2.3

2.2K 256 71
                                    

Don't be a silent reader please.

Ruang dapur terasa sangat dingin. Tak ada suara apapun yang terdengar dari dalam sana setelah Jinyoung membongkar rahasianya sendiri pada Jaebum. Yang mereka berdua lakukan hanyalah saling menatap dan berkomunikasi dengan tatapan itu.

Genggaman tangan Jaebum di telapak tangan Jinyoung semakin melonggar. Lama-kelamaan, Jaebum menjauhkan tangannya dari tangan Jinyoung. Wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut. Ia tidak menyangka bahwa yang ia pikirkan selama ini benar.

"Kau terkejut, hyung? Aku juga seperti itu saat pertama kali mengetahuinya," kata Jinyoung mulai membuka percakapan. Jaebum mengerjapkan matanya.

"Jadi, susu yang berada di atas sana itu milikmu?" tanya Jaebum masih sedikit terkejut sambil menunjuk tempat benda itu. Jinyoung malah terkejut. Ia baru tahu kalau selama ini Jaebum mengetahui tentang susu itu. Jinyoung menundukkan kepalanya, lalu mengangguk pelan. Jaebum menghela nafas. Ini benar-benar hal baru dalam hidupnya.

"Siapa ayah kandung dari bayi itu, Jinyoung? Kenapa kau tidak bersamanya?" Jinyoung tidak menjawab. Ia masih menundukkan kepalanya.

Jaebum tahu, pasti kehamilan itu adalah sebuah kecelakaan. Biasanya ayah kandung itu tidak ingin bertanggung jawab atas perbuatannya. Sekarang Jaebum tahu apa yang membuat Jinyoung menjauh dari keluarga dan teman-temannya. Itu semua disebabkan oleh kehamilan Jinyoung yang sangat mustahil bagi seorang pria.

Mata Jinyoung mulai mengeluarkan bulir bening yang semakin lama semakin banyak. Bahunya mulai bergerak naik-turun. Mulutnya mengeluarkan suara isakan tangis. Ia berpikir bahwa hidupnya terlalu buruk. Ia yakin, Jaebum akan marah sama seperti mantan kekasihnya.

Buk.

"Jangan menangis, Jinyoung. Aku ada di sini. Aku ada di sini untukmu seorang," ucap Jaebum sambil memeluk Jinyoung erat. Bukannya berhenti menangis, tangisan Jinyoung malah semakin menjadi-jadi.

"Hei, berhenti menangis. Kau terlihat lebih cantik ketika sedang tersenyum." Jaebum mengangkat kepala Jinyoung dan menghapus air mata yang mengalir di pipi Jinyoung, kemudian ia tersenyum manis sambil memandang wajah Jinyoung yang sembab.

"Aku akan menjaga bayi di dalam kandunganmu itu."

"Aku akan melindungi bayimu itu."

"Aku akan memenuhi segala kebutuhannya."

"Tidak hanya bayimu, itu juga berlaku padamu karena aku..." Jaebum menggantung kata terakhir dalam kalimatnya. Ia masih ragu untuk mengatakan sesuatu pada Jinyoung.

"Karena kau kenapa?" tanya Jinyoung. Jaebum menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum. "Ah, tidak apa-apa."

Jinyoung tidak memaksa Jaebum untuk menjawab pertanyaannya itu. Ia hanya menatap wajah Jaebum dengan senyum manisnya itu. Senyum itu, Jinyoung sangat menyukainya.

Jaebum menarik Jinyoung ke dalam pelukannya dan mengusap rambut hitam Jinyoung lembut. Jinyoung menyandarkan dirinya ke tubuh Jaebum. Kepalanya ia letakkan di bahu lebar Jaebum. Yang Jinyoung rasakan sekarang adalah kenyamanan dan kehangatan. Ia sangat menyukainya.

"Tetaplah di sini bersamaku, jangan pergi," kata Jaebum. Jinyoung tersenyum kecil dan mengangguk. Dalam hatinya, ia bersyukur dapat bertemu orang baik seperti Jaebum. Ternyata hidupnya tidak seburuk yang ia pikirkan.

"Ayo kita duduk di sofa," ajak Jaebum sambil berniat menuntun Jinyoung ke ruang tengah, tapi Jinyoung tidak melangkahkan kakinya sedikitpun.

"Tunggu dulu, hyung. Aku belum mencuci piringnya, nanti rumahnya jadi kotor, aku tidak suka rumah yang kotor." Jaebum tertawa kecil melihat Jinyoung yang langsung mengambil piring, cangkir, teko serta beberapa hal seperti sendok dan pisau, kemudian ia bawa benda-benda itu ke wastafel untuk mencucinya.

book of us ¦ jjpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang