16. Teleport Mystery

3.7K 370 9
                                    

Karen tahu jalan pintas ke sekolah yang tak macet serta tak banyak dilalui kendaraan umum, sehingga perjalanan bisa jauh lebih singkat. Beruntung sekali. Motor yang Karen kemudikan memasuki gerbang sekolah sekitar tiga menit sebelum bel masuk berbunyi. Setelah memarkir motor, kami segera berlari menuju gedung IPS.

Letak kelas IPS 1 sampai IPS 3, terurut dari kiri ke kanan. Sekilas, tak ada yang berbeda dari tiga kelas tersebut. Namun, jika mendekat, kalian akan tahu betapa berbeda kelas IPS 1—kelas VIP itu ukurannya dua kali lebih besar dibanding dua kelas temannya, dengan siswa berjumlah setengahnya dan fasilitas lain seperti komputer pribadi yang diletakkan di meja-meja bersekat mirip di ruang belajar, fasilitas audio-video, juga kelas full berbahasa Inggris.

Karena kami datang dari arah koridor kiri, Karen tiba di kelasnya lebih dulu. Seperti orang bodoh, aku berdiri di depan kelasnya sambil melongokkan kepala ke dalam, tanpa sadar membuang napas dengan gaya berlebihan. Ahh... menyebalkan sekali jika mengingat aku dicurangi dan tak bisa menjadi bagian dari kelas unggulan ini.

Tak apa sih, tapi tidak bisakah aku membawa satu saja meja bersekat dari kelas ini? Aku selalu membayangkan suasana belajar yang nyaman. Bayangkan! Dengan meja yang mirip kubikel kantor itu, aku bisa memiliki privasi di kelas dan bebas melakukan apa yang kumau tanpa gangguan mulut-mulut penghuni kelas yang mirip toa masjid! Yah, bukannya aku mau berbuat macam-macam dengan memiliki privasi di kelas. Hanya saja, rasanya belajar jadi jauh lebih nyaman. Apalagi kan sekarang sudah tahun akhir. Pasti menyenangkan bisa belajar serius di kelas tanpa polusi suara.

Aku menoleh sambil memberengut kesal ketika Karen membuyarkan lamunan dengan menjitak kepalaku. "Sakit tahu!"

"Udah sana masuk kelas!" omel Karen dengan tawa geli. "Jangan mupeng di sini! Lihat lo pasang muka kayak gitu, gue jadi pengen langsung pindah kelas, tahu!"

Aku berkilah, "Siapa yang mupeng sih? Kamu tuh ya, ngancem aja bisanya. Harusnya kamu bersyukur diterima di kelas ini!"

Karen mengangkat bahu. "Apa bagusnya di sini? Ngebosenin! Liat aja tuh, anak-anaknya ngumpet di meja masing-masing udah kayak lagi ngejar deadline dari bos. Gue sih gerah di sini. Enakan juga di kelas biasa. Jadi terasa sekolahnya."

Aku tak setuju pendapat Karen, tapi tak membantah, memilih mengalihkan topik. "Meja kamu yang mana?"

Karen menunjuk satu meja di pojok kanan belakang kelas. Ya, dia memang selalu memilih meja belakang sebagai markasnya. Wah, aku tak bisa membayangkan berapa jam dia tertidur di kelas dengan posisi sestrategis itu.

"Jangan mikir macem-macem kali," ucapnya memperingati. "Di sini, mau duduk di mana aja tetep nggak bisa tidur di kelas."

Wah, semudah itukah aku ditebak?

Aku hanya mengangguk sekenanya. Mungkin setelah ini aku harus bercermin dan mengecek ekspresi. Bukan hanya sekali dua kali orang yang bicara denganku bisa menebak apa yang kupikirkan seperti apa yang Karen lakukan saat ini.

Tak menyenangkan menjadi mudah ditebak!

"Malah bengong. Udah sana masuk kelas, Ser!" Karen mengingatkan sekali lagi. "Oh, atau mau gue anter?"

"Nggak usah!" tolakku mentah-mentah, menyodorkan tas Melanie. "Udah masuk aja duluan! Tuh si Melanie ngeliatin mulu dari tadi. Nyari tasnya pasti. Cepet sana samperin!"

Aku mengarahkan dagu pada Melanie yang sejak tadi tampak mengintip dari balik mejanya. Pantas saja dia dekat dengan Karen. Ternyata meja mereka sebelahan.

Karen menepuk bahuku, kemudian mengerling. "Yee... jangan gitu kali. Melan pasti nggak enak sama kita gara-gara insiden semalam. Nanti istirahat gue ke kelas lo ya..."

Lunar Eclipse [Lunar Series #1]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang