Tidak masuk akal, hatiku masih saja ada padamu walau kutahu akhirnya kau akan pergi jauh dariku.
-----
Ken Schovitz
Tidak masuk akal! Apa yang sebenarnya Ibu lakukan di sini? Bukannya dia akan datang esok? Lantas mengapa ia membawa Leona?
"Leona?" Benar. Aku kaget melihat Leona saat ini, sudah lama aku tak bertemu dengannya dan dia sudah berada tepat di depanku. Jadi sebenarnya aku harus senang atau kecewa? Hatiku juga bingung.
Leona masuk setelah Ibu. Dia membuntuti ibuku dari belakang. Ia masih sama seperti yang dulu. Rambut panjang yang sudah menjadi ciri khasnya tidak pernah diubah. Ia mengenakan setelan casual saat ini. Aku hampir terkesima lagi di dalam mataku. Tapi satu hal yang menyadarkanku, Isabelle.
"Hai, Ken." Sapa Leona. Ia membuka suaranya pelan. Saat menyapaku, ia menyapa Isabelle juga. Isabelle menyahutnya dengan senyuman tipis. Aku tahu dia bingung sekarang, sama sepertiku.
"Bu, apa yang terjadi sebenarnya?" Tanyaku yang berpaling pada Ibuku.
"Ken, Leona tadi datang ke rumah, ia mencarimu. Ibu menceritakan semuanya, Ken. Tidakkah kau senang, Leona telah kembali?" Jawab Ibu.
"Apa-apaan?" Tanyaku yang memaksa kehendak. Ibuku bahkan berbicara seenaknya.
"Ken," ucap Bel berusaha menenangkanku. Tapi aku terlanjur termakan amarah.
"Leona, bisa kita bicara sebentar?" Ujarku yang menjaga privasiku dengan Bel. Aku tidak ingin Bel merasa terganggu.Leona mengiyakan kemauanku. Aku menitipkan Isabelle pada Ibu. Aku harap Ibu tidak cerocos sembarangan lagi sekarang.
-----
Aku mengajak Leona ke taman rumah sakit. Tak banyak orang yang berada di sini, jadi kami duduk di salah satu bangku taman. Aku yang membuka percakapan.
"Apa tujuanmu kembali kemari, Leona?" Tanyaku dengan fikiran benci yang mendalam.
"Apa untuk menghancurkanku, lagi?" Sambungku.
"Ken, bukan begitu." Jawab Leona dengan suara halusnya. "Aku tulus kemari menemuimu." Ucapnya.
"Aku bisa membaca akal bulusmu itu, Leona. Kau tidak perlu kembali, tidak ada ruang tersisa lagi untukmu." Jawabku.Leona menggenggam tanganku. Dia melihatku, dejavu. Sama seperti dulu, saat kami berada di paris dan berciuman di bawah kembang api yang terus meledakkan dirinya. Tatapan hangat yang membuatku merasa kembali ke rumah.
"Aku hanya ingin kau mengerti, Ken. Aku sudah mendengar semuanya, dari Ibumu tentu saja. Dan aku harap kau mengerti juga, kalau dia--"
"Cukup, Leona!" Ujarku. Aku melepas tanganku dari genggamannya. "Bukankah sudah kukatakan, tidak ada lagi tempat untukmu?"
Leona menunduk. Aku tidak tahan lagi. Memang Leona baik, tapi ia hanya ingin aku kembali, saat ia sudah putus dari si bajingan itu!
"Ken, dia akan pergi." Leona berusaha menyelesaikan perkataannya. Dia tampak berusaha dan tak ingin mengalah.
"Kau tidak tahu siapa Isabelle. Dia wanita yang tegar. Tidak sepertimu, pengemis cinta." Sebuah ultimatum terakhir yang kulemparkan pada Leona. Setelah itu aku meninggalkannya di taman, sendirian.
-----
Sudah beberapa minggu Isabelle menjalani kemotherapy. Ia melakukannya dengan baik kurasa. Tapi tidak ada hal yang baik datang kepada kami. Masih saja sama, dan semakin memburuk.
Rambut Isabelle semakin hari semakin merontok. Bahkan sisa beberapa helai rambut saja. Ia akan menjalani operasi pertamanya besok lusa. Rambutnya akan dicukur habis. Bagaimana cara mengatakannya, aku hanya bisa melihatnya tanpa rambut.
Dilema. Antara ingin tertawa atau sedih, tetapi aku menganggap ini hal yang biasa-biasa saja. Sebab keduanya adalah pilihan yang salah.
Aku masih ingat lawakan yang ia buat agar tidak ada kecanggungan antara kami.
"Ken, kalau aku mati, kau akan datang kan?"
"Tentu. Aku akan menghadirinya dan berada di tempat paling depan. VVIP."
"Aku ingin kau mengenakan costume kelinci kesukaanku tepat hari saat aku dimakamkan." ucap Belle singkat.
Aku tertawa. Begitu pula ia.
Karena semua itu tidak akan terjadi Belle, kau akan tetap di sini bersamaku.-----
"Operasiku akan berjalan lancar kan?" Tanya Isabelle yang terbaring di ranjang ruang operasi.
"Tentu. Aku akan mendoakanmu. Aku juga akan menunggumu."
"Baguslah. Aku senang mengetahuinya. Kuharap kau tidak akan pergi, Ken." Ucap Isabelle.
Aku mengangguk. Isabelle sudah menjalani banyak sekali kemotherapy. Hampir beberapa hari sekali. Aku tidak tahu apakah itu baik baginya atau tidak. Tapi kemarin dokter menyarankan agar Isabelle segera melakukan operasi. Ntah mengapa, tapi kenyataannya Isabelle memang terlihat drop.
Jadi, disinilah kami semua berdiri. Kedua orangtua Isabelle dan juga Aku. Kami duduk di kursi besi tepat di depan pintu ruang operasi.
Suasana hening. Hanya terdengar suara orang-orang yang sedang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing. Kami masih berada dalam posisi khawatir.
2 jam berlalu. Keheningan larut dengan kedatangan seorang pria berjas putih. Seorang dokter datang dengan kabar yang memang kami nantikan sejak 2 jam lalu.
"Jadi, Keluarga Valenova?" Ujar dokter itu diselingi dengan orangtua Isabelle serta aku yang ikut berdiri.
"Keadaan Isabelle baik-baik saja sekarang. Setidaknya kita bisa mencegah kepergiannya sebulan lagi." Dokter itu merasa gelisah. Dia terlihat lelah sehabis menjalankan operasinya itu.
"Kami menjalankan operasi ini, karena kanker yang dialami Isabelle mulai terlihat parah. Hanya tinggal tunggu waktu saja." Sebenarnya ingin saja aku ingin menumbuk dokter berparas tak bersalah atas ucapannya itu. Bukannya memperbaiki suasana, tetapi merusaknya.
Kulihat kedua wajah orangtua Isabelle. Merasa enggan dengan kabar tersebut. Mereka tampak tak rela untuk meninggalkan Belle, terutama wajah Ayahnya. Sama halnya dengan aku.
Dokter memberi kabar dan menenangkan kami. Ia menyuruh kami untuk berdoa saja dan menyerahkan kepada yang di atas. Ia juga berkata bahwa akan ada operasi kedua.
Kami tidak menduga hal ini.
-----
Jari tangannya bergerak. Ia mulai menstabilkan nafasnya. Ia memanggil namaku berulang kali. Isabelle sudah siuman. Segera setelah itu, dokter memeriksa keadaannya. Ia berkata bahwa Belle baik saja.
"Ken?" Ucapnya.
"Ya, sayang?"
"Operasiku berjalan dengan baik." Tukasnya sambil menumpahkan air mata dengan rasa syukur. Semua itu teraduk menjadi satu.Aku memeluk Belle. Turut bahagia atas keberhasilannya melewati semua ini, benar - benar wanita yang tangguh.
Orangtua Isabelle masuk ketika mendengar kabar Isabelle yang sudah terbangun setelah operasi. Kini Isabelle telah dipindahkan ke ruang rawat sebelumnya, vip.
Aku melihat semua kejadian mengharukan ini. Dimana mereka bertiga saling berpelukan dan kembali menjadi keluarga yang utuh. Rasanya hatiku geli dan tersentuh. Aku harap kau di sini Ayah. Aku tidak terlalu dekat dengan Ayahku yang sekarang. Aku merindukanmu.
-----
Holla!
Have a nice dayy, thanks for reading y'all (: jangan lupa vote dan comment! Jangan cuma jadi sider wkkwk. Next part ditunggu yah! See you!~
Sincerly, Geby.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Couple✔
Romance[Telah selesai] Mereka dijodohkan oleh kedua orangtua mereka hanya karena saham. Tapi bagaimana kalau nantinya itu akan menjadi perasaan? Lalu saling suka karena hal sepele. Alam semesta tidak mengizinkan mereka bersama. Seseorang harus pergi. Dan d...