Time flees,
Love stays.-----
Isabelle Valenova
Waktu berjalan sangat cepat.
Kalau dipikir lagi, Aku dan Ken makin dekat tiap harinya. Begitu juga dengan Ayah dan Ibu.
Kemotheraphy yang kujalani selama 1 bulan ini tidak mengubah apa-apa. Cukup sia-sia.
Membuang uang yang begitu banyak hanya untuk pengobatan yang sia-sia. Bahkan, tidak berpengaruh terhadap nasibku.
Hujan deras mengguyur kota London hari ini. Tentu saja disertai dengan kilat dan gemuruh angin kencang. Berita di tv menyatakan kalau cuaca sedang tidak bersahabat.
"Jadi? Kapan lagi kau akan menjalankan kemotheraphy-mu?" Tanya Ken yang sedang menatapku dari pantulan kaca.
"Hm, kurang tahu," aku bergidik lalu membenarkan beanie yang kugunakan untuk menutup kulit kepalaku.
"Sepertinya cuaca sedang tidak mendukung untuk jalan-jalan hari ini," Ken duduk di salah satu sofa kamar. Aku melihat Ken, menatapnya seakan tak mau kehilangan dia. "Mungkin lain kali," ucapku. Ken bergidik lalu merapikan rambutnya. Aku pergi ke arah Ken dengan membawa selang infus di tangan kananku. Aku duduk tepat di sampingnya. Melihat ke arah luar kaca yang dihiasi embun rintik hujan.
"Sudah lama ya?" Kataku sembari mengingat kembali.
"Apanya?" Pandangan Ken tetap fokus keluar jendela.
"Taman hiburan,"
Ken terdiam sebentar, "oh, kau benar." Balasnya. Dia menoleh padaku dan melihat mataku.
"Kupikir saat itu, kau yang menjadi last kiss ku, Isabelle." Ucap Ken sambil menatap kosong. "Dan aku harap akan terus begitu." Sambungnya.
Aku mengangguk. "Maaf," kataku "aku tidak tahu kalau akan jadi seperti ini."
"Bukan masalah," Jawab Ken. "Permintaan maafmu akan ku terima kalau kau sembuh." Ken menyengir. Ia tertawa sekaligus prihatin. Kadang memang hidup sejahat itu.
"Ken, waktuku singkat," ucapku sambil memegang jarum yang tertusuk di punggung tanganku. "Hanya beberapa minggu lagi."
"Aku tahu," katanya.
"Ya." Finalku mengakhiri pembicaraan lalu mengacak rambutnya, "Kau sangat lucu, aku tidak tega meninggalkanmu,"
Zrassshh..
Hujan masih berjatuhan dari langit, tak lama setelah itu, petir mengikuti. Tanpa sengaja Ken spontan berteriak dan memelukku. "Apa ini?" Ucapku yang kaget setelah mendapat pelukan dari Ken. "Kau tahu, kan? Aku takut petir." Katanya merengek. Aku jadi mengingat satu hal saat itu."Sudah lama juga,ya?" Ucapku berusaha mengingat kembali kejadian lampau lalu.
"Maksudmu?" Ken bertanya. "Jangan-jangan?" Ia menaikkan sebelah alis matanya.
"Ya, benar, saat kau menaiki wahana hysteria itu." Aku tertawa lepas, Ken langsung cemberut.
Setelah itu tawaku berselingan dengan batuk. Aku menutup mulutku masih dengan mata menatap Ken. Ken menatapku, "kau tidak apa?"
Tanpa di sengaja, aku batuk darah.
Ken segera mengambil tissue di atas meja. "Oh my God," katanya. "Aku harus memanggil kedua orangtuamu."
"Jangan!" Larangku. "Aku tidak ingin mereka khawatir,"
Memang demikian, mereka sudah terlalu banyak khawatir denganku selama beberapa bulan aku di rawat. Tentu saja, Ken juga khawatir. Dan aku merasa tidak enak jika seperti ini terus.
Jadi, setelahnya, Ken membantuku berbaring di ranjang. Ia memegang dahiku lalu menenangkanku. "Kau akan baik-baik saja,"
Dering handphone Ken berbunyi. Seseorang menelpon dia. "Sebentar," katanya padaku lalu pergi keluar. Kurasa dia menelpon agak memaki?
Dia masuk dan dia bilang "ini Leona," katanya. "Dia mengajakku untuk bertemu."
Oh? Leona. Orang yang selama ini kuharapkan untuk menjaga Ken. "Tentu saja, pergilah. Mungkin itu penting," kataku dengan suara serak.
"Aku kesal padanya!" Ken memaki.
"Tak boleh dendam," ucapku menenangkan layaknya seorang Ibu yang mengajari anaknya. Ken mengangguk.
"Jaga dirimu," katanya. "Baiklah," balasku.
Lalu dia melambaikan tangannya dan menghilang di ambang pintu.
©All Rights Reserved 2017 Grabellia Aprilia
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Couple✔
Romance[Telah selesai] Mereka dijodohkan oleh kedua orangtua mereka hanya karena saham. Tapi bagaimana kalau nantinya itu akan menjadi perasaan? Lalu saling suka karena hal sepele. Alam semesta tidak mengizinkan mereka bersama. Seseorang harus pergi. Dan d...