9. Celah Kegelapan

3.7K 468 12
                                    

Setelah meninggalkan Karen bersama Melanie, aku pergi ke ruang PPJ seperti yang kukatakan sebelumnya. Meski belum mendapat keputusan final akan menulis artikel tentang Kinan Dan Ken atau tidak, kurasa datang ke ruang PPJ dapat sedikit memberiku pencerahan. Anak-anak PPJ seringkali bocor informasi. Aku bisa mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang artikel yang ingin kutulis dari mereka.

Kulirik jam tangan sesaat. Waktu istirahat pertama masih dua puluh menit. Tak apalah jalan-jalan sebentar. Aku sengaja jalan memutar lewat gedung IPA. Berharap bertemu Ken.

Mungkin semua ini akan lebih jelas jika saja aku bisa membaca notes milik Kinan yang katanya ada di tangan Ken. Dari notes itu aku bisa mencari tahu siapa sebenarnya Kinan dan mengeyahkan pikiran sinting bahwa Kinan meninggal di sekolah ini. Seandainya saja aku bisa mencuri notes itu. Tapi bagaimana caranya?

Tiba-tiba sebuah ide terlintas di kepalaku. Mengapa aku tak menanyakan perihal Kinan pada Nona San saja? Nona San biasanya paling update soal hantu-hantu baru di sekolah. Ide itu memicu senyum dan mempercepat kayuhan langkahku menyusuri koridor. Nona San biasanya ada di sekitar laboratorium biologi. Aku harus menemuinya.

Keantusiasan itu hanya bertahan sesaat, karena kemudian aku tertegun. Energiku yang semula tertuang banyak di kaki pelan-pelan melemah sampai akhirnya sepenuhnya berhenti. Mataku terpaku pada satu sosok yang berjalan berlawanan arah denganku. Sosok itu masih cukup jauh. Akan tetapi siluetnya langsung terbaca jelas oleh kelima inderaku.

Dia tak mengenalku.

Tapi aku mengenalnya dengan baik.

Dia bahkan tak tahu aku ada, tak tahu aku memerhatikannya selama ini.

Aku membencinya. Memang begitu. Namun kau tahu kawan, setiap berpapasan atau bertemu langsung dengannya seperti sekarang, otakku akan berhenti berfungsi seperti orang bodoh. Ken menyusuri koridor yang sama denganku. Mendadak aku akan jadi serupa dengan para penggemarnya, sekelas mengagumi namun bedanya aku mengagumi dalam diam. Pikiran macam apa itu?!

Dia bukan Ken Arok yang gagah berani, sama sekali tak seharusnya membuatku kehilangan akal begini. Dalam hati aku mempertanyakan kebodohanku. Mengapa selama ini aku hanya berani jadi musuh dalam selimut?

Langkah Ken makin mendekat. Mata laki-laki itu sama sekali tak mengarah padaku-ya, aku sadar diriku bukan tipe gadis yang menarik mata-sibuk membalas sapaan gadis-gadis yang lewat di sekitar koridor yang kami lalui. Kami? Astaga. Sebutan itu membuat hatiku geli, tapi bibirku terkatup sama sekali tak mengeluarkan tawa.

Aku mengerjap bingung saat tiba-tiba pandanganku tertutup kabut yang perlahan makin tebal. Seolah siapapun yang melakukannya memang sengaja menghalangi pandanganku dari Ken.

Aku mundur selangkah. Dalam hitungan detik, kabut di hadapanku menjelma satu sosok. Kembali kulangkahkan kaki ke belakang saat kukenali wajah sosok itu. Dia Kinan. Masih jelas terpatri dalam ingatanku wajah cantiknya.

Ini bukan pertama kalinya aku melihat sosok tak kasat mata. Namun, segala yang merasuki kepalaku beberapa jam terakhir telah mempengaruhi jiwaku. Segala hal tentang Kinan sangat membingungkan bagiku. Aku takut padanya. Aku takut karena bingung, karena tak tahu siapa yang sebenarnya sedang kuhadapi.

Kinan memasang ekspresi seperti saat kami bertemu di kelas Ken tempo hari. Tak ada senyum cerahnya seperti yang kulihat di foto. Mata bulatnya bergetar. Dia ingin bicara padaku. Getaran di matanya seakan menyambarkan efek yang sama pada mataku.

Pipiku basah.

Tak dapat kujelaskan mengapa hatiku rasanya sesedih ini karena aku pun tak mengerti apa yang terjadi.

Lunar Eclipse [Lunar Series #1]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang