hanya mengangguk, lalu menjawab, "Makasih, Ran." Dan setelah itu, Gina duduk dan Rando kembali ke mejanya.

G & G [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang