Karen menggandeng tanganku dan baru melepasnya setelah kami tiba di depan kelasku. Dia tak bicara apa pun sejak kami meninggalkan UKS. Lagipula aku pun tak dapat menjelaskan apa-apa jika dia bertanya dan jika mungkin, aku yang justru butuh bertanya lebih banyak.
"Kayaknya kelas lo nggak ada guru," komentar Karen setelah mengamati keadaan kelasku yang ramai. Aku saja tak tahu ini sudah jam berapa.
Seolah membaca ekspresiku, Karen berkata, "Sebentar lagi pulang. Tadi lo pingsan hampir empat jam. Mending sekarang lo duduk aja di kelas. Nanti pulangnya gue mampir ke sini."
Yang kulakukan hanya mengangguk. Sudah pasti tampangku linglung.
Karen menepuk sebelah bahuku. Alisnya terpaut. Dia khawatir, aku tahu itu.
Tak senang melihatnya begitu, aku berkata, "Kayaknya aku cuma kecapekan, Ren. Kamu nggak usah mikirin aku begitu. Maaf ya, jadi ngerepotin."
Karen tampak menyelidik. "Lo kayak ama siapa aja. Terus, kenapa Ken sampe marah gitu ke elo, Ser? Bukannya gue mau ikut campur urusan lo. Ya, gue tahu ini nggak penting. Tapi tetep aja gue khawatir."
Aku menggigit bibir sejenak, lalu bicara jujur, "Kalau itu... aku juga nggak tahu."
Meski tampak tak puas, Karen mengangguk, sekali lagi menepuk bahuku. "Nanti gue jemput ke kelas lo. Tungguin bentar kalo misalnya gue agak lama. Ada materi tambahan buat ngejar ketinggalan gue karena nggak masuk-masuk kemarin."
Sungguh tak enak rasanya berbohong begini. Tak mungkin kan kukatakan pada Karen bahwa aku baru saja kerasukan hantu? Kulepas kepergian sahabatku dengan lambaian singkat.
Demi Tuhan! Ini adalah salah satu hari sialku. Bagaimana mungkin Kinan bisa merasukiku seperti tadi? Aku memeluk tubuhku yang rasanya menggigil sambil melangkah masuk ke kelasku yang keadaannya sungguh membuat kepalaku bertambah pening.
"Itu Serena!" seru Deby-salah satu teman sekelasku. Seruannya langsung membuat seisi kelas yang tadinya sibuk dengan urusan masing-masing menoleh ke arahku. Ekspresiku lebih banyak bingung sementara teman-teman sekelas mulai mengerumuniku.
Sebenarnya sekarang pelajaran siapa sih, sampai-sampai kelas bisa serusuh ini?! Dalam hati aku mengutuk guru tak bertanggung jawab yang meninggalkan jam pelajarannya kosong tanpa intruksi apa pun seperti sekarang.
"Ser, lo sama Ken kenapa?"
"Tadi lo pingsan di depan Ken, kan?"
"Ya ampun! Beruntung banget deh lo digendong sama Ken! Mimpi apa lo semalem?!"
What? Aku digendong Ken? Kutatap sekelilingku, tapi kepalaku yang pening tak mampu menemukan siapa yang meneriakkan kalimat terakhir itu. Siapapa pun dia, kurasa dia sedang bergurau.
Kupijit pelipisku sesaat. "Aku mau duduk!" geramku sambil menatap wajah-wajah sekelilingku. Mereka tampak kecewa mendengar nada kerasku.
"Udah woy! Balik! Serena nggak enak badan gitu lo lo pada malah kerumunin kayak gini. Biar dia istirahat dulu!" Aku mengenalinya, suara itu milik Vina.
Banyak seruan-seruan kesal menanggapi, tapi kemudian kerumunan di sekitarku bubar. Vina berderap mendekat dan menuntun ke mejaku. Tak lama, Yola juga datang dan mengambil tempat di kursi seberang mejaku.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Yola, suaranya 80 persen berisi penasaran dan sisanya khawatir.
Aku hanya mengangguk singkat. Vina menepuk bahuku. "Gue heran banget pas dapet kabar lo pingsan. Ada apa sebenernya sih, Ser? Kenapa lo sampe nekat gitu?"
Astaga! Aku mengusap kening sampai poniku berantakan. Lekat kutatap wajah penasaran Vina. "Kamu bisa ceritain apa yang sebenarnya terjadi?"
Vina menaikkan alisnya. "Kata anak-anak IPA, lo tiba-tiba pingsan setelah debat soal notes sama Ken. Lo nggak inget?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lunar Eclipse [Lunar Series #1]✔
Misterio / Suspenso(TERSEDIA DI GRAMEDIA SELURUH INDONESIA) Serena Aldyathena tak pernah menyangka mimpi buruk yang kerap hadir dalam tidurnya merupakan pertanda bagi terbukanya gerbang kegelapan. Sebuah kecelakaan menghentikan mimpi-mimpinya lantas menukarnya dengan...