Seorang anak kecil nampak terduduk dipangkuan hangat sang ayah yang tengah berharap-harap cemas bersama sang ibu dan juga seorang anak kecil lelaki yang menatapnya dengan penuh kekhawatiran. Tak terdengar tawa ceria yang biasa mengalun dari bibir sang anak kecil, wajahnya pucat pasih tangan kecilnya mendekap erat dadanya yang terasa sakit. Terkadang sang anak kecil merengek kepada sang papah tentang rasa nyeri di dadanya yang dibalas sang papah dengan kecupan-kecupan dan juga kata-kata penenang.
Tak lama seorang pria paruh baya dengan jas putih dan beberapa berkas ditangannya duduk menghadap keluarga kecil tersebut. Dokter tersebut berdehem sambil mengecek kembali berkas dalam tangannya. Hal tersebut sukses saja membuat wajah dari keluarga pasiennya makin terlihat gelisah.
"Bagiamana keadaan Rosé dok" tanya sang mamah cemas.
"Anda beruntung membawa anak anda secepat mungkin ke rumah sakit, telat sedikit nyawa anak anda bisa melayang. Anak anda menderita peny-" belum sempat sang dokter melanjutkan, sang anak kecil menatap ke arah cahaya putih yang menghampirinya hingga tak lama dirinya tersedot kedalamnya.
¤¤¤
"Eung" lenguhan itu keluar kala mata caramel itu terbuka.
Setelah nyawa gadis terkumpul semua ia melirik ke setiap penjuru ruangan yang nampak benar-benar asing baginya. Gadis itu terbatuk sejenak, dirinya rasanya susah untuk menghirup oksigen selain itu rasa sakit di dadanya masih sama tetapi gadis itu lebih memilih mengacuhkan rasa sakitnya. Tak lama pintu ruangan tersebut terbuka menampakan seorang pria dengan segelas air dan handphone ditangannya.
"Kau sudah sadar?, minumlah air ini dan angkat telfonmu sedaritadi ini terus berdering dan mengangguku" ucap Hanbin sambil menyodorkan handphone ke arah Rosé dan menaruh air minum di sebuah meja.
"T-terima kasih. Maaf karena sudah merepotkanmu" balas Rosé sambil menerima handphonenya.
"Ya sama-sama, lagipula aku tak tega meninggalkan gadis sepertimu pingsan di gang seperti itu. Kalau kau sudah merasa baikan segeralah pergi" ucap Hanbin dan keluar dari ruangan tersebut. Meskipun perkataan Hanbin sangatlah kasar tetapi entah mengapa Rosé tak merasa tersingung sama sekali malah hatinya terasa hangat.
Gadis itu mengalihkan atensinya kepada benda persegi yang masih setia bergetar ditangannya. Ia menatap layar benda persegi tersebut dan terpampanglah nama "Maknae❤" dengan segera Rosé mengeser tanda hijau di layar dan meletakan benda persegi tersebut di telinganyan.
"Hall-"
"Yak! Rosé-ya akhirnya kau mengangkat telfonnya!" pekikan kencang itu langsung menyapa gendang telinganya. Rosé yakin seratus persen bahwa tadi adalah suara dari Jennie.
"Yak! Akhirnya diangkat kau kemana saja sih?, kami mengkhawatirkanmu. Kau sudah makankan?, kau dimana?, kami semua hampir gila gara-gara dirimu. Lisa menangis seharian asal kau tau" kali ini suara Jisoo yang menyapa gendang telinga Rosé membuat gadis dengan mata caramel itu mengulas senyum manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are : Blackpink
FanfictionKisah ini bercerita tentang sebuah pengorbanan. Pengorbanan keempat gadis cantik untuk sebuah ikrar berharga bernama 'persahabatan'. Yang membangkitkan sebuah tembok kokoh yang melindungi mereka dari segala rasa sakit yang sungguh menyiksa. Karna ta...